Penatalaksanaan Hernia Nukleus Pulposus
Pilihan penatalaksanaan hernia nukleus pulposus atau HNP meliputi pemberian analgetik, injeksi kortikosteroid epidural, dan operasi dekompresi saraf. Penopang untuk membantu stabilisasi, seperti collar neck dan korset, dapat dipertimbangkan. Aktivitas fisik dapat disarankan 3 minggu setelah onset.[1,2,5,7]
Pilihan utama tata laksana HNP adalah terapi konservatif, terutama pada tipe ekstrusi dan sekuestrasi. Hal ini karena kemungkinan adanya reabsorpsi spontan, terutama pada pada tipe ini. Bila gejala tidak membaik setelah 3–6 minggu terapi konservatif, tindakan injeksi epidural atau blok saraf dapat dipertimbangkan. Pada kasus di mana didapatkan perburukan gejala progresif, gangguan fungsi motorik, atau adanya sindrom cauda equina, operasi dapat dipertimbangkan.[7,18]
Terapi Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa untuk HNP meliputi analgesik dan kortikosteroid. Penggunaannya dapat dipertimbangkan untuk gejala akut dan harus dilakukan dengan hati-hati karena efek sampingnya, seperti perdarahan gastrointestinal.
Analgesik
Analgesik yang sering digunakan pada HNP adalah obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Agen OAINS yang bekerja selektif pada COX-2, seperti celecoxib, lebih dipilih karena efek samping gastrointestinal yang lebih rendah. Obat ini diharapkan dapat meredakan nyeri pada gejala HNP akut dan diharapkan dapat mengurangi reaksi inflamasi.[2,3,5,7]
Analgesik lainnya yang dapat dipertimbangkan pada nyeri neuropati adalah golongan opioid atau antidepresan seperti amitriptyline, dan antikonvulsan seperti gabapentin. Penggunaanya juga harus dilakukan secara hati-hati karena efek samping yang luas, seperti gejala gastrointestinal, sedasi, toleransi dan dependensi. Perlu diperhatikan bahwa belum ada rekomendasi yang kuat untuk menghindari atau menggunakan agen ini untuk tata laksana HNP. Pilihan analgesik lainnya adalah blok epidural, transforamen dan translaminar.[5,7,8]
Kortikosteroid
Kortikosteroid yang beberapa kali dipertimbangkan dalam tata laksana HNP adalah prednison atau metilprednisolon. Penggunaan kortikosteroid dibatasi selama 5–7 hari kemudian dilakukan tapering off.
Prednison dapat digunakan dalam dosis 60–80 mg/hari selama 5 hari, kemudian dilakukan tapering off selama 14 hari. Sementara itu, metilprednisolon diberikan dalam dosis 24 mg kemudian dilakukan tapering off selama 7 hari.[5]
Kortikosteroid juga dapat diberikan dengan injeksi epidural transforaminal dan interlaminar. Tindakan ini diindikasikan bila setelah 6 minggu terapi konservatif secara maksimal tidak didapatkan perbaikan gejala.[3,7]
Muscle Relaxant
Agen medikamentosa lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah muscle relaxant, misalnya cyclobenzaprine. Meski demikian, obat golongan ini hanya diberikan bila terdapat bukti spasme otot. Pemberiannya dipertimbangkan pada terapi nyeri yang tidak membaik dengan OAINS serta dibatasi dalam jangka waktu pendek.[5,7]
Nonmedikamentosa
Tata laksana nonmedikamentosa pada HNP meliputi imobilisasi, misalnya dengan korset atau collar neck, dan latihan fisik. Latihan fisik dan fisioterapi dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot yang menopang tulang vertebra dan meningkatkan range of motion. Latihan fisik tidak disarankan pada saat gejala akut, tetapi dilakukan setelah 3 minggu dari onset gejala.[2,9]
HNP Servikal
Tata laksana nonmedikamentosa untuk HNP servikal meliputi imobilisasi dengan collar neck, traksi, dan latihan fisik. Penggunaan collar neck disarankan pada fase akut dengan durasi kurang lebih 1 minggu sesuai klinis pasien.
Rekomendasi lainnya adalah dengan melakukan traksi. Traksi dilakukan untuk mengurangi gejala radikulopati dengan memperlebar foramen tempat radiks yang herniasi keluar. Traksi dilakukan dengan menggunakan beban sekitar 3–5 kg pada leher yang fleksi sekitar 24° selama 15–20 menit.
Terapi fisik pada HNP servikal pada beberapa studi tidak memberikan efek samping yang berbahaya, tetapi mungkin tidak lebih baik daripada plasebo. Beberapa terapi fisik yang sering dilakukan meliputi latihan range of motion dan penguatan otot, terapi menggunakan panas atau es, ultrasound, dan electrical stimulation therapy.[5]
HNP Lumbal
Pasien dengan HNP lumbal harus diedukasi untuk tidak melakukan gerakan yang terlalu membebani vertebra, seperti mengangkat beban berat atau aktivitas yang terlalu berat. Setelah masa akut, pasien disarankan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot yang menyokong tulang belakang, seperti otot regio abdomen dan spinal, misalnya latihan rotasi vertebra.
Aktivitas fisik seperti pilates dan yoga khusus untuk HNP dapat direkomendasikan untuk menguatkan otot-otot tersebut. Selain itu, pasien juga dapat direkomendasikan untuk menggunakan korset sehingga membantu menopang area lumbal dan mengurangi kompresi. Edukasi posisi tidur terlentang, dengan punggung mendatar, dan bantal di bawah tungkai juga dapat disarankan.[9,19]
Pembedahan
Pilihan tata laksana pembedahan untuk HNP adalah dekompresi saraf, misalnya dengan menyingkirkan bagian yang herniasi (disektomi) atau sekuestrasi (sekuestrektomi) perkutan secara endoskopi. Pilihan metode lainnya adalah laminektomi, yaitu dengan mengangkat bagian lamina pada tulang vertebra.
Tindakan pembedahan pada HNP diindikasikan pada:
- Tidak didapatkannya perbaikan klinis (nyeri persisten) setelah tata laksana medikamentosa optimal
- Gangguan motorik progresif
Sindrom cauda equina.[1,8,20–23]
Metode disektomi dapat disertai fusi untuk mencegah kemungkinan rekurensi kompresi saraf. Fusi dilakukan dengan menghubungkan gap antar vertebra pada diskus yang herniasi dengan implan titanium atau tulang. Sendi pada bagian ini nantinya tidak dapat digerakkan.[5]
Setelah operasi, pasien direkomendasikan untuk tidak melakukan gerakan yang terlalu memanipulasi vertebra, seperti membungkuk, mengangkat beban berat, dan rotasi vertebra sampai dengan 3–6 minggu. Hal ini untuk mencegah herniasi berulang. Aktivitas atau olahraga berat dapat ditunda sampai dengan 12 minggu postoperasi.
Pasien juga harus dikonsultasikan ke fisioterapi untuk rehabilitasi postoperasi. Perlu diinformasikan kepada pasien bahwa tindakan dekompresi tidak menjamin kesembuhan dan memiliki komplikasi seperti perdarahan epidural, lesi pada dural, dan infeksi.[20,21]
Penulisan pertama oleh: dr. Diana Atmaja