Pendahuluan Abses Perianal
Abses perianal merupakan kumpulan pus pada jaringan lunak di sekitar rektum dan anus. Abses pada perianal merupakan jenis abses anorektal yang paling banyak terjadi, mencakup hampir 60% kasus. Kondisi ini lebih banyak terjadi pada laki-laki, dibanding perempuan, dengan onset usia sekitar 40 tahun.[1–3]
Sebagian besar abses perianal terjadi akibat infeksi epitel kriptoglandular yang ada pada kanal anal. Abses juga dapat terjadi karena inflammatory bowel disease, misalnya Crohn’s disease, atau disebabkan oleh trauma dan keganasan. Faktor risiko terjadinya abses perianal, antara lain diabetes mellitus tipe 2, obesitas, serta riwayat merokok.[1–3]
Diagnosis abses perianal dapat ditegakkan melalui anamnesis adanya nyeri dan bengkak pada regio perianal, yang terkadang disertai dengan pus dan darah yang mengalir keluar apabila abses pecah spontan. Pada pemeriksaan fisik, dapat tampak adanya eritema dan fluktuasi pada kulit regio perianal. Jika eritema sangat luas, dokter perlu mencurigai adanya selulitis.[2,4]
Tata laksana abses perianal adalah dengan melakukan insisi dan drainase. Setelah drainase dilakukan, pasien dapat diberikan analgesik, misalnya kombinasi kodein dan paracetamol. Pemberian antibiotik tidak rutin dilakukan pada pasien imunokompeten. Namun, antibiotik diindikasikan bagi pasien dengan gangguan sistem imun, misalnya akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV).[2,4]
Prognosis abses perianal secara umum adalah baik, terutama jika drainase dilakukan dengan adekuat. Namun, sekitar 10% pasien dapat mengalami rekurensi abses. Prognosis akan lebih buruk apabila ditemukan komplikasi, seperti fistula ani, inkontinensia alvi, atau sepsis. Selain itu, prognosis yang kurang baik juga didapatkan pada pasien dengan gangguan sistem imun.[3,4]
Edukasi bagi pasien abses perianal diberikan mengenai perawatan pascainsisi. Pasien disarankan untuk mengonsumsi laksatif, misalnya laktulosa, guna mencegah terjadinya konstipasi. Pada pasien yang diberikan antibiotik, misalnya ampicillin atau clindamycin, penggunaan antibiotik harus sesuai petunjuk dokter untuk menghindari resistensi antibiotik.[2–4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra