Patofisiologi Kejang Demam
Patofisiologi kejang demam masih belum diketahui dengan jelas. Kejang demam terjadi karena adanya peningkatan suhu tubuh secara mendadak. Kejang terjadi tanpa adanya faktor penyebab lain seperti faktor intrakranial ataupun kelainan metabolik. Faktor predisposisi yang diduga menyebabkan kejang demam adalah genetik.[4,5]
Predisposisi Genetik
Melalui berbagai penelitian yang dilakukan, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan adanya hubungan faktor genetik dengan kejadian kejang demam. Riwayat kejang demam pada keluarga derajat pertama (orang tua atau saudara) meningkatkan risiko kejadian kejang demam pada individu.[4,5]
Hingga saat ini, terdapat beberapa lokus genetik yang dianggap berkaitan dengan kejadian kejang demam. Beberapa lokus genetik tersebut antara lain adalah 19q, 19p13.3, 18p11.12, 8q13-21, 6q22-24, 5q14-15, dan 2q23-34. Mutasi pada kanal natrium, kanal nukleotida siklik, dan reseptor GABA juga ditemukan berhubungan dengan kejadian kejang demam.[4,5]
Faktor Lingkungan dan Infeksi
Infeksi pada tubuh menyebabkan terjadinya produksi sitokin pro inflamasi melalui aktivasi neutrofil dan makrofag. Sitokin proinflamasi seperti TNF-a, IL-6, dan IL-1b yang menembus sawar darah otak dapat menyebabkan peningkatan suhu dan perubahan plastisitas dari sel otak. Pada kondisi normal, terdapat usaha tubuh untuk menginhibisi inflamasi berlebih.[6-8]
Eksitasi sel otak dicurigai terjadi akibat sitokin inflamasi yang tidak terinhibisi. Keberadaan sitokin pro inflamasi yang berlebih menyebabkan terbukanya kanal kalsium dan menyebabkan influks dari ion kalsium. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan sitokin-sitokin inflamasi pada pemeriksaan analisa cairan serebrospinal. Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan peningkatan aktivitas neuronal. Aktivasi neuronal tersinkronisasi tersebut dapat menginduksi kejang pada anak.[6-8]
Selain infeksi, faktor lingkungan lain seperti gangguan selama kehamilan dan kelahiran prematur juga dianggap berhubungan dengan kejadian kejang demam. Stress selama masa postnatal seperti infeksi, cedera otak, dan hipoksia dapat menyebabkan alterasi pada struktur seluler otak. Penurunan ambang kejang terjadi akibat perubahan yang terjadi.[6-8]
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania Sutisna