Pendahuluan Gigitan Serangga
Gigitan serangga atau insect bites umumnya merujuk pada reaksi hipersensitivitas dan peradangan baik lokal maupun sistemik akibat gigitan atau kontak dengan serangga. Penyebab kondisi ini adalah insecta yang termasuk dalam filum Arthropoda, yakni nyamuk, lalat, kutu, tungau, lebah, dan tawon. Kondisi ini diyakini sangat sering terjadi pada populasi umum, tetapi prevalensinya sulit diketahui secara pasti karena kebanyakan kejadian gigitan serangga tidak dilaporkan.[1-4]
Penegakkan diagnosis gigitan serangga didasarkan pada riwayat gigitan serangga, adanya lesi bekas gigitan serangga pada kulit, serta tanda dan gejala lokal maupun sistemik yang timbul setelah mengalami gigitan serangga. Manifestasi klinis gigitan serangga sangat bervariasi, mulai dari gejala lokal hingga gejala sistemik, termasuk anafilaksis. Adanya komplikasi berat seperti syok anafilaksis, selulitis, dan neurotoksisitas perlu diwaspadai pada tiap kasus gigitan serangga.[1,3]
Langkah awal penatalaksanaan gigitan serangga adalah memastikan ada tidaknya tanda bahaya yang mengarah pada syok anafilaksis. Pasien dengan hemodinamik stabil hanya memerlukan penanganan suportif dan simtomatik sesuai gejalanya. Pasien dengan syok anafilaksis harus diberikan injeksi epinefrin sesegera mungkin.[1,3]
Sebagian besar kasus gigitan serangga bersifat self-limited, memiliki prognosis yang baik, dan sangat jarang menimbulkan komplikasi serius. Terjadinya syok anafilaksis dalam 1 jam pertama setelah gigitan dapat berakibat fatal. Namun, risiko kematian akibat anafilaksis menurun dengan pemberian epinefrin segera. Gigitan serangga, khususnya nyamuk, juga dapat dicegah dengan menggunakan pakaian pelindung, insect repellent, dan metode pencegahan mekanis lainnya.[1,5]