Penatalaksanaan Pyelonephritis
Terdapat tiga pilar penatalaksanaan pyelonephritis, yaitu terapi suportif meliputi resusitasi cairan dan obat simtomatik, terapi antimikroba yang bergantung pada kemungkinan organisme penyebab, dan kontrol sumber yang dievaluasi 24-48 jam setelah terapi.
Perawatan Gawat Darurat dan Indikasi Rawat Inap
Pada pasien yang telah terdiagnosis pyelonephritis akut, perlu dilakukan pemeriksaan apakah terdapat indikasi klinis untuk rawat inap segera, seperti keadaan sepsis atau syok sepsis, hemodinamik tidak stabil, pasien imunokompromis, pasien hamil, atau tidak ada pemilihan antibiotik oral yang sesuai.
Pada kasus pasien yang datang dengan keadaan sepsis, diperlukan resusitasi cairan yang agresif (30 ml/kgBB kristaloid isotonik seperti cairan salin normal dalam waktu 3 jam) serta pemberian antibiotik empiris yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Apabila tidak terdapat indikasi klinis untuk rawat inap segera, lakukan observasi di unit gawat darurat selama 24 jam. Pasien yang mengalami mual muntah yang persisten, dehidrasi, instabilitas hemodinamik, atau pasien merasa sangat sakit, pasien harus dirawat inap. Namun, jika terdapat perbaikan klinis setelah penanganan di unit gawat darurat, pasien dapat dipulangkan dengan peresepan antibiotik oral dengan obat simptomatik sesuai dengan keluhan.
Pasien rawat inap yang telah mengalami perbaikan klinis dalam waktu 3 hari dan dapat mengonsumsi obat per oral, pasien dapat dipulangkan. [6]
Terapi Suportif
Obat-obatan simtomatik berupa antipiretik, analgesik, dan antiemetik dapat digunakan sesuai gejala yang ada. Pada pasien yang terdapat demam dan nyeri dapat diberikan paracetamol atau obat-obatan antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen dan diklofenak. Pemberian omeprazole dan domperidone dapat membantu mengurangi keluhan mual dan muntah. [3,6]
Apabila intake oral pasien kurang baik, hidrasi intravena diperlukan. pada keadaan ini, dapat diberikan cairan intravena 1 L dekstrose 5% untuk mencegah atau mengatasi ketosis. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan pemberian cairan salin normal.
Terapi Antimikroba
Pemilihan antimikroba bergantung pada kemungkinan organisme penyebab dan resistensi mikroba berdasarkan data epidemiologis dan faktor risiko individual. Berikut tabel agen antimikroba yang dapat digunakan dalam menatalaksana pyelonephritis. [1,6]
Tabel 1. Pemilihan Antibiotik pada Pyelonephritis [1]
Agen Antibiotik | Dosis Oral | Dosis Intravena | Aturan Pakai |
Penisilin | |||
| 500 mg 500/125 mg - - | 500 mg - 150-200 mg/kgBB/hari 1 – 2 g | 2-3 kali/hari 2-3 kali/hari 4-6 kali/hari 3-4 kali/hari |
Sefalosporin | |||
| - - | 1-2 g 1-2 g | 2-3 kali/hari 1 kali/hari |
Fluorokuinolon | |||
500 mg 250-750 mg | 400 mg 250-750 mg | 2 kali/hari 1 kali/hari | |
Aminoglikosida | |||
| - - | 7.5 mg/kg 5-7 mg/kg | 2 kali hari 1 kali /hari |
Golongan Antibiotik Lainnya | |||
Kotrimoksazol | 160/800 mg | 8-10 mg/kgBB (trimethoprim) | 2 kali/hari |
Kontrol Sumber
Setelah dilakukan pengobatan dengan antimikroba, perlu dilakukan evaluasi dengan melihat perbaikan secara klinis 24-48 jam setelah terapi. Apabila didapatkan adanya perburukan gejala atau tidak ada perbaikan klinis, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk melihat apakah terdapat obstruksi, abses, atau infeksi necrotizing. Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi atau CT Scan untuk melihat apakah terdapat hidronefrosis, abses, atau inflamasi. [6]
Follow Up
Setelah durasi pemberian antibiotik selesai, 7-14 hari setelah pemberian antibiotik, sebaiknya dilakukan kembali urinalisis dan kultur urine untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi apakah masih terdapat mikroba atau resistensi antibiotik untuk mencegah rekurensi penyakit. Jika masih terdapat mikroba pengobatan dilanjutkan dan identifikasi jenis antibiotik yang masih sensitif terhadap mikroba.
Apabila dalam waktu 3 hari keluhan belum juga berkurang, atau terdapat perburukan gejala, sebaiknya dilakukan pemeriksaan resistensi antibiotik dan pemeriksaan penunjang seperti USG renal atau CT scan. [2]