Farmakologi Chloramphenicol
Farmakologi chloramphenicol atau kloramfenikol adalah sebagai antibiotik dengan efek bakteriostatik. Chloramphenicol dapat larut dalam lemak, sehingga bisa memasuki membran sel bakteri, kemudian berikatan dengan subunit 50S pada ribosom bakteri. Akibatnya, pembentukan rantai peptida dan sintesis protein bakteri terganggu.[4]
Farmakodinamik
Chloramphenicol merupakan antibiotik broad-spectrum yang berasal dari Streptomyces venezuelae. Chloramphenicol bersifat bakteriostatik, tetapi dapat juga menjadi bakterisidal dalam konsentrasi besar, atau jika digunakan pada organisme yang rentan. Chloramphenicol menghentikan pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan dengan ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein.
Chloramphenicol berikatan dengan subunit 50S ribosom bakteri, dengan supresi aktivitas enzim peptidyltransferase. Hal ini akan menghambat sintesis protein membran mitokondria, yang akan menyebabkan supresi respirasi mitokondria dan proliferasi sel.
Meskipun efektif terhadap berbagai mikroorganisme, chloramphenicol hanya digunakan pada penyakit yang membahayakan, seperti meningitis atau demam tifoid. Hal ini karena efek samping chloramphenicol yang dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, juga anemia aplastik. Chloramphenicol dilaporkan memiliki potensi menginduksi efek toksik pada mitokondria sel yang dalam proses pematangan atau sel eukariot yang berproliferasi cepat.[3,12]
Farmakokinetik
Farmakokinetik chloramphenicol bergantung pada jenis sediaan yang digunakan. Chloramphenicol dapat terdistribusi luas pada tubuh, termasuk ke plasenta dan ASI.
Absorpsi
Absorpsi chloramphenicol per oral terjadi cepat di usus halus. Konsentrasi puncak plasma terjadi dalam 1-2 jam. Pada sediaan oral suspensi, bioavailabilitas obat ini hampir 80%. Pada sediaan injeksi, bioavailabilitas chloramphenicol hampir 70%.
Pemberian chloramphenicol dalam sediaan tetes mata atau tetes telinga juga dapat diabsorpsi secara sistemik. Konsentrasi puncak chloramphenicol dalam plasma darah untuk mencapai efek terapeutik adalah sekitar 10‒20 mcg/mL.[4,5,12]
Distribusi
Chloramphenicol didistribusikan secara luas, termasuk ke cairan serebrospinal, melewati sawar darah plasenta, dan ekskresi ke ASI. Ikatan obat dengan protein berkisar 50–60%. Pada bayi prematur, ikatan dengan protein adalah 32%. Chloramphenicol dapat menembus plasenta, dan didistribusikan dalam air susu ibu (ASI).[5,6]
Metabolisme
Chloramphenicol dihidrolisis di gastrointestinal menjadi bentuk bebasnya. Pada hepar, chloramphenicol dikonjugasikan dengan asam glukoronat, menjadi chloramphenicol glucuronide, sebuat metabolit inaktif.[1,5]
Eliminasi
Eliminasi chloramphenicol terutama terjadi melalui urin, yaitu dalam bentuk metabolit, dan sekitar 30% dalam bentuk tidak berubah. Sebagian kecil chloramphenicol juga akan diekskresikan di empedu dan feses. Waktu paruh chloramphenicol pada orang dewasa dengan fungsi hepar dan ginjal yang normal adalah 1,2–4,1 jam.[1,3]
Resistensi
Resistensi terhadap chloramphenicol umumnya disebabkan adanya asetilasi dan inaktivasi dari chloramphenicol acetyltransferase (CAT). Resistensi juga dilaporkan berhubungan dengan efluks pompa transmembran, penurunan permeabilitas membran sel, atau perubahan pada subunit 50S ribosom.[1,13]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra