Pendahuluan Botulisme
Botulisme adalah penyakit dengan paralisis otot dan dapat berpotensi menimbulkan gagal napas hingga kematian yang disebabkan oleh neurotoksin botulinum. Ada 3 tipe botulisme yaitu botulisme infant, food borne, dan wound, pada luka yang terkontaminasi tanah. Toksin ini paling banyak dihasilkan oleh organisme Clostridium botulinum dan sebagian kecil diproduksi oleh Clostridium butyricum dan Clostridium baratii.[1,2,23]
Terdapat beberapa jenis neurotoksin botulinum, namun tipe A, B, E, dan F adalah tipe toksin yang paling sering dijumpai menyebabkan paralisis, gagal napas, hingga kematian. Neurotoksin botulinum yang menyebar secara hematogen dalam tubuh akan menyebabkan blokade transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan gejala klinis yang khas berupa paralisis flaksid otot involunter, tanpa disertai gangguan sensorik.[1,3,4]
Berdasarkan cara transmisi neurotoksin dan usia penderita, botulisme dapat terbagi menjadi 4 jenis, yaitu food borne, wound, infant, dan kelompok lainnya. Botulisme foodborne menyebar melalui konsumsi dan ingesti makanan yang sudah terkontaminasi spora Clostridium botulinum. Spora yang mengkontaminasi tanah ini juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka atau jaringan yang mengalami trauma yang juga disebut sebagai botulisme tipe wound dan memiliki keterkaitan erat dengan abses luka.
Kasus botulisme jenis infant biasa dialami pada bayi dengan usia kurang dari satu minggu hingga satu tahun yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi tanah dan/atau madu. Botulisme infant terjadi akibat kombinasi ingesti spora dalam saluran pencernaan dan kondisi permisif dari mikroflora usus. Penularan lainnya juga dilaporkan terjadi melalui inhalasi, injeksi kosmetik, dan terapeutik (iatrogenik).[1,3,5]
Penegakan diagnosis botulisme dilakukan berdasarkan anamnesis dan temuan manifestasi klinis khas dari penyakit ini yaitu paralisis descending. Hasil temuan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya organisme atau toksin yang dapat ditemukan pada tinja, serum, eksudat, cairan, maupun makanan yang diduga sebagai sumber infeksi. Pemeriksaan elektromiografi (EMG) juga dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya.[3,6,23]
Penatalaksanaan botulisme secara umum dapat terbagi menjadi tata laksana suportif, penggunaan antitoksin, dan antibiotik. Antibiotik digunakan pasca pemberian antitoksin dan diberikan pada kasus botulisme tipe wound yang telah dilakukan tindakan debridemen luka. Penggunaan human botulism immune globulin intravenous (BIG-IV) juga sudah disetujui oleh FDA sejak tahun 2003 sebagai terapi botulisme tipe infant.[3,7,8,23]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli