Is It Really Feasible to Use Budesonide–Formoterol as Needed for Mild Persistent Asthma? A Systematic Review and Meta-Analysis
Tong X, Liu T, Li Z, Liu S, Fan H. Is It Really Feasible to Use Budesonide-Formoterol as Needed for Mild Persistent Asthma? A Systematic Review and Meta-Analysis. Frontiers in Pharmacology. 2021 Jun 4;12:644629. PMID: 34149408.
Abstrak
Latar Belakang: sejumlah penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan budesonide-formoterol inhalasi seperlunya ternyata efektif mengurangi eksaserbasi berat pada asma ringan persisten. Namun, ada beberapa perbedaan di antara penelitian-penelitian tersebut, sehingga meta analisis ini dilakukan.
Metode: pelaku meta analisis melakukan pencarian di PubMed, Ovid MEDLINE, Cochrane Library, dan beberapa mesin pencari situs untuk memindai literatur terkait hingga 25 Maret 2020. Risk ratio (RR), odds ratio (OR), hazard ratio (HR), dan weighted mean differences (WMD) dengan 95% confidence interval (95%CI) digunakan untuk mengevaluasi efek gabungan.
Hanya pasien remaja atau dewasa dengan asma ringan persisten yang menggunakan budesonide-formoterol seperlunya yang diikutsertakan dalam studi ini. Luaran utama studi ini adalah investigasi superioritas penggunaan budesonide-formoterol seperlunya untuk mengurangi eksaserbasi berat pada pasien asma ringan persisten. Perangkat lunak STATA 12.0 digunakan untuk analisis statistik.
Hasil: dari 4 artikel yang diikutsertakan dalam analisis akhir, ditemukan 4.023 pasien yang menggunakan budesonide-formoterol seperlunya (grup budesonide-formoterol), 4.042 pasien menggunakan rumatan budesonide ditambah short-acting β2-agonist (SABA) seperlunya (grup budesonide), dan 1.500 pasien hanya menggunakan SABA seperti salbutamol atau terbutaline seperlunya (grup SABA).
Hasil analisis menunjukkan bahwa insidensi eksaserbasi berat maupun waktu hingga eksaserbasi berat pertama pada grup budesonide-formoterol berbeda secara signifikan dengan grup SABA (RR: 0,46; 95%CI 0,36–0,59; p<0,001 dan HR:0,43; 95%CI 0,33–0,56; p<0,001 secara berurutan). Namun, tidak ada perbedaan signifikan antara grup budesonide-formoterol dan grup budesonide (RR: 0,86; 95%CI 0,62–1,04; p:0,093 dan HR: 0,77; 95%CI 0,57–1,03; p:0,079).
Ditemukan pula perbedaan yang bermakna secara statistik pada perubahan forced expiratory volume in 1 second (FEV1) maupun respons terhadap Asthma Control Questionnaire-5 di antara grup budesonide-formoterol dan grup SABA. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak bermakna secara klinis.
Dosis harian budesonide pada grup budesonide-formoterol secara signifikan lebih rendah daripada grup budesonide. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada insidensi efek samping merugikan di antara ketiga grup yang dibandingkan.
Kesimpulan: penggunaan budesonide-formoterol seperlunya mungkin bisa mengurangi eksaserbasi berat pada pasien asma ringan persisten berusia remaja maupun dewasa.
Ulasan Alomedika
Pasien asma ringan tetap memiliki risiko eksaserbasi, termasuk risiko kematian terkait asma. Namun, pasien grup ini biasanya hanya mengalami gejala secara intermiten, sehingga kepatuhan mereka menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis rendah sebagai terapi rumatan sering kali buruk.
Sebagian besar pasien asma ringan akhirnya cenderung hanya menggunakan SABA untuk menangani simtomnya. Padahal, sejumlah studi telah menunjukkan bahwa penggunaan SABA saja berkaitan dengan peningkatan risiko eksaserbasi, termasuk risiko progresivitas asma. Oleh karena itu, terapi alternatif, terutama bagi pasien asma ringan persisten, diperlukan.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi budesonide dan formoterol inhalasi seperlunya dapat menjadi alternatif SABA untuk tujuan di atas. Meta analisis ini dilakukan terhadap data studi sebelumnya untuk menginvestigasi efektivitas penggunaan budesonide-formoterol inhalasi seperlunya untuk mengurangi eksaserbasi berat pasien asma ringan persisten.[1]
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini adalah tinjauan sistematik dan meta analisis. Pencarian literatur dilakukan pada database PubMed, Ovid MEDLINE, dan Cochrane Library, termasuk pencarian di mesin web (Google Scholar, Baidu Scholar, dan Clinical Trials) hingga tanggal publikasi 25 Maret 2020, tanpa menerapkan pembatasan bahasa.
Kriteria inklusi yang digunakan meliputi studi acak terkontrol, studi yang mengevaluasi efikasi terapi budesonide-formoterol seperlunya pada pasien asma ringan persisten, dan studi primer yang menyediakan data RR, HR, dan WMD yang disertai 95% CI.
Pelaku studi kemudian mengekstraksi data dan melakukan analisis gabungan untuk menghitung RR, HR, dan WMD dengan 95% CI. Pasien dibagi ke dalam tiga grup, yakni grup budesonide-formoterol (pengguna budesonide-formoterol seperlunya) dan dua grup kontrol berupa grup SABA (SABA seperlunya) dan grup budesonide (rumatan budesonide beserta SABA seperlunya).
Pelaku studi menerapkan random effect model untuk pooled analysis. Heterogenitas antar studi dinilai dengan chi-square based Q tests dan I-square test.[1]
Ulasan Hasil Penelitian
Ada 72 artikel yang ditemukan dari hasil pencarian tetapi hanya ada empat artikel yang memenuhi kriteria inklusi, dengan total 4.023 pasien dalam grup budesonide-formoterol, 4.042 pasien dalam grup budesonide, dan 1.500 pasien dalam grup SABA.
Untuk luaran utama, analisis gabungan menemukan bahwa insidensi eksaserbasi berat maupun waktu hingga eksaserbasi berat pertama pada grup budesonide-formoterol secara signifikan lebih baik daripada grup SABA. Namun, tidak ada perbedaan signifikan antara grup budesonide-formoterol dan grup budesonide untuk hal serupa.
Pada analisis tambahan, grup budesonide-formoterol tampak secara statistik lebih baik daripada grup SABA dalam hal perubahan FEV1. Namun, tidak ada perbedaan bermakna antara grup budesonide-formoterol dan grup budesonide.
Untuk skor ACQ5, analisis gabungan menemukan perbedaan signifikan antara grup budesonide-formoterol dan grup SABA maupun antara grup budesonide-formoterol dan grup budesonide. Hasil meta analisis ini menemukan bahwa skor ACQ5 untuk grup budesonide agak lebih tinggi daripada grup budesonide, tetapi lebih rendah daripada grup SABA. Namun, perbedaan tersebut belum memenuhi ambang minimal untuk signifikansi secara klinis.
Dalam hal dosis harian budesonide, analisis menemukan bahwa dosis pada grup budesonide-formoterol lebih rendah daripada grup budesonide. Namun, tidak ada perbedaan signifikan dalam hal efek samping merugikan di antara ketiga grup.[1]
Kelebihan Penelitian
Meta analisis ini hanya mengikutsertakan studi acak terkontrol dan melakukan penilaian efek intervensi secara objektif (insidensi eksaserbasi, waktu hingga eksaserbasi berat pertama, dan perubahan FEV1) maupun secara subjektif (kuesioner ACQ5). Berbeda dengan beberapa tinjauan yang sudah ada sebelumnya, meta analisis ini menyertakan analisis kuantitatif.
Meta analisis ini juga berhasil menunjukkan bahwa meskipun budesonide-formoterol menunjukkan manfaat yang bermakna secara statistik untuk mengurangi eksaserbasi parah pada pasien asma ringan persisten, manfaat tersebut belum tampak bermakna secara klinis, sehingga studi lebih lanjut masih diperlukan.[1]
Limitasi Penelitian
Limitasi meta analisis ini terletak pada heterogenitas antar studi yang cukup besar, yang disebabkan oleh perbedaan desain studi, strategi intervensi, karakteristik dasar pasien, hingga ukuran sampel. Selain itu, analisis sensitivitas data tidak dilakukan.
Pada uraian metode penelitian, tidak dicantumkan pula apakah tinjauan sistematik dan meta analisis ini mengikuti pedoman PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses). Hal ini mungkin menyumbangkan bias pada luaran. Hasil meta analisis ini juga hanya terbatas pada pasien asma ringan persisten, karena jumlah pasien asma moderat yang diikutsertakan tidak cukup.[1]
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Hasil meta analisis ini sejalan dengan rekomendasi Global Initiative for Asthma (GINA) pada tahun 2021, yakni anjuran penggunaan budesonide-formoterol inhalasi seperlunya (saat perlu mengatasi simtom) pada pasien asma ringan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko eksaserbasi parah dan menghindari ketergantungan pada SABA.
Penggunaan SABA saja berkaitan dengan peningkatan hiperresponsivitas jalan napas, inflamasi jalan napas, serta peningkatan risiko eksaserbasi asma berat. Oleh karena itu, terapi rumatan dengan budesonide inhalasi dan SABA inhalasi seperlunya atau terapi rumatan dengan kombinasi budesonide-formoterol diperlukan.
Kombinasi budesonide-formoterol sebagai agen tunggal bisa menghasilkan kepatuhan berobat yang lebih baik daripada budesonide dan SABA seperlunya, serta membuat pasien menggunakan dosis kortikosteroid inhalasi yang lebih rendah. Namun, obat inhalasi kombinasi ini berbiaya lebih mahal.
Oleh sebab itu, meskipun obat kombinasi dilaporkan superior, terapi rumatan dengan budesonide inhalasi dan SABA inhalasi seperlunya tetap dapat digunakan, karena berbiaya lebih terjangkau dan menghasilkan luaran yang mirip. Hal yang perlu dihindari adalah terapi dengan SABA saja.[1,2]