Manajemen kehamilan pada pasien akromegali membutuhkan perhatian khusus karena akromegali dan pengobatannya dapat memengaruhi perkembangan janin. Selain itu, kehamilan juga dapat meningkatkan ukuran tumor pada pasien akromegali dengan adenoma pituitari, sehingga manajemen pasien yang hamil semakin kompleks.
Akromegali umumnya disebabkan oleh adenoma kelenjar pituitari (hipofisis). Adenoma ini menyebabkan hipersekresi growth hormone (GH) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1), yang menimbulkan gangguan metabolik dan kardiovaskular yang memengaruhi ibu dan janin. Pengobatan akromegali berupa pembedahan, radioterapi, dan obat-obat juga dapat memengaruhi perkembangan janin.[1-3]
Sekilas tentang Komplikasi Kehamilan pada Wanita dengan Akromegali
Wanita dengan akromegali umumnya mengalami infertilitas akibat kompresi dan kerusakan sel gonadotropin, hiperprolaktinemia, dan disfungsi pada aksis hipotalamus, pituitari, serta ovarium. Selain itu, hipersekresi GH/IGF-1 juga sering menimbulkan sindrom ovarium polikistik (PCOS).[2,3]
Pada kehamilan, plasenta merilis GH-V yang menstimulasi produksi IGF-1. Proses ini dikontrol oleh mekanisme negative feedback. Mekanisme ini menyebabkan estrogen yang tinggi selama kehamilan mampu menginhibisi pelepasan IGF-1 di liver, sehingga akromegali akan membaik secara klinis di awal kehamilan.
Namun, pada trimester kedua, kadar estrogen turun akibat sekresi GH oleh adenoma secara berkelanjutan, sehingga mekanisme feedback ini tidak berpengaruh terhadap kadar GH dan IGF-1 dalam darah.[4]
Pada trimester kedua dan ketiga, terjadi kenaikan sekresi IGF-1 yang meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal dan risiko hipertensi. Growth hormone juga merupakan antagonis insulin yang poten, sehingga intoleransi gula terjadi pada 50–60% pasien akromegali dan diabetes mellitus terjadi pada 13–32% pasien akromegali. Risiko ini diperkirakan meningkat pada pasien akromegali yang hamil.[3]
Growth hormone tidak dapat melewati sawar plasenta dan tidak meningkatkan risiko malformasi janin. Namun, makrosomia dapat terjadi akibat diabetes gestasional.[3,5]
Tata Laksana Pasien Akromegali yang Hamil
Pemeriksaan GH untuk mengevaluasi respons terapi akromegali tidak dapat dilakukan saat hamil. Hal ini dikarenakan hormon estrogen dan GH dari plasenta memengaruhi kadar GH dalam darah. Oleh karena itu, kehamilan yang direncanakan dan normalisasi kadar GH serta IGF-1 sejak prakonsepsi sangat direkomendasikan.
Evaluasi Pasien
Manajemen ekspektatif dilakukan saat kehamilan dengan cara mengevaluasi gejala akromegali dan komplikasi maternal serta fetus. Evaluasi meliputi MRI untuk menilai pembesaran adenoma dan invasinya ke area chiasma optikum, pemeriksaan lapangan pandang setiap bulan pada kasus makroadenoma untuk memeriksa homonymous hemianopia, skrining diabetes usia gestasi 24–28 minggu, dan skrining hipertensi.[5]
Pemilihan Terapi Medikamentosa
Somatostatin analog (SA) harus dihentikan 2 bulan sebelum merencanakan kehamilan karena belum ada studi yang layak mengenai keamanannya. Ada reseptor somatostatin yang ditemukan di plasenta. Penggunaan long-acting octreotide juga mengurangi kecepatan aliran darah sistolik di arteri uterina, yang bisa menyebabkan intrauterine growth retardation (IUGR).
Lanreotide dan pasireotide merupakan obat kategori C dari FDA karena terbukti bisa menimbulkan komplikasi janin pada uji coba hewan. Penggunaan antagonis reseptor GH seperti pegvisomant cenderung aman (kategori B FDA) karena kadarnya sangat sedikit melewati sawar plasenta. Namun, studi lebih lanjut mungkin masih diperlukan.
Analog dopamin seperti cabergoline dan bromocriptine berhubungan dengan risiko makrosomia tetapi tidak berhubungan dengan malformasi janin. Analog dopamin ini dapat diberikan pada pasien dengan pembesaran adenoma atau pada akromegali yang bergejala berat. Bila gejala tidak dapat ditangani, pembedahan transfenoidal dapat dilakukan pada trimester kedua.[4,6]
Tabel 1. Pilihan Medikamentosa pada Kehamilan dengan Akromegali
Sumber: Markin L. 2019.[5]
Pemilihan Metode Persalinan
Saat ini belum ada bukti bahwa sectio caesarea adalah pilihan utama pada akromegali. Namun, indikasi obstetri seperti makrosomia atau preeklampsia berat dapat menjalani sectio caesarea. Komplikasi makroadenoma seperti gangguan penglihatan atau pituitary apoplexy juga merupakan indikasi sectio caesarea.[3]
Kesimpulan
Pasien akromegali yang hamil membutuhkan manajemen dengan pertimbangan khusus karena peningkatan sekresi GH/IGF-1 maupun pengobatan akromegali menimbulkan risiko komplikasi pada ibu dan janin. Contohnya adalah peningkatan risiko hipertensi, intoleransi glukosa, dan diabetes gestasional yang berisiko menimbulkan makrosomia. Selain itu, janin juga berisiko mengalami IUGR.
Normalisasi kadar GH/IGF-1 sejak masa prakonsepsi sangat direkomendasikan karena mayoritas obat akromegali akan perlu dihentikan. Bila sangat diperlukan, obat analog dopamin dapat diberikan pada pasien hamil yang mengalami pembesaran adenoma atau akromegali bergejala berat, seperti defek pada lapangan pandang (homonymous hemianopia). Bila gejala tidak dapat ditangani, bedah transfenoidal dapat dilakukan pada trimester kedua.[1-6]