Epidemiologi Glomerulonefritis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa glomerulonefritis adalah salah satu penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir. Dahulu, post-streptococcal glomerulonephritis atau PSGN merupakan tipe glomerulonefritis yang paling sering ditemukan. Akan tetapi, pada beberapa dekade terakhir ini, insidennya cenderung menurun.[1]
Global
Insiden glomerulonefritis primer di seluruh dunia adalah sekitar 0,2–2,5 per 100.000 penduduk per tahun. Glomerulonefritis tipe IgA nefropati merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada pasien dewasa, yaitu sebanyak 2,5 per 100.000 penduduk per tahun. Pada anak-anak, glomerulonefritis tipe minimal change disease memiliki insiden tertinggi, yaitu sebesar 2,0 per 100.000 penduduk per tahun.[17]
Insiden glomerulonefritis primer dan sekunder di Amerika Serikat adalah sebesar 57 dan 134 per 100.000 penduduk per tahun. Di Singapura, tiga tipe glomerulonefritis yang paling sering ditemukan adalah lupus nefritis (20,4%), IgA nefropati (17,2%), dan glomerulosklerosis diabetik (10,9%).[2,18,19]
Di Afrika, tiga tipe glomerulonefritis primer yang paling sering adalah minimal change disease (16,5%), focal segmental glomerulosclerosis (15,9%), dan mesangiocapillary glomerulonephritis (11,8%). Kelainan glomerular akibat hepatitis B (8,4%) dan lupus eritematosus sistemik (7,7%) merupakan tipe glomerulonefritis sekunder dengan prevalensi tertinggi di Afrika.[2,18,19]
Indonesia
Studi mengenai epidemiologi glomerulonefritis di Indonesia masih sangat terbatas. Studi oleh Himawan S, et al. di Jakarta melaporkan bahwa berdasarkan total 729 biopsi ginjal pasien sindrom nefrotik, 276 kasus (48,9%) merupakan glomerulonefritis jenis minimal change. Glomerulonefritis tipe mesangial proliferatif dan focal segmental glomerulosclerosis ditemukan pada 81 kasus (14,4%) dan 62 kasus (11%). Studi ini juga menemukan 124 kasus lupus nefritis dan 97 kasus nefropati IgA.[20]
Selain itu, studi oleh Albar H, et al. melaporkan bahwa dari 509 kasus anak dengan glomerulonefritis akut di rumah sakit pendidikan di Indonesia (1997–2002), sebanyak 66,6% pasien memiliki peningkatan titer anti-streptolysin O (ASO) dan 60,4% memiliki penurunan konsentrasi C3. Hal ini menandakan bahwa mayoritas pasien anak-anak mengalami post-streptococcal glomerulonephritis (PSGN).[21]
Mortalitas
Mortalitas pasien glomerulonefritis sekunder dan primer adalah 3,9 dan 2,7 kali lipat lebih tinggi daripada pasien tanpa glomerulonefritis. Lupus nefritis merupakan tipe glomerulonefritis dengan mortalitas paling tinggi.[2,22]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur