Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Clopidogrel
Penggunaan clopidogrel pada kehamilan dan ibu menyusui termasuk dalam kategori B oleh Food and Drugs Administration (FDA). Sementara itu, penggunaan pada ibu menyusui masih memiliki data yang terbatas terkait ada tidaknya ekskresi clopidogrel ke dalam ASI.
Penggunaan pada Kehamilan
Clopidogrel digolongkan ke dalam kategori B oleh FDA, yang berarti bahwa studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.[1,7]
Sedangkan Therapeutic Goods Administration (TGA) menggolongkan obat ini ke dalam kategori B1. Obat dinilai dapat menyebabkan perdarahan plasenta yang berpotensi mengakibatkan prematuritas dan keguguran.
Sebuah studi pada tikus dan kelinci menemukan bahwa clopidogrel dosis 300–500 mg/kg/hari (sekitar 65–78 kali dosis rekomendasi pada manusia) tidak menyebabkan gangguan fertilitas maupun toksisitas pada fetus. Namun, hingga saat ini belum ada studi pada ibu hamil.
Risiko obstetrik yang perlu diperhatikan adalah perdarahan intrapartum dan postpartum. Akan tetapi, efek clopidogrel dalam meningkatkan kejadian abruptio plasenta dan perdarahan antepartum hingga saat ini belum memiliki bukti yang sufisien.
Penghentian clopidogrel minimal 7 hari sebelum jadwal kelahiran diharapkan dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum. Anestesi neuraxial sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko hematoma spinal atau epidural, terutama bila waktu penghentian clopidogrel < 7 hari.[1,3,7]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Beberapa studi menemukan bahwa clopidogrel dan metabolitnya dapat ditemukan pada ASI tikus. Namun, saat ini belum ada studi yang membahas kadar clopidogrel dalam ASI manusia. Penggunaan clopidogrel pada ibu menyusui sebaiknya dipertimbangkan sesuai dengan risiko dan manfaatnya.[1,3,7]