Pendahuluan Pemfigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris termasuk penyakit autoimun kronik intraepitel yang melibatkan permukaan kulit dan membran mukosa, seperti konjungtiva, oral, nasofaring, dan esofagus. Pemfigus vulgaris ditandai dengan adanya lepuh pada kulit dan mukosa, di mana kondisi ini merupakan bentuk pemfigus yang paling umum terjadi.[1-5]
Etiologi pemfigus vulgaris adalah kondisi autoimun yang menyebabkan produksi autoantibodi terhadap desmogleins 1 (Dsg1) dan 3 (Dsg3). Risiko pemfigus vulgaris dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, termasuk diet, stres, infeksi virus, obat-obatan, terapi radiasi, atau alergen.[1,3,4,6]
Sebagian besar kasus pemfigus vulgaris muncul sebagai lesi ora. Hampir semua kasus memiliki lesi mukosa pada beberapa titik, sebelum berkembangnya lesi kulit.[2,4,5]
Diagnosis pemfigus vulgaris ditegakkan melalui temuan klinis, diikuti pemeriksaan imunofluoresensi. Baku emas diagnosis pemfigus vulgaris adalah temuan autoantibodi atau komponen komplemen 3 melalui imunofluoresensi langsung mikroskopik dari biopsi perilesi.[1,3,5]
Penatalaksanaan pemfigus vulgaris bertujuan untuk mengurangi autoantibodi, gejala, dan menentukan dosis minimal yang diperlukan dalam penggunaan terapi imunosupresi jangka panjang. Tanpa terapi, mortalitas pemfigus vulgaris berkisar 60‒90%, akibat komplikasi berat, seperti sepsis, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, gangguan termoregulasi, gagal jantung, dan gagal ginjal. Terapi kortikosteroid dan adjuvan dapat menurunkan mortalitas hingga +10%.[1-3,7]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini