Diagnosis Myasthenia Gravis
Diagnosis myasthenia gravis dapat ditegakkan secara klinis dengan gejala khas kelemahan otot fluktuatif yang memberat dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat. Pemeriksaan penunjang bersifat membantu klinisi dalam mengkonfirmasi gejala klinis.[1-3]
Anamnesis
Dari anamnesis, dapat ditemukan gejala myasthenia gravis yang khas, yaitu kelemahan otot fluktuatif dengan keparahan bervariasi, memburuk dengan aktivitas fisik, dan membaik dengan istirahat. Keluhan dapat dicetuskan oleh berbagai faktor seperti infeksi, pembedahan, imunisasi, stres emosional, kehamilan, obat-obatan, dan perburukan penyakit kronis.
Dokter perlu menanyakan waktu terjadinya gejala, pukul berapa gejala biasanya muncul, dan apakah ada perbaikan dengan istirahat. Dokter juga perlu menanyakan keluhan-keluhan lain terkait gejala, seperti batuk-batuk setelah menelan, apakah pasien memerlukan waktu yang lebih lama untuk makan, suara serak, mudah lelah saat menaiki tangga, dan sering keliru saat menulis atau mengetik. Pada myasthenia gravis, keluhan-keluhan tersebut paling menonjol di akhir hari.
Sekitar 85% pasien menunjukkan gejala awal kelemahan otot-otot ekstraokular, sehingga dapat menimbulkan keluhan diplopia, ptosis, atau keduanya. Dapat dijumpai kelemahan ekstremitas yang lebih melibatkan otot-otot proksimal dan lebih berat pada ekstremitas atas.
Pada fase lebih lanjut, kelemahan dapat terjadi pada otot-otot pernapasan, sehingga pasien mengalami kesulitan bernapas. Kelemahan otot pada myasthenia gravis umumnya terjadi dengan intensitas yang semakin parah dan terjadi progresif dalam beberapa bulan.[1,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi, penampilan umum pasien myasthenia gravis mengesankan seseorang yang mengantuk atau berwajah sedih yang diakibatkan ptosis dan kelemahan otot-otot wajah. Pemeriksan fisik dapat menunjukkan kekuatan otot normal karena gejala penyakit yang bersifat fluktuatif. Pada kasus-kasus tersebut, kontraksi otot berulang atau sustained mungkin mengindikasikan kelemahan otot. Setelah istirahat atau kompres es pada otot, terjadi perbaikan gejala.
Pada myasthenia gravis terkait muscle-specific kinase (MuSK), biasanya otot-otot ekstraokular jarang terkena. Myasthenia gravis jenis ini umumnya melibatkan otot-otot bulbar, wajah, dan leher. Krisis miastenik lebih sering dijumpai pada myasthenia gravis jenis ini.[1,3]
Pemeriksaan Saraf Kranial
Pada pemeriksaan saraf kranial, bisa tampak ptosis, nistagmus, kelainan gerak bola mata, dan disfagia. Pasien juga bisa menunjukkan kelemahan otot masseter dan temporalis dan disartria. Pasien tidak dapat mencucu atau bersiul atau menggembungkan pipi. Senyum tidak simetris atau wajah tidak berekspresi.[1,3]
Pemeriksaan Motorik
Temuan yang paling banyak pada pemeriksaan motorik adalah paresis ekstremitas.[1,3]
Pemeriksaan Mata
Pada pemeriksaan mata, dapat ditemukan diplopia, twitching Cogan, strabismus, fenomena Herring, dan proptosis.[1,3]
Pemeriksaan Otot Leher dan Otot Napas
Pemeriksaan fisik lain, seperti pemeriksaan otot-otot napas dan otot-otot leher juga penting untuk dilakukan. Hal-hal yang dapat ditemukan adalah sindrom dropped-head, kelemahan otot pernapasan, kelainan timus.[1,3]
Klasifikasi Gejala
The Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) mengelompokkan myasthenia gravis berdasarkan gejala klinis dan keparahan penyakit menjadi:
Kelas I: Kelemahan otot okular; dapat dijumpai kesulitan atau kelemahan dalam menutup mata. Kekuatan otot lain normal.
Kelas II: Kelemahan ringan otot selain otot okular; dapat disertai kelemahan otot okular dengan derajat keparahan apa pun.
- Kelas IIa: Predominan mengenai ekstremitas, otot-otot aksial, atau keduanya. Dapat disertai kelemahan yang lebih ringan pada otot-otot orofaring.
- Kelas IIb: Predominan mengenai otot-otot orofaring, pernapasan, atau keduanya. Dapat disertai kelemahan yang lebih ringan atau setara pada otot-otot ekstremitas, aksial, atau keduanya.
Kelas III: Kelemahan moderat otot selain otot okular; dapat disertai kelemahan otot okular dengan derajat keparahan apa pun.
- Kelas IIIa: Predominan mengenai ekstremitas, otot-otot aksial, atau keduanya. Dapat disertai kelemahan yang lebih ringan pada otot-otot orofaring.
- Kelas IIIb: Predominan mengenai otot-otot orofaring, pernapasan, atau keduanya. Dapat disertai kelemahan yang lebih ringan atau setara pada otot-otot ekstremitas, aksial, atau keduanya.
Kelas IV: Kelemahan berat otot selain otot okular; dapat disertai kelemahan otot okular dengan derajat keparahan apa pun.
- Kelas IVa: Predominan mengenai ekstremitas, otot-otot aksial, atau keduanya. Dapat disertai kelemahan yang lebih ringan pada otot-otot orofaring.
- Kelas IVb: Predominan mengenai otot-otot orofaring, pernapasan, atau keduanya. Dapat disertai kelemahan yang lebih ringan atau setara pada otot-otot ekstremitas, aksial, atau keduanya.
Kelas V: Pasien terintubasi dengan atau tanpa ventilasi mekanik, tidak termasuk intubasi pascabedah. Pasien dengan NGT tanpa intubasi masuk ke kelas IVb.[1,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding myasthenia gravis meliputi penyakit dengan manifestasi klinis kelemahan otot, termasuk sindrom Guillain-Barre dan sindrom Lambert-Eaton.
Sindrom Guillain-Barre
Sindrom Guillain-Barre (GBS) merupakan poliradikuloneuropati inflamasi akut yang mengakibatkan kelemahan otot. Dari anamnesis, umumnya gejala muncul 2-4 minggu setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna ringan.
Gejala klasik GBS merupakan kelemahan otot yang bersifat ascending, berbeda dengan myasthenia gravis yang relatif lebih berat mengenai ekstremitas atas. Pada GBS juga ditemukan penurunan refleks tendon dan kelainan sensorik seperti kebas dan paresthesia. Berbeda dengan myasthenia gravis, kelemahan otot pada GBS tidak bersifat fluktuatif dan tidak dipengaruhi aktivitas maupun istirahat.[3,7]
Sindrom Lambert-Eaton
Sindrom Lambert-Eaton (LEMS) merupakan kelainan presinaptik langka yang mengganggu pelepasan asetilkolin, menyebabkan kelemahan otot proksimal, penurunan refleks tendon, dan perubahan otonom. Pada LEMS, dapat ditemukan antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR) dalam titer rendah. Berbeda dengan myasthenia gravis, pada LEMS kelemahan otot membaik dengan aktivitas. LEMS juga umumnya disebabkan keganasan yang menjadi penyakit dasar.[1,8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama pada myasthenia gravis adalah pemeriksaan serologi antibodi terhadap reseptor asetilkolin yang bersifat spesifik untuk myasthenia gravis. Pemeriksaan lainnya meliputi pemeriksaan elektrofisiologi untuk memastikan diagnosis dan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya timoma atau massa lainnya.
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan antibodi terhadap reseptor asetilkolin (anti-AChR Ab) bersifat sangat spesifik dan mengonfirmasi diagnosis pasien dengan gejala klinis klasik. Anti-AChR Ab ditemukan pada 80% pasien dengan myasthenia gravis generalisata dan 50% pasien dengan myasthenia gravis okular murni.
Sekitar 5-10% pasien myasthenia gravis seropositif terhadap antibodi anti-MuSK. Sedangkan 3-50% pasien yang seronegatif terhadap kedua antibodi tersebut memiliki antibodi low-density lipoprotein receptor-related protein 4 (Lrp4).[1,3,9]
Pemeriksaan Elektrofisiologi
Pemeriksaan elektrofisiologi dilakukan pada pasien yang seronegatif pada pemeriksaan serologi, dan bertujuan menilai conduction delay di neuromuscular junction. Pemeriksaan yang umumnya dilakukan untuk myasthenia gravis adalah tes repetitive nerve stimulation (RNS) dan single-fiber electromyography (SFEMG).
Tes RNS dilakukan dengan memberikan stimulasi saraf sebesar 2-3 Hz. Stimulasi saraf berulang mengurangi asetilkolin di neuromuscular junction (NMJ), dan menghasilkan potensi postsinaptik eksitatori (EPSP) yang rendah. Pengurangan EPSP sebesar 10% atau lebih antara stimulus pertama dan kelima bersifat diagnostik untuk myasthenia gravis.[1,3,9]
Tes Edrophonium (Tensilon)
Edrophonium adalah inhibitor asetilkolinesterase short-acting yang meningkatkan availabilitas asetilkolin di NMJ. Tes Tensilon berfungsi mendeteksi myasthenia gravis okular pada kondisi pemeriksaan elektrofisiologi tidak dapat dilakukan. Tes dilakukan dengan memberi edrophonium secara intravena, kemudian pasien diobservasi apakah terdapat perbaikan gejala ptosis atau diplopia. Tes Tensilon memiliki sensitivitas 71-95% untuk mendiagnosis myasthenia gravis.[1,3,9]
Tes Ice-pack
Tes ice-pack dilakukan ketika terdapat kontraindikasi melakukan tes Tensilon. Tes ice-pack hanya bisa dilakukan pada otot-otot okular. Tes dilakukan dengan mengompres mata dengan kompres dingin selama 2-5 menit, kemudian pasien diobservasi apakah terdapat perbaikan gejala ptosis.[1,3,9]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan atau MRI dilakukan pada pasien myasthenia gravis untuk mendeteksi adanya timoma. Pada pasien dengan keluhan okular murni, MRI mata dan otak perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya massa.[1,3,9]
Pemeriksaan Lainnya
Pasien dengan myasthenia gravis dapat memiliki kelainan autoimun lainnya, sehingga direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan kelainan autoimun seperti antinuklear antibodi, faktor rheumatoid, dan fungsi tiroid.[1,3,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta