Patofisiologi Hipoglikemia
Patofisiologi hipoglikemia melibatkan penurunan kadar gula darah di bawah ambang normal, yakni 70 mg/dl. Penurunan glukosa plasma akan disusul oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, yang merangsang peningkatan glukoneogenesis renal atau hepatik dan glikogenolisis hepatik.
Proses glikogenolisis dapat mempertahankan kadar serum glukosa normal hingga 8 sampai 12 jam hingga cadangan glikogen habis. Selanjutnya, peran mempertahankan euglikemia akan lebih didominasi oleh proses glukoneogenesis hepatik. Mekanisme kontra regulasi tambahan akan diaktivasi apabila penurunan kadar glukosa hingga berada di bawah kadar fisiologis normal glukosa serum.
Mekanisme kontra regulasi tersebut antara lain, sekresi glukagon oleh sel alfa pankreas. Apabila sekresi glukagon juga gagal menghasilkan euglikemia, maka epinefrin adrenomedular akan disekresikan. Apabila mekanisme kontra regulasi tersebut juga gagal mencapai euglikemia, maka mekanisme kontra regulasi selanjutnya yang akan aktif adalah pelepasan hormon pertumbuhan dan kortisol.[1,4]
Respon Neurohumoral terhadap Hipoglikemia
Ketika hipoglikemia terjadi, respon awal untuk melawan kondisi tersebut adalah penurunan sekresi insulin dari pankreas. Lalu, produksi glukagon oleh pankreas akan meningkat.
Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukagon akan terdeteksi oleh hati dan direspon dengan peningkatan glikogenolisis serta glukoneogenesis. Selanjutnya, epinefrin akan dihasilkan semakin banyak oleh kelenjar adrenal dan menimbulkan berbagai efek terhadap sel otot, lemak, dan ginjal untuk menurunkan pengeluaran glukosa dari tubuh.
Apabila defisiensi glukagon terjadi, maka epinefrin akan meningkat. Kelenjar adrenal dan sistem saraf perifer yang mendeteksi hipoglikemia akan memicu respon otonom yang diperantarai neurotransmiter, seperti asetilkolin dan norepinefrin. Asetilkolin merangsang rasa lapar dan diaforesis, sedangkan norepinefrin memicu tremor dan palpitasi.
Selain itu, hormon pertumbuhan dan kortisol juga dapat membantu dalam meningkatkan pembentukan glukosa melalui peningkatan glukoneogenesis. Keduanya juga dapat menghambat ambilan glukosa perifer yang dirangsang oleh insulin serta meningkatkan lipolisis dan proteolisis.[1,2,4]
Gangguan Respon Kontra regulasi pada Hipoglikemia
Hipoglikemia timbul jika terjadi gangguan pada respon normal yang sudah disebutkan di atas.
Kegagalan Otonom Imbas Hipoglikemia (Hypoglycemia-Associated Autonomic Failure/HAAF)
Pada beberapa penyakit, gangguan respon kontra regulasi terhadap hipoglikemia menjadi dasar kejadian hipoglikemia simptomatik yang tidak mampu dilawan mekanisme pertahanan tubuh. Sebagai contoh, pada pasien dengan diabetes melitus tipe 1 (T1DM) dan tipe 2 (T2DM) kronik terdapat defisiensi insulin kritis sehingga pertahanan pertama terhadap hipoglikemia telah hilang.
Seiring perjalanan penyakit diabetes yang bertambah berat, kemampuan pelepasan glukagon dalam merespon hipoglikemia juga menurun. Beberapa teori yang diduga mendasari hilangnya kedua respon primer terhadap hipoglikemia ini antara lain kegagalan mekanisme deaktivasi sel beta pankreas, disfungsi sistem saraf otonom, dan defek pada jaras persinyalan di sel alfa pankreas.[1,2,4]
Mekanisme Seluler dan Molekuler HAAF
Beberapa kemungkinan mekanisme seluler dan molekuler yang memicu kejadian HAAF telah dipelajari. Hipoglikemia berulang dikatakan akan meningkatkan ambilan glukosa di otak pada individu sehat maupun dengan T1DM, sehingga menurunkan rangsangan terhadap respon neuroendokrin kontra regulasi pada episode hipoglikemia berikutnya. Tetapi hipotesis ini masih menuai perdebatan.[1,2,4]
Efek Tidur dan Latihan Fisik terhadap Hipoglikemia
Tidur dan latihan fisik diketahui dapat menimbulkan manifestasi HAAF. Pada pasien T1DM, respon epinefrin menurun hingga 70% pada hipoglikemia nokturnal. Selain itu, pasien dengan T1DM menjadi lebih sulit untuk bangun dari tidur dibandingkan individu yang sehat ketika mengalami suatu hipoglikemia dengan glukosa plasma < 40 mg/dl.]
Selain itu, hipoglikemia juga dapat terjadi selama dan setelah latihan fisik. Terdapat bukti yang mengindikasikan adanya hubungan siklik antara latihan fisik dan hipoglikemia yang saling menumpulkan respon saraf otonom terhadap stres. Dengan kata lain, latihan fisik dapat menumpulkan respon saraf otonom pada kondisi hipoglikemia, dan sebaliknya.[1,2,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita