Pendahuluan Skleroderma
Skleroderma merupakan suatu penyakit autoimun kronis pada jaringan ikat yang melibatkan kulit dan organ internal. Penyakit ini ditandai dengan adanya respon imun yang menyimpang, kerusakan pembuluh darah, serta deposisi dari kolagen dan fibrosis yang berlebihan.[1,2]
Skleroderma terbagi menjadi dua berdasarkan target organnya, yakni lokal dan sistemik. Pada skleroderma lokal, kulit merupakan sistem organ utama yang terlibat; otot dan tulang mungkin saja bisa terlibat. Pada skleroderma sistemik, sistem-sistem organ yang terlibat adalahi saluran cerna, jantung, paru-paru dan ginjal. Penyebab dari skleroderma masih belum diketahui secara pasti.[1,2]
Pendekatan dalam menegakkan diagnosis skleroderma disesuaikan dengan tipenya. Pada skleroderma lokal, pasien biasanya memiliki keluhan pada area kulit seperti edema, indurasi, sklerotik dan atrofik. Sementara itu, pada skleroderma sistemik, keluhan yang dialami oleh pasien bergantung pada sistem organ yang terpengaruh, bisa berupa keluhan pada kulit, fenomena Raynaud, gangguan paru-paru, saluran cerna, gangguan jantung, gangguan ginjal, dan gangguan muskuloskeletal.[1,3]
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan juga disesuaikan dengan kondisi dan keluhan yang dialami pasien dan keterlibatan organ. Tata laksana pada skleroderma secara garis besar menangani inflamasi, fibrosis, dan disfungsi dari vaskular, yang terdiri dari regimen topikal maupun sistemik. Terapi sistemik dapat berupa pemberian glukokortikoid, imunosupresan, agen biologis, small molecule compounds, dan transplan sel punca hematopoietik. Sementara itu, terapi lokal dapat berupa penggunaan imunomodulator lokal, fototerapi, fat grafting, dan operasi.[1-3]