Edukasi Pasien Defibrilasi
Edukasi bagi pasien dan keluarga pasien yang menerima defibrilasi sangat penting untuk mengelola ekspektasi karena meskipun denyut jantung bisa kembali normal setelah defibrilasi, tidak serta merta berarti pasien akan sembuh seperti sedia kala. Sampaikan mengenai kemungkinan rekurensi selama perawatan dan risiko sekuele kalaupun pasien dapat keluar dari kondisi kritis.
Defibrillator Otomatis dan Manual
Sebagaimana prosedur medis lainnya, pasien dan keluarga perlu mendapat informasi mengenai risiko komplikasi defibrilasi, seperti post cardiac arrest syndrome, perubahan gambaran EKG, risiko luka bakar, tromboemboli dan kegagalan prosedur.[6,8,28,32]
Karena penyakit infark miokard akut merupakan penyebab yang umum menyebabkan henti jantung, perlu dilakukan pemeriksaan angiografi koroner dalam 24 jam pasien masuk rumah sakit untuk mendeteksi etiologi ini. Luaran akan meningkat apabila penanganan dini dilakukan.[6]
Wearable and Implantable Cardioverter Defibrillator (WCD and ICD)
Pada pasien dengan risiko henti jantung, seperti pasien dengan riwayat infark miokard, gagal jantung, atau sindrom pemanjangan QT, perlu dipersiapkan teknik pencegahan. Contohnya dengan penggunaan alat implantable cardioverter-defibrillator (ICD), subcutaneous cardioverter-defibrillator (S-ICD), dan wearable cardioverter defibrillator (WCD).[36]
Wearable defibrillators (WCD) dapat menjadi alternatif pilihan untuk pemakaian jangka pendek selama perawatan awal di rumah sakit sambil menunggu pemasangan ICD. WCD juga dapat digunakan pada pasien pasca pemasangan ICD namun mengalami komplikasi seperti infeksi, sehingga reimplantasi tidak dapat segera dilakukan. WCD dinilai sangat aman dan cukup bermanfaat dalam meningkatkan harapan hidup selama di rumah sakit.[37-39]
Penulisan pertama oleh: dr. Graciella N T Wahjoepramono