Patofisiologi Rhabdomyolysis
Patofisiologi rhabdomyolysis utamanya melibatkan kerusakan otot. Faktor yang mencetuskan kerusakan otot beragam, mulai dari trauma, obat, faktor genetik, hingga olahraga berat.[1]
Fisiologi Otot
Pada kondisi normal, saat otot dalam kondisi istirahat, pompa natrium-kalium dan penukar natrium-kalsium yang terletak pada membran sarkolema akan menjaga kadar ion natrium dan kalsium intraseluler dalam kondisi rendah dan kadar ion kalium intraseluler dalam kondisi tinggi. Saat depolarisasi otot, terjadi influks kalsium dari tempat penyimpanannya (retikulum sarkoplasma) menuju sitoplasma, menyebabkan terjadinya kontraksi otot melalui ikatan aktin dan myosin. ATP dibutuhkan agar proses tersebut dapat terjadi.[3,4]
Rhabdomyolysis Akibat Trauma
Trauma merupakan penyebab tersering dari rhabdomyolisis. Rhabdomyolisis terjadi akibat pelepasan zat yang berpotensi toksik seperti elektrolit, mioglobin, dan protein sarkoplasma ke dalam aliran darah. Patofisiologi yang mendasari semua kasus rhabdomyolisis adalah gangguan pada membran sel miosit dan kebocoran isi sel ke dalam sirkulasi. Pada trauma, hal ini mungkin diakibatkan oleh cedera miosit langsung.
Pasien dengan trauma multisistem, cedera remuk yang melibatkan ekstremitas atau batang tubuh, dan sindrom kompartemen pada satu atau lebih ekstremitas lebih berisiko mengalami rhabdomyolisis.[1]
Rhabdomyolisis Non Trauma
Pada rhabdomyolysis akibat penyebab non trauma, seperti iskemia otot, gangguan metabolik, atau aktivitas otot berlebih, terjadi deplesi ATP pada sel. Kerusakan sarkolema ataupun deplesi ATP ini menyebabkan fungsi regulasi ion intraseluler menjadi terganggu.
Terjadi influks natrium dan kalsium intraseluler yang selanjutnya akan menarik air ke dalam sel. Akibatnya, terjadi pembengkakan sel dan kerusakan struktur intraseluler. Kalsium intraseluler yang berlebihan mengakibatkan aktivasi ikatan aktin dan miosin, kontraksi miofibril, dan deplesi ATP berkelanjutan.
Selain itu, terjadi aktivasi protease dan fosfolipase dependen kalsium yang menyebabkan terjadinya lisis dari membran sel dan memperparah terganggunya fungsi kanal-kanal ion. Leukosit yang menuju otot yang rusak akan menyebabkan terjadinya peningkatan sitokin, prostaglandin, dan radikal bebas.
Selanjutnya, kerusakan sel-sel otot dan nekrosis serat otot akan menghasilkan produk kalium, myoglobin, creatine kinase, fosfat, asam urat ke dalam aliran darah. Masing-masing komponen ini nantinya berperan dalam manifestasi gejala pada rhabdomyolysis.[3,4]
Gagal Ginjal Akut pada Rhabdomyolysis
Gagal ginjal akut pada rhabdomyolysis terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu vasokonstriksi pembuluh darah ginjal, efek nefrotoksik dari myoglobin, serta pembentukan cast yang menyebabkan obstruksi intraluminal.
Pertama, kerusakan sel otot menyebabkan perpindahan cairan menuju otot sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler. Hal ini mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosterone yang berperan dalam menurunkan perfusi ginjal.[2,3,5,6]
Mekanisme selanjutnya melibatkan myoglobin. Pada kondisi urine yang basa, myoglobin tidak memiliki efek nefrotoksik pada tubulus ginjal. Namun, pada rhabdomyolysis, kondisi asidosis metabolik dan penumpukan myoglobin di tubulus ginjal menyebabkan cast lebih mudah terbentuk dan menyebabkan obstruksi pada tubulus ginjal.
Selain itu, zat besi yang dihasilkan dari pemecahan myoglobin akan bereaksi dengan hidrogen peroksida dan menghasilkan radikal bebas yang merusak integritas tubulus ginjal. Myoglobin juga menyebabkan kerusakan pada komponen lipid membran sel sehingga terjadi pelepasan endotelin, thromboksan A2, necrotic tumor factor alpha, isoprostanes, dan penurunan oksida nitrate, yang berakibat pada vasokonstriksi pembuluh darah ginjal.[3,6]