Diagnosis Kolitis Ulseratif
Diagnosis kolitis ulseratif menurut American College of Gastroenterology bila pasien yang datang dengan gejala diare berdarah persisten, urgensi rektal, atau tenesmus sudah terkonfirmasi dengan biopsi.
Diagnosis mengarah pada kolitis ulseratif apabila hasil pemeriksaan feses membuktikan tidak adanya patogen penyebab, dan terdapat gambaran mukosa kolon yang edema, ulkus, peningkatan friabilitas dan granularitas pada sigmoidoskopi atau kolonoskopi.
Diagnosis tegak setelah terdapat abses berkripta dengan sel inflamatorik pada lamina propria pada biopsi.[23]
Anamnesis
Pada perjalanan penyakit, umumnya gejala terjadi hilang timbul dengan pola remisi dan eksaserbasi. Pasien dengan kolitis ulseratif pada umumnya datang dengan keluhan diare berdarah persisten disertai mukus sebagai gejala awal. Diare umumnya terjadi nokturnal dan/atau setelah makan.[2,4,15]
Pasien juga akan mengeluhkan nyeri perut, urgensi, tenesmus, demam bila kasus berat, penurunan berat badan, malaise serta penurunan nafsu makan. Pada pasien dengan proktitis, obstipasi atau konstipasi berat dapat menjadi gejala awal yang dikeluhkan. Pada pasien dengan gejala berat maka feses akan menjadi cair dan bercampur dengan darah dan pus.[2,4,15]
Manifestasi gejala ekstraintestinal yang dapat terjadi yaitu :
- Kulit: Erythema nodosum, pyoderma gangrenosum
- Mulut: Ulkus aftosa
- Mata: konjungtivitis, iritis, uveitis
- Sendi dan tulang: arthralgia, arthritis, ankylosing spondylitis
- Hepar: Fatty liver, hepatitis
- Empedu: perikolangitis primer, sclerosing cholangitis
- Pankreas: Pankreatitis[15]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan kolitis ulseratif akan ditemukan nyeri tekan pada lubang anus serta darah pada pemeriksaan rektal. Pada derajat penyakit yang sudah berat juga dapat terjadi nyeri tekan pada palpasi area abdomen yang terdapat kolon.[15]
Tingkat Perluasan dan Keparahan Kolitis Ulseratif
Klasifikasi Montreal membagi kolitis ulseratif berdasarkan derajat perluasan/extension (E), dan derajat keparahan/severity (S).[16]
Derajat perluasan
Derajat perluasan/extension (E) dari kolitis ulseratif dapat dibagi menjadi:
- E1(Proktitis ulseratif): inflamasi terbatas pada rektum
- E2 (Kolitis ulseratif sisi kiri atau distal): inflamasi meluas sampai ke kolon sigmoid dan/atau kolon descenden
- E3 (Pankolitis): inflamasi meluas sampai ke kolon transversum dan/atau kolon asenden[16]
Derajat Keparahan
Derajat keparahan/severity (S) dapat secara sederhana diklasifikasikan sebagai berikut:
- S0 (remisi): asimtomatik
- S1 (ringan): defekasi <4 kali sehari, dengan atau tanpa darah, tidak adanya gejala sistemik, dan penanda inflamasi normal
- S2 (sedang): defekasi sebanyak 4 kali sehari disertai gejala toksisitas sistemik yang minimal
- S3 (berat): defekasi >6 kali disertai setidaknya satu gejala toksisitas sistemik, yaitu anemia < 10.5 g/dL, nadi >90 kali/menit, demam, atau erythrocyte sedimentation rate (ESR) >30 mm/jam[16]
Diagnosis Banding
Gejala gangguan intestinal serta pemeriksaan fisik dari kolitis ulseratif sering kali sulit dibedakan dengan penyakit saluran pencernaan lainnya, seperti Crohn’s disease dan infeksi usus.
Penyakit Crohn
Crohn’s disease termasuk ke dalam kelompok penyakit inflammatory bowel disease (IBD). Keduanya memiliki gejala yang serupa namun terdapat perbedaan lokasi inflamasi. Kolitis ulseratif hanya menyerang rektum dan kolon sedangkan penyakit Crohn dapat menyerang seluruh bagian saluran cerna.
Perbedaan lain adalah pada kolitis ulseratif, terjadi perluasan area inflamasi secara kontinu, sedangkan pada penyakit Crohn inflamasi umumnya hanya terjadi pada area spesifik tertentu saja. Perbedaan kedua penyakit ini dapat dilihat pada Tabel 1[14,15]
Tabel 1. Perbedaan Kolitis Ulseratif dengan Penyakit Crohn
Perbedaan | Kolitis Ulseratif | Penyakit Crohn |
Gejala Klinis | ||
Darah yang banyak pada feses | Ya | Terkadang |
Mukus | Ya | Terkadang |
Gejala sistemik | Terkadang | Sering kali |
Nyeri | Terkadang | Sering kali |
Massa abdomen | Jarang | Ya |
Penyakit perineal yang signifikan | Tidak | Sering kali |
Fistula | Tidak | Ya |
Obstruksi usus halus | Tidak | Sering kali |
Obstruksi kolon | Jarang | Sering kali |
Respons terhadap antibiotik | Tidak | Ya |
Rekurensi setelah pembedahan | Tidak | Ya |
Pemeriksaan Endoskopi | ||
Perdarahan | Ya | Terkadang |
Mukus / Pus | Ya | Sedikit |
Penyakit kontinu | Ya | Terkadang |
Cobblestoning | Tidak | Ya |
Ulkus fisura dan lokal | Terkadang | Ya |
Granularitas | Tidak | Terkadang |
Sumber: dr. Catherine Renatan, 2019.[14-17]
Infeksi Usus
Infeksi pada kolon ataupun usus halus dapat memberikan gejala yang mirip dengan ulseratif kolitis. Diare berdarah yang merupakan gejala awal yang paling sering terjadi dapat juga timbul pada infeksi akibat bakteri seperti Shigellosis sp, Salmonella sp, dan enterohemorrhagic, enteroinvasive, dan enteroadherent E. coli; infeksi viral oleh cytomegalovirus, dan infeksi protozoa akibat Entamoeba histolytica.
Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi usus juga cukup mirip seperti nyeri perut, tenesmus, dan demam. Perbedaan antara infeksi usus dan kolitis ulseratif yaitu setelah infeksi diobati maka gejala akan hilang, sedangkan pada kolitis ulseratif merupakan inflamasi yang terjadi hilang timbul seumur hidup.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berperan besar dalam menegakkan diagnosis penyakit karena kemiripan kolitis ulseratif dengan penyakit saluran pencernaan lainnya. Selain untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk mengeksklusi etiologi infeksi dan noninfeksi lainnya.
Endoskopi
Endoskopi saluran pencernaan bawah atau kolonoskopi merupakan modalitas utama yang digunakan pada pasien ulseratif kolitis. Selain dapat memeriksa keadaan pada kolon dan rektum, dapat juga dilakukan biopsi jaringan bersama dengan endoskopi.
Pada kolonoskopi, dapat dijumpai eritema pada mukosa, penurunan pola vaskuler, serta friabilitas yang rendah pada kolitis ulseratif yang ringan. Pada tingkat keparahan sedang, eritema bertambah disertai hilangnya pola vaskular pada mukosa, friabilitas, erosi, dan ulkus. Pada tahap berat, dapat terjadi perdarahan spontan dan ulkus.[2,4,15]
Biopsi
Pada pemeriksaan biopsi mukosa kolon, ditemukan distorsi kripta, pemendekan kripta abses pada kripta, destruksi pada batas epitel akibat migrasi sel imun, berkurangnya musin, erosi atau ulser. Selain itu, terdapat infiltrat pada lamina propria berupa sel plasma, eosinofil dan limfosit, serta agregat limfoid.[2,4,15]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan awal yang dapat dilakukan yaitu radiologi menggunakan barium enema. Pada pemeriksaan tersebut, pada awalnya akan granulasi mukosa yang halus, yang akan berubah menjadi mukosa menebal dan terdapat ulser seiring perjalanan penyakitnya.
Ulkus yang sudah penetrasi ke mukosa dapat terlihat sebagai collar button ulcer. Haustra pada saluran pencernaan akan menghilang pada gambaran radiologi.[2]
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat menjadi pilihan adalah MRI atau CT scan abdomen. Pada pemeriksaan keduanya, akan didapatkan penebalan dinding kolon sebagai tanda inflamasi yaitu penebalan mural <1,5 cm.[2,15]
Pemeriksaan Feses
Selain untuk menyingkirkan infeksi sebagai diagnosis banding, pemeriksaan feses juga dapat dilakukan untuk mendeteksi inflamasi pada saluran cerna dengan memeriksa fecal lactoferrin.[15]
Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah dapat membantu menunjang diagnosis namun tidak dapat menegakkan diagnosis. Pada fase eksaserbasi, dapat terjadi peningkatan C-reactive protein (CRP), platelet, erythrocyte sedimentation rate (ESR) sebagai reaktan fase akut. Anemia juga dapat terjadi akibat perdarahan kronik pada kolitis ulseratif.[15]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja