Intervensi untuk Pencegahan atau Regresi Penyakit Ginjal Kronis

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,Finasim,IDF-Fellow

Upaya mempromosikan kesehatan ginjal dan mencegah kejadian penyakit ginjal kronis (PGK) dapat menyelamatkan jutaan orang sekaligus mengurangi beban biaya kesehatan. Secara global, lebih dari 800 juta individu hidup dengan PGK tahap 3-4. Dari angka tersebut, lebih dari 2 juta orang meninggal akibat PGK setiap tahunnya, di mana setengah dari kematian itu terjadi karena kurangnya akses pada terapi pengganti ginjal (kidney replacement therapy/KRT) seperti dialisis.[1-5]

Biaya untuk KRT amat tinggi, yang mana dapat menghabiskan hingga 3% dari anggaran kesehatan negara berpenghasilan tinggi. Di sisi lain, hanya 40% negara berpenghasilan tinggi yang menyediakan asuransi yang mencakup KRT, dan 70% dari negara berpenghasilan rendah- menengah belum menyediakan hal tersebut. Oleh sebab itu, langkah pencegahan atau intervensi untuk menimbulkan regresi PGK sangat diperlukan.[3,4,6-8]

Intervensi Untuk Pencegahan atau Regresi Penyakit Ginjal Kronis

Intervensi Gaya Hidup (Nonfarmakologi)

Inaktivitas fisik dan pola diet tidak sehat yang meliputi asupan tinggi garam, daging merah, makanan olahan, makanan dengan indeks glikemik tinggi serta minum minuman berpemanis berkaitan erat dengan peningkatan insiden PGK. Oleh karenanya lah, gaya hidup sehat direkomendasikan bagi semua orang, terlebih lagi bagi mereka yang berisiko (misalnya individu dengan prediabetes, diabetes, hipertensi) ataupun bagi mereka yang sudah terdiagnosis PGK.[9-17]

Meningkatkan asupan air sering pula direkomendasikan untuk membantu kesehatan ginjal, namun jumlah asupan air yang adekuat masih belum jelas. Selain itu, faktor kehilangan air ataupun asupan cairan lain (selain air) dapat mempengaruhi jumlah asupan per hari.

Belum ada data penelitian yang mampu menunjukkan bahwa peningkatan asupan air dapat menyebabkan regresi perkembangan PGK. Namun, asupan tinggi air telah diketahui dapat memitigasi penyakit batu ginjal yang menjadi salah satu faktor risiko PGK. Bagi individu yang tinggal dan bekerja di lingkungan yang panas, amat disarankan untuk meminum lebih banyak air untuk mencegah dehidrasi dan meminimalkan risiko kelainan ginjal.[18-21]

Intervensi Farmakologi

Terapi farmakologi yang dapat meregresi perkembangan PGK bersifat disease specific, misalnya terapi imunosupresan untuk pasien dengan glomerulonefritis atau antihipertensi untuk pasien hipertensi. Pada diabetes, beberapa obat diketahui memiliki efek perlindungan pada ginjal, seperti golongan sodium-glucose cotransporters-2 inhibitor (SGLT2i) dan glucagon-like peptide-1 receptor agonists (GLP-1 RA).[25-35]

Efek SGLT2 Inhibitor pada Fungsi Ginjal Pasien Diabetes Mellitus

Efek regresi PGK dengan obat SGLT2i, seperti empagliflozin, mula-mula diobservasi pada berbagai studi yang mengukur luaran kardiovaskular pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Secara kolektif, studi-studi tersebut melibatkan total 20.156 partisipan. Analisis menunjukkan bahwa penggunaan SGLT2i mampu menghasilkan perbaikan luaran fungsi ginjal, termasuk menurunkan eGFR slope hingga ke nilai hampir 0 ml/menit/1,73m2 per tahun dibandingkan plasebo.[36-38]

Untuk kelompok partisipan dengan albuminuria saat baseline, ditemukan adanya perlambatan penurunan eGFR sekaligus penurunan albuminuria pada grup terapi empagliflozin, dengan reduksi konsisten di kisaran 22-29% dengan median pengamatan 34-35 hari. Pada partisipan tanpa PGK, ditemukan pula penurunan risiko mortalitas semua-sebab. Proteksi fungsi ginjal serupa ditemukan juga pada studi DECLARE-TIMI-58 yang melibatkan partisipan non-PGK saat baseline.[36,37,39]

Efek GLP-1 Agonis pada Fungsi Ginjal Pasien Diabetes Mellitus

GLP-1RA (seperti semaglutide) dan glucose dependent insulinotropic polypeptide receptor agonist (seperti tirzepatide) mulanya dikembangkan untuk terapi hiperglikemia dengan obesitas. Di luar ekspektasi awal, hasil studi ternyata menunjukkan bahwa obat golongan tersebut mampu meregresi insiden PGK, mengurangi albuminuria, dan memperlambat penurunan eGFR pada pasien diabetes mellitus tipe 2.[40-50]

Meta-analisis GLP-1RA melaporkan penurunan kejadian composite kidney disease outcome dengan hazard ratio (HR) 0,77. Temuan serupa muncul pada studi SELECT, di mana semaglutide 2,4 mg/minggu menurunkan risiko luaran ginjal dengan HR 0,78, termasuk pada populasi yang sudah memiliki gangguan ginjal ringan–sedang saat baseline.

Studi SURPASS-4 menunjukkan tirzepatide memperlambat penurunan eGFR dan mencegah awitan atau progresi albuminuria. Sementara itu, studi SUSTAIN-6 menunjukkan perbaikan kategori KDIGO pada intervensi semaglutide, bahkan pada populasi risiko rendah.

Analisis mediasi memperlihatkan bahwa penurunan glikemia atau tekanan darah hanya menjelaskan sebagian kecil efek renoprotektif, menguatkan kemungkinan efek langsung GLP-1RA terhadap ginjal. Temuan ini konsisten dengan data real-world yang mendukung peran GLP-1RA dan SGLT2i dalam pencegahan PGK di layanan primer.[51-55]

Intervensi Bedah

Beberapa bukti menunjukkan bahwa penurunan berat badan melalui tindakan bedah (seperti bedah bariatrik) dapat mengurangi albuminuria dan memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini menggarisbawahi bahwa pengendalian berat badan berperan penting untuk proteksi ginjal. Namun, bukti klinis yang menyokong prosedur tersebut dalam pencegahan atau regresi PGK masih sangat terbatas.[22-24]

Kesimpulan

Upaya pencegahan atau meregresi perkembangan penyakit ginjal kronis (PGK) amat penting untuk kesintasan pasien, serta untuk menurunkan morbiditas dan beban biaya kesehatan. Modifikasi nonfarmakologis dapat dilakukan dengan gaya hidup sehat, termasuk menjaga pola diet sehat yang rendah gula, meningkatkan aktivitas fisik, dan menjaga kecukupan hidrasi.

Terapi farmakologis bersifat disease specific, yakni dengan mengatasi komorbiditas yang bisa meningkatkan risiko PGK, seperti diabetes dan hipertensi. Pada pasien diabetes mellitus, beberapa golongan obat telah ditemukan bersifat renoprotektif, yaitu golongan sodium-glucose cotransporters-2 inhibitor (SGLT2i) dan glucagon-like peptide-1 receptor agonists (GLP-1 RA).

Terapi pembedahan untuk penurunan berat badan, seperti operasi bariatrik, juga diduga bermanfaat. Meski begitu, basis bukti efikasi dan keamanannya masih sangat terbatas.

Referensi