Edukasi dan Promosi Kesehatan Tinea Corporis
Edukasi dan promosi kesehatan harus dilakukan pada pasien dengan tinea corporis untuk menghindari infeksi berulang dan penyebaran ke orang lain. Edukasi berfokus pada penggunaan alat dan kebersihan secara personal. Manfaat penggunaan antifungal profilaksis masih menjadi perdebatan.[1-3,6,8]
Edukasi Pasien
Pasien dengan tinea corporis harus diedukasi untuk menghindari faktor risiko agar tidak terjadi rekurensi setelah pasien sembuh. Hal yang dapat dilakukan untuk menghindari tinea corporis antara lain:
- Jangan meminjam atau meminjamkan handuk, pakaian, atau alat olahraga pada orang lain
- Mandi menggunakan sabun dan sampo setelah melakukan olahraga dengan kontak fisik
- Hindari penggunaan pakaian yang terlalu ketat
- Tubuh harus kering sempurna setelah mandi
- Bawa hewan peliharaan ke dokter hewan apabila terdapat kelainan seperti bulu rontok berbentuk patches
- Segera bawa keluarga ke dokter apabila dicurigai terinfeksi dermatofit
- Apabila tidak ada perubahan setelah diberikan antifungal topikal, segera konsultasi dengan dokter
Pada atlet, dermatofitosis lebih banyak terjadi akibat seringnya terjadi sentuhan pada tubuh. Atlet dapat menghindari dermatofitosis dengan cara:
- Jangan saling menggunakan handuk, alat olahraga, botol minum, klip, dan pisau cukur
- Setelah olahraga, atlet harus mandi dengan sabun antibakteri dan air
- Jangan mencukur rambut pada tubuh atlet
- Dilakukan disinfeksi pada alat-alat olahraga setiap hari
- Atlet yang memiliki luka terbuka dan goresan jangan menggunakan kolam untuk mandi
Penderita obesitas dan hiperhidrosis dianjurkan menggunakan bedak sebagai penyerap untuk menghindari kulit lembab. Pasien juga perlu sering mengganti pakaian, dan menurunkan berat badan.[1-3,6,8]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Manfaat pemberian antifungal profilaksis pada tinea corporis masih menuai perdebatan. Meski ada beberapa studi kecil yang menunjukkan bahwa penggunaan sampo ketoconazole atau clotrimazole sebagai profilaksis untuk dermatofitosis dapat mengurangi angka kekambuhan secara signifikan, tetapi banyak juga studi yang menunjukkan bahwa pengendalian faktor risiko saja sudah cukup mencegah kekambuhan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait hal ini.[1-3,6,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta