Penatalaksanaan Kolitis Ulseratif
Penatalaksanaan kolitis ulseratif berupa pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) golongan aminosalisilat, kortikosteroid, dan siklosporin. Pembedahan dilakukan jika terdapat indikasi kolitis ulseratif derajat berat berulang. Teknik pembedahan yang disarankan adalah Ileal-Pouch Anal Anastomosis (IPAA/J-pouch).
Prinsip penatalaksanaan kolitis ulseratif bertujuan untuk mengobati gejala, mencegah kekambuhan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penatalaksanaan Kolitis Ulseratif Akut
Pemberian medikamentosa pada kolitis ulseratif dibedakan antara penatalaksanaan kolitis ulseratif akut untuk menginduksi remisi dan penatalaksanaan rumatan untuk mempertahankan remisi. Skema terapi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Prinsip Tata Laksana Medikamentosa Pasien Kolitis Ulseratif pada Derajat Ringan, Ringan-sedang, Sedang, dan Berat. Sumber: dr. Catherine Ranatan, 2019.[17]
Derajat Ringan dan Ringan-Sedang (S1)
Obat lini pertama untuk kolitis ulseratif kategori E1 dan E2 adalah aminosalisilat, seperti 5-Aminosalisilat (5-ASA), dalam bentuk topikal atau suppositoria, diberikan 1 gram/hari pada malam hari selama 2-4 minggu. Sedangkan pada kategori E3, pilihan utama adalah aminosalisilat per oral, dengan dosis 2 gram/hari dibagi dalam 2-4 dosis.[17]
Prinsip tata laksana derajat ringan-sedang adalah bila tidak ada perbaikan atau gejala bertambah buruk setelah 4 minggu, maka dapat diberikan kortikosteroid spesifik dan nonsistemik berupa budesonide multi matrix (MMX) dengan dosis 9 mg/hari selama 8 minggu.
Apabila masih belum membaik juga, dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid sistemik berupa metilprednisolon 60 mg/hari atau hidrokortison 100 mg 3-4x sehari selama 3-5 hari.
Jika tetap tidak terdapat respon perbaikan, maka dapat dipertimbangkan pemberian anti tumor necrotizing factor (Anti-TNF), seperti adalimumab, golimumab, atau infliximab. Dan bila masih juga belum memberikan hasil yang baik, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan terapi operatif.[17]
Derajat Sedang (S2)
Pada derajat sedang, tidak disarankan pemberian 5-ASA topikal, suppositoria, maupun oral. Langsung diberikan budesonide, dengan algoritma selanjutnya yang sama dengan prinsip tatalaksana derajat ringan-sedang.[17]
Derajat Berat
Pasien kolitis ulseratif yang akut derajat berat perlu dirawat inap. Pasien perlu diberikan kortikosteroid intravena, bisa metilprednisolon atau hidrokortison. Pemberian siklosporin intravena dilakukan bila kortikosteroid intravena tidak dapat diberikan.
Jika dalam 72 jam tidak terdapat perbaikan yang bermakna atau gejala memburuk, maka kedua obat tersebut dapat diberikan bersamaan.[4,18,19,25]
Penting juga untuk dilakukan pemeriksaan infeksi Clostridium difficile, bila positif maka disarankan untuk memberikan antibiotik vancomycin. Bila masih tidak berhasil dengan terapi kortikosteroid, maka disarankan pemberian infliximab atau siklosporin. Bila terjadi perbaikan, maka dilanjutkan dengan dosis rumatan/pemeliharaan.
Infliximab dipilih jika sebelumnya pasien membaik dengan obat tersebut, sedangkan thiopurine atau vedolizumab diberikan bila sebelumnya membaik dengan pemberian siklosporin.[17]
Penatalaksanaan untuk Mempertahankan Remisi
Prinsip pemberian dosis rumatan pada pasien kolitis ulseratif adalah dengan mempertahankan obat yang dapat mengontrol gejala pasien. Pengobatan rumatan yang digunakan adalah obat yang berhasil menghilangkan gejala pasien.
Bila pasien terkontrol dengan 5-ASA oral, maka pasien dapat hanya mendapat terapi obat tersebut. Namun sebaliknya, bila pasien baru mencapai keberhasilan pengobatan dengan anti TNF, maka pengobatan rumatan yang diberikan juga sama dengan obat yang dapat menghilangkan gejala, yakni anti TNF tersebut.[17]
Pembedahan
Terapi bedah pada kolitis ulseratif merupakan terapi definitif untuk kolitis ulseratif. Data menunjukkan 50% pasien dengan pankolitis atau kategori E3, akan dilakukan pembedahan dalam waktu 10 tahun sejak awitan penyakitnya.
Indikasi dilakukan terapi pembedahan pada pasien kolitis ulseratif adalah kolitis ulseratif yang sulit terkontrol, derajat berat dan berulang, toxic megacolon, perforasi kolon, perdarahan kolon masif, penyakit ekstrakolon, obstruksi kolon, profilaksis kanker atau displasia mukosa kolon, dan telah ditemukan kanker pada kolon.[14,15,26]
Teknik operasi yang menjadi pilihan adalah Ileal-Pouch Anal Anastomosis (IPAA atau J-pouch). Teknik operasi ini menggantikan rektum dengan struktur ileum. Karena mukosa kolon kerap menimbulkan inflamasi, maka kolon direseksi, dan ileum sebagai bagian ujung dari usus halus dipakai sebagai pengganti rektum.
Bagian ujung ileum dibuat melipat ke atas membentuk huruf J dan dijahitkan ke dinding luar ileum kembali. Membentuk sebuah kantong yang berfungsi menampung feses seperti halnya rektum, sedangkan bagian bawah dari huruf J tersebut disayat membentuk lubang dan dijahitkan ke struktur rektum sebelumnya.[15,18]
Meskipun frekuensi buang air besar pada pasien setelah tindakan IPAA bisa mencapai 6-10 kali per hari, namun hal ini jauh lebih baik dibandingkan operasi pemasangan ileostomi, baik dari segi fungsi, maupun kekambuhannya karena kolon yang sudah diangkat seluruhnya. Dengan demikian, kualitas hidup pasien menjadi lebih baik.[15,19]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja