Diagnosis Dementia
Diagnosis dementia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5). Anamnesis berguna untuk mencari tahu onset gejala dementia, misalnya muncul secara progresif atau tiba-tiba, yang dapat mengarahkan diagnosis sesuai etiologi dementia. Selain itu, dilakukan Mini Mental State Examination (MMSE) untuk menilai fungsi kognitif pasien dementia.
Kriteria Diagnosis
Dalam DSM-5, diagnosis dementia digolongkan sebagai major neurocognitive disorder dengan kriteria sebagai berikut:
- Penurunan fungsi kognitif yang signifikan dibandingkan fungsi kognitif sebelumnya. Penurunan ini terjadi pada satu atau lebih area kognitif (atensi kompleks, fungsi eksekusi, kemampuan belajar, ingatan, bahasa, persepsi motorik, dan sosial). Penurunan kognitif dapat dibuktikan melalui anamnesis dari pasien, keluarga, caregiver, atau orang lain yang dapat dipercaya yang menyatakan adanya penurunan fungsi kognitif yang bermakna. Selain itu penilaian penurunan kognitif dapat dilakukan melalui tes neuropsikologis standar, misalnya MMSE, atau pemeriksaan/tes lain yang sesuai.
- Defisit kognitif mengganggu aktivitas sehari-hari, misalnya membayar tagihan, sehingga pasien membutuhkan bantuan
- Defisit kognitif tidak hanya terjadi pada saat pasien mengalami delirium
- Defisit kognitif tidak disebabkan oleh kelainan mental lainnya, misalnya skizofrenia dan depresi mayor[3]
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien, keluarga dan caregiver untuk mencari defisit kognitif, perubahan perilaku, dan gejala dementia lainnya. Setiap tipe dementia memiliki gejala yang berbeda, antara lain:
Penyakit Alzheimer
Perjalanan penyakit Alzheimer progresif dan perlahan, dapat terjadi dalam 10 tahun. Gejala yang paling menonjol adalah defisit memori. Pada fase awal, memori yang terganggu hanya memori jangka pendek, sedangkan memori jangka panjang masih baik. Namun, pada dementia yang berat, memori jangka panjang turut mengalami gangguan.
Selain itu, ditemukan gangguan kognitif lain misalnya disfungsi eksekutif, apraksia, agnosia, gangguan visuospasial, serta perubahan perilaku dan mood (depresi, ansietas, agitasi, perubahan pola makan, wandering, dan lain-lain).[10,11,12]
Gangguan Vaskular
Onset gejala dapat terjadi secara tiba-tiba. Gejala yang timbul bervariasi, tergantung area yang mengalami cedera vaskular. Selain defisit kognitif, dapat ditemukan gangguan psikomotor, disfungsi eksekusi, gangguan gait, gangguan motorik fokal, perubahan kepribadian dan mood. Pasien biasanya memiliki faktor risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan riwayat stroke atau transient ischaemic attacks sebelumnya.[10,13]
Penyakit Badan Lewy
Pada penyakit badan Lewy, dapat ditemukan gangguan kognitif yang berfluktuasi, halusinasi (biasanya visual), parkinsonisme (bradikinesia dan rigiditas), dan gangguan tidur. Pasien atau keluarga biasanya mengatakan bahwa pasien sering jatuh, pingsan, tidur siang >2 jam, atau kehilangan kesadaran sesaat. Mood pasien juga dapat mengalami gangguan berupa depresi, apati atau ansietas.[10,14]
Dementia akibat penyakit badan Lewy memiliki gejala yang mirip dengan dementia akibat penyakit Parkinson. Jika dementia terjadi dalam 12 bulan setelah gejala parkinsonisme, kemungkinan penyebabnya adalah penyakit badan Lewy.[10,14]
Sebaliknya, jika dementia terjadi lebih dari 12 bulan setelah onset gejala parkinsonisme, kemungkinan disebabkan oleh penyakit parkinson atau dikenal sebagai Parkinson’s disease with dementia (PDD). Selain itu, pada Penyakit badan Lewy, jarang ditemukan tremor dan tidak berespons terhadap pengobatan levodopa.[10,14]
Atrofi Frontotemporal
Gejala yang menonjol adalah perubahan kepribadian dan perilaku, yaitu disinhibisi, apati dan kehilangan empati, hiperorality (perubahan preferensi terhadap makanan), serta perilaku kompulsif. Sekitar 15–20% dementia akibat atrofi frontotemporal terjadi bersamaan dengan penyakit saraf motorik.[10,15]
Pemeriksaan Fisik
Temuan dalam pemeriksaan fisik pasien dementia berbeda-beda, tergantung penyakit yang mendasari. Alzheimer berat dapat menyebabkan parkinsonisme. Sedangkan, pada dementia karena normal pressure hydrocephalus (NPH) dapat ditemukan gangguan gait. Pada dementia vaskular dapat ditemukan hemiparesis. Berikut adalah pemeriksaan fisik yang biasanya dilakukan beserta temuannya:
Pemeriksaan Saraf Kranial
Kerusakan saraf kranial tipe sentral dapat ditemukan pada dementia akibat gangguan vaskular.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
Hemiparesis dapat terjadi akibat gangguan vaskular. Sedangkan gangguan fungsi motorik berupa parkinsonisme ditemukan pada penyakit Parkinson, penyakit badan Lewy, atau Alzheimer yang berat.
Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Gangguan metabolik, defisiensi nutrisi, atau zat toksik dapat menyebabkan neuropati.
Pemeriksaan Gait dan Fungsi Koordinasi
Dementia akibat normal pressure hydrocephalus (NPH) memiliki gejala berupa gangguan gait yang mencolok. Gangguan gait juga dapat ditemukan pada pasien dengan gangguan vaskular atau defisiensi vitamin B12.
Pemeriksaan Refleks
Refleks primitif dapat ditemukan pada atrofi frontotemporal. Sedangkan gangguan vaskular dapat menimbulkan refleks yang asimetris. Mioklonus generalisata dapat ditemukan pada penyakit Creutzfeldt-Jakob.
Pemeriksaan Kardiovaskular
Ditemukan faktor risiko gangguan vaskular, yaitu hipertensi, fibrilasi atrium, bruit karotis, dan lain-lain.[4,10]
Pemeriksaan Kognitif
Selain pemeriksaan fisik, pasien perlu menjalani pemeriksaan kognitif untuk membuktikan adanya defisit kognitif. Tes yang paling sering digunakan adalah mini-mental state examination (MMSE) dengan poin penilaian, antara lain orientasi waktu, orientasi tempat, memori, atensi dan kalkulasi, bahasa, repetisi, dan perintah yang kompleks.[3,4]
Skor maksimal MMSE adalah 30. Skor 19–23 adalah defisit kognitif ringan, skor 10–18 adalah defisit kognitif sedang, dan skor <9 adalah defisit kognitif berat.[4]
Systematic review dari Cochrane menyatakan bahwa MMSE memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 90% untuk mendiagnosis dementia. Namun, MMSE tidak dapat digunakan untuk membedakan etiologi dementia.[4]
Tes lain yang dapat digunakan mengetahui defisit kognitif dan digunakan di Indonesia adalah Montreal Cognitive Assessment (MoCA), Mattis Dementia Rating Scale (MDRS), dan Abbreviated Mental Test (AMT).[4,9]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dementia yang utama adalah delirium, mild cognitive impairment (MCI), dan depresi.
Delirium
Delirium, seperti dementia, ditandai dengan perubahan kesadaran dan kognitif, tetapi dengan onset akut dan berfluktuasi. Keduanya sering terjadi bersamaan pada populasi lansia.
Mild Cognitive Impairment (MCI)
Pasien MCI juga mengalami penurunan kognitif, meskipun demikian, pasien MCI masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Namun, perlu diingat, MCI dapat berkembang menjadi dementia.
Depresi
Depresi juga sering dialami oleh pasien dengan dementia. Berdasarkan DSM-5, jika kedua kriteria diagnosis dementia dan depresi terpenuhi, keduanya dianggap sebagai diagnosis dan diberikan penanganan yang sesuai.[3,4,16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bukan untuk menegakkan diagnosis dementia, tetapi untuk mengetahui penyebabnya. Beberapa tes yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai dengan keadaan klinis pasien dan kecurigaan penyebab dementia yang didapat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah:
- Pemeriksaan darah, berupa darah perifer lengkap dan hitung jenis, elektrolit, ureum, dan kreatinin, gula darah sewaktu dan puasa
- Pemeriksaan fungsi organ, misalnya tes fungsi tiroid, ginjal, dan hati
- Pemeriksaan urine, yaitu urinalisa, kultur urine, dan tes narkoba untuk mencari benzodiazepin, kokain, kanabis, dan opioid pada urine
- Pemeriksaan antibodi, seperti antibodi treponema untuk pasien yang dicurigai mengalami sifilis, serta antibodi HIV untuk pasien yang dicurigai mengalami HIV
- Pemeriksaan lain, seperti kadar kobalamin dan asam folat, C-reactive protein (CRP), faktor rematoid dan antinucleolar antibody, atau kadar logam berat untuk kecurigaan keracunan logam berat
Pemeriksaan Radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mencari penyebab dementia dan membedakan tipe dementia satu dan lainnya.
- Foto polos toraks, jika pasien dicurigai memiliki penyakit pada toraks
CT scan atau MRI kepala untuk pasien yang dicurigai mengalami kelainan intraserebral, seperti lesi intrakranial, infark dan perdarahan serebri
Single photon emission computed tomography, untuk menilai aliran darah regional dan dopamine scan untuk mendeteksi badan Lewy
Analisis Cairan Serebrospinal
Analisis cairan serebrospinal (pungsi lumbal) dilakukan untuk kondisi berikut:
Onset dementia akut atau subakut yang disertai demam atau kaku kuduk
- Dementia terjadi pada usia <55 tahun
- Manifestasi atipikal, atau progresivitas penyakit cepat
- Pada pasien yang mengalami penyakit penyerta, seperti hidrosefalus, keadaan imunosupresi, penyakit demielinisasi, penyakit Creutzfeldt-Jakob, vaskulitis, atau pasien dicurigai mengalami sifilis, infeksi, atau keganasan
Sebelum melakukan analisis cairan serebrospinal, harus dilakukan pemeriksaan radiologi terlebih dahulu.
Lainnya
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah electroencephalography (EEG), electrocardiography (EKG) bila terdapat kecurigaan penyakit jantung, dan pemeriksaan ultrasonografi karotis.[4,11,17]
Tidak seluruh pemeriksaan penunjang di atas harus dilakukan. Pemilihan pemeriksaan penunjang berdasarkan kecurigaan dokter mengenai etiologi dementia. American Academy of Neurology menyarankan untuk melakukan pemeriksaan fungsi tiroid dan kadar vitamin B12 pada seluruh pasien dementia.[17,18]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra