Penutupan luka merupakan bagian penting dalam perawatan luka. Menutup luka menyebabkan lingkungan luka menjadi lembab. Lingkungan luka yang lembab telah terbukti memiliki berbagai keunggulan bila dibandingkan dengan lingkungan kering.[1-4]
Lingkungan luka yang lembab mempercepat penyembuhan luka dengan mengurangi inflamasi dan pembentukan eschar. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik dalam perawatan luka untuk meningkatkan kualitas penyembuhan luka, terutama mengenai pentingnya menutup luka.[1-4]
Risiko Komplikasi Luka pada Kulit
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia, yang memiliki fungsi dasar sebagai pelindung tubuh dari invasi mikroba dan radiasi ultraviolet serta pengatur suhu tubuh. Luka pada kulit akan merusak fungsi tersebut. Kerusakan fisik maupun suhu yang menyebabkan luka pada kulit menyebabkan integritas epitel hilang dengan/tanpa disertai kerusakan jaringan ikat.[1-3]
Manajemen luka yang tidak baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi, misalnya infeksi, fibrosis, hingga luka kronik. Biofilm yang terbentuk dari populasi bakteri pada luka dapat menghambat penyembuhan luka, yaitu menghambatan migrasi sel dan penetrasi antibodi dan antibiotik. Fibrosis berupa jaringan parut dapat menyebabkan kontraktur, deformitas, maupun gangguan estetika kulit, seperti keloid atau parut hipertrofik.[1-3]
Tahapan Proses Penyembuhan Luka
Secara umum, terdapat 4 tahapan dalam proses penyembuhan luka yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodelling.
Hemostasis
Saat cedera terjadi pada kulit, terdapat aliran darah dan limfe. Pada fase ini, terjadi proses koagulasi melalui aktivasi mekanisme ekstrinsik dan intrinsik dalam kaskade koagulasi. Selain itu, pembuluh darah di sekitar luka akan mengalami vasokonstriksi untuk mengurangi aliran darah yang keluar dari luka.
Platelet menempel pada endotel yang rusak dan mengeluarkan adenosine diphosphate (ADP), sehingga terjadi gumpalan trombosit. Proses hemostasis juga tidak terlepas dari fase berikutnya, yaitu inflamasi, di mana platelet bersama leukosit akan mensekresikan berbagai faktor untuk mempercepat penyembuhan, seperti alpha-granules liberate platelet-derived growth factor (PDGF), faktor IV, dan transforming growth factor beta (TGF–β).[1,5,6]
Inflamasi
Proses inflamasi dalam penyembuhan luka dimulai dari kehadiran leukosit polymorphonuclear (PMN). TGF-β yang dihasilkan dari proses hemostasis sebelumnya merangsang migrasi PMS dari pembuluh darah sekitar luka. Proses ini terjadi dalam 6‒8 jam pertama luka, di mana PMN pada lokasi luka akan mencapai jumlah maksimal dalam 24‒48 jam.[1,5,6]
Selain itu, makrofag ikut berperan dalam fagositosis debris luka. Makrofag mensekresikan berbagai faktor yang memengaruhi proses penyembuhan luka, termasuk TGF, berbagai sitokin dan interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF), and PDGF.[1,5,6]
Proliferasi
Proses proliferasi terdiri dari beberapa subfase, yaitu fibroplasia, deposisi matriks, angiogenesis, dan reepitelisasi. Fibroblast akan bermigrasi ke arah luka dan menghasilkan kolagen tipe I dan III. Fibroblast juga memproduksi fibronektin dan glikosaminoglikan (GAG), termasuk heparan sulfate, hyaluronic acid, chondroitin sulfate, dan keratan sulfate. GAG berikatan dengan protein dan berperan dalam deposisi matriks.[1,5,6]
Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru dari cabang pembuluh darah besar. Angiogenesis dirangsang oleh fibroblast growth factor (FGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Sementara, reepitelisasi terjadi akibat migrasi sel dari sekitar luka dan struktur adneksa. Epidermal growth factor memiliki peran penting dalam reepitelisasi.[1,5,6]
Remodelling
Luka akan terus mengalami perubahan yang disebut juga dengan remodelling. Luka juga akan mengalami kontraksi sebagai proses berkelanjutan akibat adanya proliferasi miofibroblast. Kekuatan tarik atau tensile strength maksimal dari luka biasanya tercapai dalam 12 minggu, di mana kekuatan tarik pada jaringan parut luka hanya mencapai 80% kekuatan tarik kulit sebelumnya.[1,5,6]
Tujuan Manajemen Luka
Berdasarkan tujuan penyembuhan luka, manajemen luka dapat terbagi menjadi primer, sekunder, dan tersier. Manajemen luka primer bertujuan untuk menutup luka dengan menyatukan tepi luka menggunakan jahitan, strip, atau perekat.
