Epidemiologi Eosinofilia
Data epidemiologi menunjukkan bahwa eosinofilia primer dan idiopatik merupakan kondisi yang jarang terjadi, mungkin karena kurang terdiagnosis. Sebuah studi berbasis populasi yang besar dalam pengaturan praktik umum di Kopenhagen menunjukkan angka kejadian eosinofilia sebesar 4%. Dalam studi ini, eosinofilia didefinisikan sebagai kadar eosinofil lebih dari 0,5 × 109/l.[2]
Global
Belum ada data epidemiologi global yang spesifik terhadap eosinofilia. Pada negara maju, penyakit alergi, terutama yang disebabkan oleh obat, merupakan penyebab tersering eosinofilia. Eosinofilia dapat ditemukan pada sekitar 18% pasien yang mengalami acute cutaneous drug reaction. Insidensi reaksi obat terkait eosinofil pada pasien rawat inap berada pada 16,67 per 10.000 pasien, di mana 23% mengalami gejala klinis mengarah ke drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS) syndrome.
Pada negara berkembang, infestasi parasit menjadi penyebab tersering eosinofilia. Infestasi cacing merupakan parasit yang paling sering menyebabkan eosinofilia. Pada kasus eosinofilia yang terjadi terhadap wisatawan, sekitar 30% - 60% kasus disebabkan oleh infestasi cacing, seperti filariasis, strongyloidiasis, dan schistosomiasis. Namun, tidak semua infestasi cacing pasti menyebabkan eosinofilia. Dilaporkan hanya sekitar 44% dari pasien dengan schistosomiasis yang mengalami eosinofilia.[1,4,5,7]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi eosinofilia di Indonesia.
Mortalitas
Belum ada studi khusus mengenai mortalitas eosinofilia. Meski demikian, keadaan eosinofilia dapat mempengaruhi mortalitas penyakit etiologi. Pada sebuah studi observasional yang dilakukan terhadap 308 pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), mortalitas pasien dengan kadar eosinofil yang tinggi didapatkan lebih rendah (15,8%) bila dibandingkan dengan pasien PPOK yang tidak mengalami peningkatan kadar eosinofil. Studi observasional lain pada 133 pasien menemukan bahwa ketiadaan eosinofilia pada pasien PPOK justru meningkatkan risiko kematian hingga 3 kali lipat.[8,9]
Sebuah studi observasional terhadap 158 pasien dengan hipereosinofilia akibat berbagai etiologi menemukan terjadinya kematian terhadap sekitar 23% subjek penelitian dalam 3 bulan. Mortalitas ini ditemukan terkait dengan faktor lain seperti usia lanjut dan peningkatan penanda inflamasi.[10]
Pada sebuah studi yang dilakukan terhadap 98 pasien dengan idiopathic hypereosinophilic syndrome, ditemukan terdapat 17% kematian dalam median 70 bulan setelah diagnosis, di mana 10 kasus kematian ditemukan terkait dengan komplikasi penyakit. Studi ini menemukan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien idiopathic hypereosinophilic syndrome, seperti usia lanjut, keterlibatan jantung, kadar hemoglobin di bawah nilai normal, kadar limfosit di bawah normal, hepatosplenomegali, dan keberadaan mutasi genetik.[11,12]