Pendahuluan Sindrom Asperger
Sindrom Asperger adalah gangguan neurodevelopmental yang ditandai dengan kesulitan signifikan dalam interaksi sosial dan komunikasi nonverbal, disertai perilaku dan ketertarikan yang terbatas dan repetitif, tanpa adanya keterlambatan signifikan dalam bahasa. Dalam DSM-5 dan ICD-11, sindrom Asperger tidak lagi diperlakukan sebagai sindrom dengan kriteria diagnosis tersendiri, tetapi masuk dalam autistic spectrum disorder tanpa disabilitas intelektual.[1,2]
Di masa sekolah, pasien dengan sindrom Asperger bisa mengalami perundungan dan isolasi sosial. Di masa dewasa, pasien bisa mengalami kesulitan dalam pekerjaan karena kesulitan dalam memahami interaksi sosial dan komunikasi nonverbal yang adekuat. Hal ini umumnya disebabkan oleh kesulitan pasien dalam menangkap raut wajah, konteks sosial, intonasi bicara, dan berespon adekuat terhadap berbagai hubungan interpersonal.[3]
Manajemen sindrom Asperger terutama menggunakan pendekatan edukasional dan perilaku. Farmakoterapi hanya digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala agresivitas atau mencederai diri sendiri. Manajemen terutama diberikan untuk melatih perilaku sosial dan kemampuan sosialisasi, serta menghilangkan perilaku disruptif.[3,4]
Prognosis sindrom Asperger relatif lebih baik bila dibandingkan dengan jenis autistic spectrum disorder lainnya. Meski demikian, pasien sindrom Asperger tetap lebih berisiko mengalami komorbiditas psikiatri seperti depresi dan ansietas dibandingkan individu tanpa Asperger. Selain itu, kesulitan dalam interaksi sosial umumnya akan bertahan seumur hidup.[4]