Manajemen luka sekunder bertujuan untuk memperbaiki kondisi luka dengan memaksimalkan lingkungan luka yang telah mengalami kontaminasi dan kehilangan jaringan, agar terbentuk granulasi, kontraksi, dan epitelisasi. Manajemen luka tersier bertujuan untuk mengurangi eksudat dan pembengkakan pada luka.[7-10]
Prinsip dan Tahapan Manajemen Luka
Prinsip manajemen luka adalah penilaian kondisi pasien dan luka, pembersihan luka, pertimbangan menutup luka, serta evaluasi dan aftercare. Jenis luka yang berbeda memerlukan manajemen yang berbeda pula. Terdapat beberapa jenis luka dengan mekanisme yang berbeda-beda, seperti luka lecet (abrasi), sayatan, laserasi, tusuk, gigitan, robek, bakar (suhu, kimia, listrik, atau radiasi), hingga luka kronik.[7-10]
Penilaian Pasien dan Luka
Penilaian terhadap pasien meliputi riwayat mekanisme terjadinya luka, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, hingga identifikasi faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka, seperti komorbiditas, gaya hidup, dan lokasi anatomis luka. Penilaian terhadap luka dapat dilakukan berdasarkan metode TIME, yaitu:
Tissue: dasar luka (jaringan granulasi sehat/tidak sehat, jaringan epitelisasi, jaringan nekrotik, eskar)
Infection/inflammation: infeksi (suspek/terkonfirmasi), bau (ada/tidak ada), nyeri (lokasi, frekuensi)
Moisture: eksudat (warna, tipe, ukuran)
Edge: ukuran luka (panjang, lebar, dalam), batas luka (perubahan warna, edema, eritema, maserasi), kulit sekitar luka (kering, rapuh, meradang) [7-12]
Pembersihan Luka
Pembersihan luka dapat dilakukan secara bersih maupun steril. Pembersihan luka secara bersih umumnya dilakukan pada sebagian besar jenis luka. Harus dihindari pembersihan luka dengan bahan yang dapat meninggalkan serat pada luka, misalnya kapas.
Sementara itu, pembersihan luka secara steril dapat dipertimbangkan pada pasien gangguan imunitas maupun luka yang menembus rongga tubuh steril. Irigasi pada pembersihan steril biasanya menggunakan cairan salin normal. Pada beberapa kasus, pembersihan luka diikuti dengan debridement, misalnya jika ada jaringan nekrotik.[7-10]
Menutup Luka
Penutupan luka perlu menggunakan wound dressing yang ideal, yaitu dapat dengan baik mengatur kelembaban luka, menjamin pertukaran gas, mengeliminasi eksudat berlebih, melindungi luka dari infeksi dan mikroorganisme, mengurangi nekrosis pada permukaan luka, dan memberi proteksi mekanik.
Selain itu, wound dressing yang ideal sebaiknya mudah diganti dan dilepaskan, biocompatible, biodegradable, elastis, tidak toksik, tidak menyebabkan nyeri pada luka, dan memiliki harga terjangkau.[2,3,7]
Evaluasi dan Aftercare
Setiap pasien dengan luka perlu mendapatkan rencana perawatan luka. Pada kondisi luka tertentu, penyembuhan luka total dapat tidak menjadi tujuan utama. Rencana perawatan luka perlu bersifat spesifik yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien, misalnya manajemen nyeri, bau, maupun eksudat.
Pasien perlu mendapatkan waktu kontrol untuk penilaian dan pemantauan proses penyembuhan luka. Manajemen luka dapat dianggap gagal bila target yang telah ditentukan tidak tercapai, misalnya penurunan luas luka hingga 40% dalam 6 minggu.[2,3,7]
Macam-Macam Penutup Luka
Wound dressing dapat terbagi berdasarkan fungsi klinis, bentuk fisik, dan jenis material. Berdasarkan fungsi klinisnya, wound dressing dapat berupa antimikroba, absorben, oklusif, perekat, dan debridement. Berdasarkan bentuk fisiknya, wound dressing dapat berupa salep, film, busa, dan gel. Berdasarkan materialnya, wound dressing dapat berasal dari hewani, herbal, dan sintetik.[2,3,7]
Tabel 1. Wound Dressing untuk Lingkungan Luka Lembab
Jenis | Bahan | Mekanisme Pembentukan Lingkungan Lembab | Tipe Luka yang Sesuai |
Film | Membran polimer semipermeabel dan transparan | Permeabilitas rendah terhadap air | Luka bakar ringan; luka split-thickness skin graft; luka postoperatif; abrasi dan laserasi ringan |
Foam | Polyurethane, polyethylene, atau silikon | Menyerap eksudat berlebih melalui lapisan hidrofilik | Luka yang menghasilkan banyak eksudat |
Hydrocolloid | Gelatin, pectin, dan carboxymethyl cellulose yang melekat pada film atau foam | Membentuk gel melalui kontak dengan cairan pada luka | Luka dangkal yang tidak banyak menghasilkan eksudat |
Hydrogel | Agarose, alginate, carboxymethyl cellulose, atau kolagen | Membawa molekul air ke luka | Ulkus kaki; ulkus dekubitus |
Alginate | Serat berbahan kalsium dan garam natrium asam alginat | Membentuk gel hidrofilik | Luka yang menghasilkan banyak eksudat |
Sumber: dr. Halomoan, 2024.[3]
Tujuan Menutup Luka
Menutup luka dengan wound dressing bertujuan untuk menjaga lingkungan luka yang lembab. Lingkungan lembab terbukti mempercepat penyembuhan luka daripada lingkungan kering. Tinjauan oleh Junker, et al menunjukkan lingkungan luka lembab lebih unggul pada aspek mikroskopik dan klinis.
Aspek mikroskopik pada studi ini berupa migrasi sel, proliferasi keratinosit dan fibroblast, aktivitas growth factor, angiogenesis, dan sintesis kolagen, yang semuanya berperan penting dalam mempercepat penyembuhan luka. Sementara, dari segi aspek klinis, lingkungan luka lembab memiliki insidensi nyeri yang lebih rendah dan estetika luka yang lebih baik.[2-4,7]
Mengurangi Nekrosis Jaringan
Studi juga telah menunjukkan bahwa lingkungan luka lembab pada luka bakar dapat mengurangi kehilangan jaringan akibat nekrosis dan kerusakan jaringan yang lebih berat. Luka bakar yang dijaga dalam lingkungan lembab membentuk jaringan eschar dan nekrosis jaringan yang lebih sedikit daripada lingkungan kering. Mempertahankan lingkungan lembab pada luka ditemukan dapat mengurangi nekrosis jaringan hingga 40%.[2-4,7]
Mengurangi Nyeri
Pengurangan nyeri juga menjadi manfaat dari lingkungan luka lembab. Lingkungan luka lembab mencegah nosiseptor yang telah rusak menjadi kering, sehingga rasa nyeri tidak seberat lingkungan luka kering. Selain itu, lingkungan luka basah menyebabkan wound dressing tidak menempel dengan erat pada permukaan luka, sehingga tidak menyebabkan nyeri saat diganti atau dilepas.[2-4,7]
Mengurangi Risiko Infeksi
Bila dibandingkan dengan lingkungan luka kering, lingkungan luka basah memiliki kandungan mikroba yang lebih rendah, sehingga risiko infeksi akan berkurang hingga 50% daripada lingkungan kering. Tidak hanya itu, jaringan eschar yang terbentuk pada lingkungan luka kering meningkatkan risiko terbentuknya biofilm bakteri, yang semakin meningkatkan risiko infeksi.[2-4,7]
Memilih Penutup Luka
Pemilihan penutup luka perlu mempertimbangkan fungsi klinis dan penerimaan dari pasien. Penutup luka sebaiknya tidak perlu sering diganti, terutama pada kondisi yang dapat menyulitkan aktivitas sehari-hari, misalnya mandi dan berpakaian. Penutup luka juga perlu memberikan kenyamanan dan mengikuti kontur lekuk kulit secara anatomis, tanpa mengurangi daya rekat pada kulit.[3,18,19]
Pada kondisi tertentu, kulit sekitar luka bersifat rapuh sehingga perekat penutup luka justru dapat menyebabkan medical adhesive-related skin injury (MARSI). Oleh karenanya, selain dapat merekat dengan baik, perekat pada luka sebaiknya mudah dilepaskan dan tidak meninggalkan bekas pada kulit. Selain itu, penutup luka juga perlu memiliki kemampuan menjaga kelembaban luka, pertukaran gas, dan menyerap kelebihan eksudat.[3,18-20]
Pemilihan penutup luka juga perlu mempertimbangkan ukuran luka, di mana sebaiknya sedikit lebih besar dari ukuran luka untuk memastikan luka tertutup dengan baik. Ukuran penutup luka juga perlu mempertimbangkan eksudat luka yang berlebih, sehingga membutuhkan ukuran yang lebih besar. Ukuran penutup luka dari bahan foam polyurethane dapat meningkat hingga 30% dari ukuran awal setelah menyerap eksudat berlebih pada luka.[3,18,19]
Kesimpulan
Menutup luka merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan luka yang lembab. Lingkungan luka lembab terbukti mempercepat penyembuhan luka, di mana aspek mikroskopik dan klinis luka yang menunjang penyembuhan luka ditemukan lebih baik pada lingkungan luka lembab daripada lingkungan kering.
Penting untuk memilih jenis dan ukuran penutup luka yang sesuai. Untuk luka sayat, luka gores dan luka pasca operasi, dianjurkan untuk memilih penutup yang steril, kedap air, melekat kuat meskipun sudah bersentuhan dengan air, dan memiliki bantalan yang tidak menempel pada luka. Sementara untuk kulit sensitif, sebaiknya menggunakan penutup yang ekstra ramah di kulit, teruji secara dermatologi, serta melekat kuat dan tanpa bekas saat dilepas.