Komunikasi efektif, penjelasan mengenai obat secara tepat dan tegas, serta empati kepada pasien dapat membantu dokter untuk mengatakan “tidak” pada permintaan resep yang tidak perlu.
Pendahuluan
Sampai saat ini, banyak masyarakat yang meminta pengobatan atau pemeriksaan yang sebenarnya tidak diperlukan. Beberapa pasien seringkali meminta diresepkan antibiotik atau opioid padahal sebenarnya tidak ada indikasi untuk pemberian obat-obatan tersebut. Selain itu, pasien juga sering meminta pemeriksaan laboratorium, permintaan untuk rawat inap, bahkan surat keterangan sakit yang sebenarnya tidak perlu.
Beberapa dokter terkadang dapat terpengaruh untuk memberikan resep atau tata laksana sesuai dengan permintaan pasien karena takut pasien akan tidak puas terhadap pelayanan dokter. Data dari negara Australia pada tahun 2001-2012 menunjukkan lebih dari 800 pasien meninggal akibat overdosis yang melibatkan peresepan obat analgesik oxycodone. Setelah ditelusuri, pasien mencari obat tersebut karena sudah ketergantungan atau terjadi penyalahgunaan obat. Oleh karena itu, baik dokter dan apoteker perlu memperhatikan hal ini karena peresepan yang tidak sesuai indikasi tidak memberikan manfaat bahkan dapat menyebabkan masalah baru. [1,2]
Di Indonesia, studi di fasilitas perawatan primer swasta dan publik menunjukkan bahwa antibiotik diberikan secara berlebihan pada 38 - 43% pasien yang berobat. Angka ini jauh di atas standar WHO yaitu kurang dari 30%. Intervensi yang sesuai diperlukan untuk meningkatkan praktik peresepan di Indonesia.
Model dan Teori mengenai Keputusan Pemberian Resep
WHO telah mengeluarkan guideline untuk pemberian resep yang baik. Langkah pertama adalah menentukan masalah pasien. Masalah pasien ditentukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan/atau penunjang. Langkah kedua adalah menentukan tujuan terapi secara spesifik. Langkah ketiga adalah menentukan apakah penatalaksanaan atau obat yang dipilih efektif dan aman pada pasien tersebut.
Setelah itu, pasien perlu diedukasi tentang cara pemakaian obat, dosis, dan efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat tersebut. Langkah terakhir adalah melakukan pengawasan, apabila pasien tidak kembali, kemungkinan pasien mengalami perbaikan. [3]
Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada landasan teori yang kuat mengenai keputusan dokter dalam pemberian resep. Pemberian obat oleh dokter masih dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lebih banyak melalui pendekatan eksplorasi dibandingkan dengan teori.
Ada empat faktor yang menjadi penentu dalam pengambilan keputusan dalam meresepkan obat. [4]
- Faktor pertama adalah usaha dari bagian pemasaran. Perusahaan obat sangat gencar dalam mencari keuntungan melalui obat-obat yang mereka jual. Segala kelebihan obat terus menerus dipaparkan demi meyakinkan dokter untuk menggunakan obat tersebut sedangkan efek samping obat jarang sekali dibahas saat bagian pemasaran mempromosikan obat tersebut
- Faktor kedua adalah hubungan dokter – pasien. Pasien umumnya menginginkan pengobatan yang paling cepat mengurangi keluhannya tanpa memikirkan efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat tersebut. Hal ini dapat mendorong dokter untuk memberikan resep yang berlebihan. Kondisi ini sesuai dengan teori agensi
- Faktor ketiga adalah kolaborasi apoteker-dokter dan kekuatan apoteker yang sudah ahli dapat menjadi elemen yang penting dalam hal pemilihan resep
- Faktor terakhir adalah faktor kontekstual yang mencakup rasa percaya dokter terhadap apoteker, rasio untung-rugi suatu obat, karakteristik obat (efikasi, kualitas, efek samping), dan adanya kebiasaan tenaga medis meresepkan obat berdasarkan pengalaman juga dapat memengaruhi keputusan pemberian resep. [4]
Bagaimana Mengatakan Tidak pada Permintaan Obat yang Tidak Perlu
Kategori karakteristik pasien yang mencakup ekspektasi pasien terhadap permintaan obat memiliki pengaruh yang cukup besar pada keputusan dokter dalam memberikan resep. Terdapat beberapa cara yang dapat membantu dokter untuk menolak permintaan obat pasien yang tidak perlu. [4]
Diskusi dengan Pasien
Sebaiknya dokter mengajak pasien berdiskusi secara terbuka dalam hal peresepan obat sehingga mereka merasa diikutsertakan. Tanyakan kekhawatiran pasien apabila tidak ingin meminum obat tertentu atau tanyakan alasan pasien mengapa ingin meminum obat tertentu. Informasikan mengenai efek samping yang perlu diketahui pasien apabila meminum obat yang tidak sesuai dengan indikasi. Berikan penjelasan terhadap setiap obat yang ingin/tidak ingin diminum oleh pasien. [1,5]
Untuk beberapa obat tertentu, seperti obat penenang atau obat yang dapat menyebabkan ketergantungan, sudah terdapat kebijakan dari pemerintah bahwa dokter umum tidak diberikan wewenang untuk meresepkan obat tersebut. Apabila pasien meminta, dokter umum dapat secara tegas menyatakan bahwa dokter umum tidak memiliki wewenang untuk meresepkan obat-obat tertentu sesuai dengan kebijakan yang ada. [1,2,5]
Mau Bernegosiasi dengan Pasien
Seringkali pasien meminta obat spesifik kepada dokter umum, namun tidak mengetahui secara pasti apakah mereka benar-benar memerlukan obat tersebut. Dengan kata lain, pasien merasa serba tahu. Pada kondisi ini, dokter dapat memberikan alasan yang rasional mengenai pilihan obat yang mereka minta sebenarnya bukan yang terbaik. Namun, berikan dan jelaskan alternatif pengobatan yang lebih tepat dan sesuai dengan kondisi pasien. [1,2]
Berikan Penguatan Positif dan Empati kepada Pasien
Dokter juga perlu memberikan dukungan dan penguatan positif kepada pasien yang mau melakukan pengobatan dan berusaha untuk mencari pertolongan ke dokter atas penyakitnya. [1]
Dokter tentunya perlu memperlihatkan empati kepada pasien karena pasien datang dengan berbagai alasan yang kompleks dan pasien yang datang tentunya ingin dihargai dan dimengerti oleh dokter. Berikan empati terhadap penyakit pasien, dengarkan keluhan dan alasan pasien. Jika dokter memiliki empati terhadap pasien, proses negosiasi akan menjadi lebih mudah dan pasien cenderung akan lebih menerima kenyataan apabila dokter menolak permintaan pasien. [1]
Gunakan ‘Pihak Ketiga’
Dokter juga dapat melibatkan pihak ketiga sebagai alasan untuk menolak permintaan pasien. Sebagai contohnya, seorang pasien ingin melakukan tes radiologi tanpa indikasi dengan menggunakan asuransi tertentu. Dokter dapat menjelaskan bahwa asuransi tidak akan menanggung biaya apabila pemeriksaan tidak sesuai dengan indikasi. Selain itu, dokter juga dapat menggunakan guideline atau konsensus yang telah ada untuk menjelaskan kepada pasien mengenai pengobatan atau pemeriksaan yang perlu dilakukan. [1]
Bersikap Tegas
Apabila diperlukan, dokter harus bersikap tegas untuk menolak permintaan pasien, terutama pada obat-obat yang memiliki efek samping yang berat dan cukup banyak. Dokter perlu menerangkan secara tegas seberapa besar perbandingan risiko dan manfaat yang diperoleh oleh pasien apabila tetap meminum obat yang diminta. [1,2]
Kesimpulan
Sampai saat ini masih banyak dokter yang memberikan resep sesuai dengan permintaan pasien meskipun pada kenyataannya obat yang diberikan tidak diperlukan. Belum terdapat landasan teori yang kuat mengenai pemberian resep. Karakteristik pasien memegang pengaruh yang kuat terhadap keputusan pemberian resep. Diskusi terbuka dengan pasien, negosiasi, empati, menggunakan pihak ketiga, dan bersikap tegas merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan oleh dokter untuk menolak dengan baik permintaan pasien akan obat atau pemeriksaan yang tidak sesuai indikasi.