Pendahuluan Tarsal Tunnel Syndrome
Tarsal tunnel syndrome atau sindrom terowongan tarsal merupakan neuralgia nervus tibialis posterior akibat kompresi struktur dalam terowongan tarsal. Kondisi yang dapat menyebabkan tarsal tunnel syndrome (TTS) di antaranya trauma, kelainan anatomi, penyakit sistemik, serta luka setelah operasi. Gejala yang timbul berupa nyeri, gangguan sensorik, serta kelemahan otot pergelangan hingga telapak kaki.[1-3]
Gejala TSS termasuk dalam insiden neuropati perifer. Insiden TTS masih belum diketahui dan relatif jarang ditemui, bahkan termasuk penyakit yang sering tidak terdiagnosis. TTS lebih sering ditemui pada orang dengan penyakit penyerta, salah satunya penderita diabetes mellitus, gout artritis, obesitas, serta hiperlipidemia.[1,2]
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya pes planus dan talipes equinovarus, serta kelainan pada gaya berjalan. standar baku untuk menegakkan diagnosis serta menilai derajat keparahan TTS adalah pemeriksaan konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Sementara, USG atau MRI pada terowongan tarsal dapat menilai kelainan jaringan lunak, seperti tendinitis, tenosinovitis, lipoma, varises, dan kista ganglion.[1,3,4]
Penatalaksanaan TTS tergantung etiologi penyakit dan derajat gangguan fungsi kaki, yang dapat berupa terapi konservatif, medikamentosa, hingga pembedahan. Terapi konservatif adalah imobilisasi kaki untuk mengurangi gejala.[1,5]
Terapi medikamentosa, dengan obat antinyeri atau antiinflamasi, baik peroral maupun topikal, untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sedangkan pembedahan dapat dilakukan jika manajemen konservatif gagal, atau bila penyebab definitif TTS teridentifikasi.[1,5,6]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini