Pendahuluan Spina Bifida
Spina bifida atau yang dikenal juga dengan myelodisplasia adalah salah satu jenis dari neural tube defect yang paling sering terjadi, bersifat non letal, dan non kromosomal. Spina bifida ditandai dengan penutupan tuba neural yang tidak sempurna pada bagian kaudal lubang neural atau neuropore pada minggu keempat perkembangan janin.[1,2]
Kegagalan penutupan tuba neural ini menyebabkan paparan berkepanjangan cairan ketuban pada tuba neural yang berujung pada kematian sel neuron sehingga menghasilkan defek neurologis yang tergantung dari level neurosegmental yang terkena.[3,4]
Secara umum terdapat 2 jenis spina bifida, yaitu spina bifida terbuka atau disebut aperta dan spina bifida tertutup atau disebut okulta. Pada spina bifida aperta, jaringan saraf mengalami protrusi dan terpapar tanpa tertutup jaringan kulit. Sedangkan pada spina bifida okulta, protusi jaringan saraf tidak terpapar secara langsung karena tertutup jaringan kulit. Terdapat beberapa jenis spina bifida okulta, yaitu meningokel, lipomielomeningokel, lipomeningokel, dan spinal dorsal dermal sinus tract.[3,5]
Spina bifida diestimasikan terjadi pada 3,4 per 10.000 kelahiran hidup di seluruh dunia dan terjadi bersama dengan kelainan neurologis, ortopedi, kulit, dan urinasi lain. Terjadinya spina bifida dikaitkan dengan faktor genetik yang berkontribusi pada 60-70% kasus, serta faktor non genetik lain, seperti faktor nutrisi, termasuk rendahnya asupan asam folat, dan faktor lingkungan.[3,6]
Penegakan diagnosis spina bifida dapat dilakukan melalui anamnesis ibu dan pemeriksaan fisik pada neonatus. Namun kondisi ini dapat dideteksi selama kehamilan melalui pemeriksaan biokimia dan radiologis. Diagnosis spina bifida yang dilakukan pada masa prenatal biasa mengandalkan ultrasonografi (USG). Pada beberapa kasus, magnetic resonance imaging juga dapat digunakan dengan akurasi yang lebih baik.[2-4,7]
Penatalaksanaan utama spina bifida khususnya tipe aperta adalah tindakan operasi dalam 48 jam pasca lahir untuk mencegah infeksi. Operasi fetal selama kehamilan atau in utero dapat dilakukan pada usia gestasi 19-25 minggu di fasilitas kesehatan dengan peralatan yang lengkap. Selain tindakan operatif, tata laksana perlu dilakukan secara multidisiplin untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.[3,8]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri