Patofisiologi Akalasia
Patofisiologi akalasia atau achalasia melibatkan degenerasi sel ganglia esofagus yang membuat hilangnya neuron inhibitorik pada lapisan otot esofagus. Ketidakseimbangan neuron inhibitorik dan eksitatorik yang mengatur gerakan peristaltik dan penutupan sfingter esofagus bawah juga berperan dalam patofisiologi akalasia.[1,4]
Degenerasi Sel Ganglia Esofagus
Patofisiologi akalasia berkaitan dengan hilangnya fungsi sel ganglia pleksus myenteric pada esofagus bagian distal dan sfingter esofagus bawah (lower esophageal sphincter atau LES). Degenerasi neural yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor autoimun, genetik, dan viral. Inflamasi di esofagus meningkatkan produksi sel limfosit T dan menginfiltrasi sel ganglia, sehingga menyebabkan kerusakan.[1,4]
Gambaran histopatologis abnormal ditemukan pada pleksus Auerbach yang terletak di esofagus. Sel ganglia tidak ditemukan pada esofagus bagian distal pada pasien dengan akalasia. Selain itu, pada mukosa esofagus distal dan LES, ditemukan infiltrasi sel T limfosit, sel mast, sel plasma, dan sel eosinofil. Hubungan sel inflamasi dan kerusakan neuron hingga saat ini masih belum dapat dipastikan apakah bersifat sebab-akibat.[1,2]
Ketidakseimbangan Neurotransmitter Eksitatorik dan Inhibitorik Esofagus
Degenerasi sel ganglia menyebabkan disfungsi neuron inhibitorik di bagian esofagus distal dan sfingter bawah esofagus. Sel neuron tersebut menggunakan nitric oxide dan vasoactive intestinal peptide sebagai neurotransmitter.[2,4]
Disfungsi sel neuron mengakibatkan ketidakseimbangan antara kerja neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik. Ketidakseimbangan ini menyebabkan gangguan relaksasi sfingter esofagus bawah, hiperkontraktilitas esofagus bagian distal, dan gangguan kontraksi di esofagus distal. Gangguan kontraktilitas esofagus ini akan berjalan secara progresif dan menyebabkan hilangnya motilitas esofagus.[4]
Abnormalitas pada Lapisan Otot dan Dilatasi Esofagus
Sel inflamasi yang ditemukan pada pleksus Auerbach diyakini menyebar ke lapisan otot di sekitarnya, sehingga juga menyebabkan kerusakan lapisan otot tersebut. Perubahan struktural lapisan otot kemudian menyebabkan dilatasi esofagus.[2-4]
Dilatasi esofagus termasuk dalam penyakit derajat akhir dan derajat keparahan tinggi, yang dihasilkan dari kerusakan yang terjadi secara gradual. Hal ini juga menyebabkan komplikasi gizi yang disebabkan oleh stasis makanan dan regurgitasi makanan.[2-4]
Hipertrofi otot juga didapatkan pada esofagus, yang disebabkan kontraksi berlebih pada esofagus untuk mengkompensasi obstruksi sfingter yang terjadi. Hipertrofi otot juga umumnya disertai dengan degenerasi, fibrosis, dan eosinofilia.[2,3]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur