Penatalaksanaan Diabetes Insipidus
Penatalaksanaan diabetes insipidus melibatkan penggantian cairan untuk mencegah dehidrasi, serta pemberian medikamentosa, seperti desmopressin, carbamazepine, dan indomethacin. Beberapa kasus central diabetes insipidus dapat dikontrol dengan diet rendah natrium. Pengawasan pada penderita diabetes insipidus perlu dilakukan terkait kemungkinan terjadinya retensi cairan dan hiponatremia.[2,3]
Terapi Cairan
Pasien diabetes insipidus umumnya mampu minum cairan per oral untuk menggantikan cairan yang hilang. Apabila kebutuhan cairan tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi cairan per oral atau ditemukan hipernatremia, pertimbangkan pemberian cairan dekstrosa atau cairan intravena yang bersifat hipoosmolar terhadap serum pasien
Untuk menghindari hiperglikemia, kelebihan cairan, dan koreksi hipernatremia yang terlalu cepat, terapi cairan diberikan dengan kecepatan tidak melebihi 500–750 mL/jam.[2,3]
Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa pilihan untuk cranial diabetes insipidus adalah desmopressin, yang merupakan analog sintetis hormon vasopressin (AVP). Dosis desmopressin oral dan sublingual adalah 0,1–0,2 mg. Dosis semprotan intranasal adalah 10–20 mikrogram, dan dosis injeksi intramuskular atau intravena adalah 1–2 mikrogram.[3,13]
Alternatif terapi desmopressin adalah AVP sintesis, chlorpropamide, carbamazepine, dan indomethacin. Karena efek sampingnya yang banyak, carbamazepine jarang digunakan. Indomethacin boleh dipakai jika tidak ada pilihan obat lain. Walaupun demikian, secara umum, pasien dengan cranial diabetes insipidus (CDI) berespon baik terhadap pemberian desmopressin.[2]
Tata laksana pada nephrogenic diabetes insipidus (NDI) kongenital lebih difokuskan pada pengurangan gejala, daripada penyembuhan penyakit secara total. Sedangkan, pada NDI didapat, terapi ditargetkan pada penyebab yang mendasari seperti menghilangkan obstruksi urin atau penghentian terapi lithium.[4]
Terapi lain yang dapat digunakan adalah menggunakan diuretik thiazide. Fungsinya adalah menghambat kotranspor NaCL pada tubulus distal ginjal. Hambatan kotranspor NaCL mengakibatkan penurunan natrium, sehingga terjadi penurunan glomerular filtration rate (GFR) dan peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubulus proksimal.[7]
Terapi Non Medikamentosa
Central diabetes insipidus dengan gejala poliuria dan nokturia ringan hingga sedang dapat dikontrol dengan diet rendah natrium, jika pasien dapat mematuhi diet yang diberikan. Diet rendah natrium berguna untuk menurunkan urine output pasien. Namun, seringkali tata laksana diet rendah natrium juga disertai dengan memberikan obat-obatan, misalnya thiazide atau desmopressin.[17]
Diabetes Insipidus pada Bayi dan Anak-anak
Tata laksana central diabetes insipidus (CDI) pada bayi dan anak kecil cukup sulit. Berbagai sediaan desmopressin memiliki masa kerja yang bervariasi, sehingga pemberian desmopressin dosis oral dan nasal yang tepat terkadang sulit dicapai. Selain itu, kebutuhan kalori bayi sebagian besar dipenuhi dengan cairan, sehingga dosis desmopressin yang salah membuat bayi berisiko mengalami hiponatremia dan kejang.
Selain itu, bayi tidak dapat mengungkapkan rasa haus, serta terkadang sulit untuk mengukur urine output bayi. Terapi pilihan pada kelompok pasien ini adalah dengan menggunakan diet rendah natrium, yaitu rendah garam dan protein, serta kombinasi bersama diuretik thiazide. Kombinasi terapi akan menurunkan urine output dan rasa haus.
Jika meresepkan desmopressin, lakukan pemantauan terhadap konsentrasi serum natrium dan berat badan, untuk mewaspadai terjadinya hipernatremia. Serum natrium sebaiknya diukur 1–2 hari setelah pemberian desmopressin dosis pertama, atau setelah dilakukan penyesuaian dosis.[15-19]
Pengawasan
Lakukan pemantauan terkait retensi cairan dan hiponatremia selama terapi inisial. Awasi asupan cairan, serta frekuensi dan volume buang air kecil. Pantau juga rasa haus pasien, kadar natrium serum, dan volume urine 24 jam. Minta pasien untuk datang kontrol setiap 6–12 bulan.[2]
Pada pasien postoperatif pituitari, lakukan urinalisis untuk mengetahui berat jenis urin, terutama sebelum memberikan desmopressin. Jika terjadi diabetes insipidus, berikan desmopressin setiap 12–24 jam, diimbangi dengan pemberian cairan yang cukup. Pengambilan darah secara berkala untuk menilai kadar elektrolit juga perlu dilakukan.[2,6]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra