Diagnosis Acne Vulgaris
Diagnosis acne vulgaris atau jerawat dapat ditegakkan melalui anamnesis perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik klinis. Namun, dalam beberapa kasus, dokter mungkin perlu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyakit dasar.
Anamnesis
Dari anamnesis, pasien umumnya mengeluhkan jerawat di wajah, punggung, atau dada yang dapat disertai gejala lokal seperti nyeri dan kemerahan. Umumnya, acne vulgaris tidak mengakibatkan keluhan sistemik. Namun, pada kasus yang langka, acne vulgaris dapat memburuk menjadi acne conglobata, yakni jerawat dengan lesi nodulokistik dan abses yang saling berhubungan.
Kasus juga bisa berkembang menjadi acne fulminans yang disertai gejala sistemik berupa demam, nyeri sendi, dan malaise. Selain itu, pasien mungkin memiliki keluhan psikologis terlepas dari derajat keparahan acne yang dialami.[2,6]
Dokter perlu mempertimbangkan penyakit lain yang mungkin menjadi penyebab dasar acne vulgaris. Pasien sindrom ovarium polikistik (PCOS) sering datang ke dokter kulit akibat keluhan jerawat. Mengingat komplikasi jangka panjang PCOS adalah obesitas, infertilitas, dan keganasan, diagnosis PCOS sebagai penyebab dasar jerawat perlu dipertimbangkan pada pasien wanita dewasa dengan jerawat derajat sedang hingga berat, yang refrakter terhadap terapi konvensional.[2]
Dokter perlu menanyakan riwayat menstruasi pada pasien wanita dengan jerawat. Riwayat oligomenorrhea (<9 kali menstruasi dalam setahun) atau amenorrhea selama >3 bulan akan meningkatkan kecurigaan ke arah PCOS.[2]
Pemeriksaan Fisik
Jerawat dapat muncul dengan tingkat keparahan beragam. Lesi jerawat bervariasi berupa komedo, papul, pustul, kista, atau nodul. Papul adalah elevasi kulit berukuran kecil yang biasanya berwarna merah. Sementara itu, pustul tampak menyerupai papul tetapi memiliki kantong pus di tengahnya. Nodul dan kista adalah adalah benjolan nyeri yang berukuran lebih besar, biasanya >5 mm.[9]
Ada dua tipe komedo, yakni tipe terbuka dan tertutup. Komedo terbuka disebabkan oleh penyumbatan muara pilosebasea oleh sebum di permukaan kulit, sedangkan komedo tertutup disebabkan oleh penyumbatan keratin dan sebum di bawah permukaan kulit. Dokter mungkin menemukan bekas jerawat berupa depressed scars atau bekas luka hipertrofik dan keloid.[1,6]
Pasien dengan jerawat persisten yang memiliki tanda-tanda hiperandrogenisme pada anamnesis (menstruasi tidak teratur) dan pemeriksaan fisik (hirsutisme, kenaikan berat badan, dan acanthosis nigricans) perlu dievaluasi lebih lanjut untuk mencari tahu ada tidaknya gangguan endokrin yang mendasari, seperti PCOS.[1,6]
Di Indonesia, klasifikasi jerawat yang umumnya digunakan untuk diagnosis dan terapi adalah klasifikasi menurut Lehmann et al. seperti pada tabel di bawah.[5]
Tabel 1. Rekomendasi Acne Grading Indonesian Acne Expert Meeting
Derajat | Kriteria | |||
Komedo | Pustul | Kista | Total | |
Ringan | <20 | <15 | 0 | <30 |
Sedang | 20–100 | 15–50 | <5 | 30–125 |
Berat | >100 | >50 | >5 | >125 |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2021[5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding jerawat atau acne vulgaris adalah erupsi akneiformis, yakni lesi acne-like seperti papulonodul, pustul, dan kista. Umumnya erupsi akneiformis tidak memiliki komedo, yang merupakan faktor pembedanya dengan jerawat. Bentuk erupsi akneiformis yang akan dibahas di artikel ini adalah rosacea, jerawat akibat penggunaan steroid, dan folikulitis Gram-negatif.
Rosacea
Seperti jerawat, rosacea dapat muncul di wajah dengan lesi papulopustular. Akan tetapi, pasien juga bisa mengalami facial flushing dan telangiektasis. Rosacea tidak menimbulkan komedo seperti jerawat. Rosacea lebih umum dijumpai pada populasi kulit putih dan wanita dewasa usia 30–40 tahun. Cuaca ekstrem, makanan pedas, alkohol, dan kutu Demodex folliculorum dapat memicu dan memperparah rosacea.[10]
Jerawat Akibat Penggunaan Steroid
Jerawat akibat steroid (steroid acne) menimbulkan lesi papulopustular monoform yang terutama berlokasi di batang tubuh dan ekstremitas (jarang timbul di wajah). Steroid acne muncul setelah pemberian kortikosteroid, baik oral maupun intravena.
Kortikosteroid topikal juga dapat menimbulkan erupsi akneiformis di area kulit tempat obat diaplikasikan atau di sekitar hidung dan mulut setelah pemberian kortikosteroid inhalasi. Steroid acne umumnya sembuh sendiri setelah penghentian kortikosteroid dan dapat merespons tata laksana jerawat (acne vulgaris) pada umumnya.[10]
Folikulitis Gram-Negatif
Folikulitis Gram-negatif adalah erupsi papulopustular persisten yang dapat merupakan komplikasi pada pasien rosacea atau jerawat yang mendapat terapi antibiotik oral, terutama kelas tetrasiklin. Hal ini dikarenakan kelas tetrasiklin dapat mengubah flora normal kulit dan mendorong pertumbuhan organisme Gram-negatif di wajah. Folikulitis Gram-negatif dapat juga dijumpai pada pasien HIV atau pasien dengan riwayat paparan hot tub, seperti di kolam spa dan jacuzzi.[1,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada jerawat (acne vulgaris) tidak selalu diperlukan kecuali pada kondisi tertentu seperti suspek PCOS atau kasus jerawat yang tidak membaik setelah terapi antibiotik.
Pemeriksaan Endokrin
PCOS perlu dicurigai pada pasien jerawat wanita dengan oligomenorrhea, hirsutisme, dan/atau acanthosis nigricans. Pada suspek PCOS, dokter bisa melakukan beberapa pemeriksaan endokrin, yakni tes testosteron, dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS), androstenedione, luteinizing hormone (LH), dan follicle-stimulating hormone (FSH). Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan terkait lain seperti profil lipid, gula darah, dan insulin.[1,2]
Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi berupa kultur lesi kulit dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding folikulitis Gram-negatif atau folikulitis Staphylococcus aureus jika pasien tidak merespons terapi antibiotik jangka panjang.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Athieqah Asy Syahidah
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari