Pendahuluan Mikrosefali
Mikrosefali atau microcephaly adalah kondisi klinis ketika lingkar occipitofrontal kepala berada <2 standar deviasi dibawah normal berdasarkan usia dan jenis kelamin, yang mungkin mengisyaratkan adanya gangguan perkembangan otak. Diagnosis mikrosefali berdasarkan hasil antropometri, namun tidak semua pasien dengan mikrosefali memiliki gangguan perkembangan.[1,3]
Secara etiologi, mikrosefali dibagi menjadi mikrosefali primer dan sekunder. Mikrosefali primer disebabkan oleh defek genetik, misalnya pada sindrom Down. Sedangkan mikrosefali sekunder disebabkan oleh faktor lingkungan yang menyebabkan cedera pada otak yang sebelumnya berkembang normal, contoh akibat infeksi virus Zika pada ibu hamil.[1,3]
Pada kebanyakan kasus, tidak ditemukan etiologi pasti. Genetik merupakan penyebab mikrosefali yang diketahui terbanyak, diikuti dengan paparan teratogen selama kehamilan, infeksi, dan komplikasi kehamilan.[1,3]
Anamnesis dan pemeriksaan fisik lainnya bertujuan untuk mencari anomali lain dan kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan kultur atau PCR dari sampel (darah, saliva, urine, amnion, cairan serebrospinal) dan pencitraan (ultrasonografi, CT scan, dan MRI).[1,3]
Karena bersifat ireversibel, maka tatalaksana mikrosefali adalah menangani penyebabnya dan meminimalkan disabilitas pada pasien. Tidak ada terapi yang bersifat spesifik, dan pemilihan terapi harus sesuai dengan kondisi pasien. Pada etiologi infeksi bisa diberikan antivirus dan terapi suportif.[1]
Deteksi dini mikrosefali dan gangguan-gangguan penyerta penting dilakukan. Meskipun mikrosefali tidak bisa diubah, namun deteksi dini akan mempercepat tatalaksana dan meningkatkan prognosis pasien. Selain itu, ibu hamil sebaiknya menghindari faktor yang bisa menyebabkan mikrosefali, seperti merokok dan konsumsi alkohol.[14]