Pendahuluan Selulitis
Selulitis adalah infeksi kulit akut yang melibatkan epidermis atau dermis, tanpa disertai abses, drainase purulen, atau ulserasi. Selulitis menimbulkan gejala seperti kemerahan, bengkak, dan nyeri pada kulit. Selulitis merupakan salah satu jenis pioderma tipe profunda, yang umumnya disebabkan oleh bakteri piogenik S. aureus dan S. pyogenes.[1-3]
Selulitis memiliki presentasi klinis berupa rubor, dolor, tumor, dan kalor pada kulit. Selain itu, dapat ditemukan pula portal of entry patogen pada kulit, seperti ulkus atau lesi dermatitis. Lesi pada selulitis memiliki batas yang tidak jelas dan biasanya tidak menonjol.
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis selulitis. Kultur pus dan darah, serta pemeriksaan radiologi seperti MRI dan CT-Scan, tidak dilakukan kecuali pada kondisi khusus, misalnya terdapat kecurigaan adanya komplikasi seperti necrotizing fasciitis. USG dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding deep vein thrombosis.[2]
Penatalaksanaan selulitis dapat dilakukan menggunakan antibiotik berdasarkan organisme penyebab selulitis. Antibiotik golongan beta-laktam seperti penicillin G, nafcillin, dan dicloxacillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, kecuali terdapat alergi atau resistensi penicillin. Pada pasien dengan alergi penicillin, alternatif yang dapat diberikan adalah sefalosporin seperti cefazolin, atau makrolida seperti erithromycin. Durasi pemberian terapi adalah 5-10 hari pada pasien tanpa gangguan imun.
Terdapat kontroversi mengenai cara pemberian antibiotik pada kasus selulitis. Pada umumnya, pasien selulitis derajat ringan dapat dianjurkan untuk rawat jalan, sedangkan kasus lebih berat mungkin memerlukan antibiotik intravena. Tindakan pembedahan berupa debridemen dapat dilakukan pada kasus-kasus selulitis yang mengalami komplikasi, misalnya necrotizing fasciitis.[2-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta