Pendahuluan Kejang Demam
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh, di mana suhu rektal mencapai >38°C. Berdasarkan konsensus penatalaksanaan kejang demam dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), diagnosis kejang demam dapat ditegakkan jika tidak ditemukan penyakit intrakranial, seperti meningitis atau ensefalitis, dan perlu dipastikan bahwa pasien memiliki status neurologi yang normal dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.[1]
Angka kejadian kejang demam mencapai 2−4% pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:
- Kejang demam sederhana: durasi <15 menit dan umumnya berhenti sendiri. Kejang dapat berupa kejang umum (tonik dan/atau klonik) dengan maksimal 1 bangkitan kejang dalam 24 jam
- Kejang demam kompleks: durasi >15 menit atau berulang lebih dari 2 kali, dan ada fase tidak sadar di antara 2 bangkitan kejang. Kejang dapat berupa kejang fokal/parsial atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Bangkitan kejang lebih dari 1 kali dalam 24 jam[1]
Kejang yang berlangsung >30 menit dan tidak terbatas hanya saat demam diklasifikasikan menjadi status epileptikus. Kebanyakan kejang demam tidak berbahaya, dan tidak menyebabkan kelainan neurologis maupun pertumbuhan. Akan tetapi, beberapa penelitian mendapatkan hubungan antara kejadian kejang demam dan epilepsi.[2,3]
Terdapat 2 klasifikasi kejang demam, yaitu:
- Kejang demam sederhana: durasi <15 menit, umumnya berhenti sendiri, kejang umum (tonik dan/atau klonik), dan maksimal 1 bangkitan kejang dalam 24 jam
- Kejang demam kompleks, jika memiliki salah satu ciri: durasi >15 menit atau berulang >2 kali, ada fase tidak sadar di antara 2 bangkitan kejang, kejang fokal atau parsial, kejang umum yang didahului kejang parsial, atau bangkitan kejang >1 kali dalam 24 jam[3]
Penatalaksanaan kejang demam dengan antikonvulsan pada fase akut, yaitu diazepam intravena atau per rektal. Antikonvulsan rumatan maupun intermiten hanya diberikan jika terdapat indikasi.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania Sutisna