Pendahuluan Dispareunia
Dispareunia, atau sering dikenal dengan painful sex adalah nyeri persisten atau berulang saat atau setelah melakukan koitus. Nyeri koitus ini dapat dibedakan menjadi dispareunia dalam dan dispareunia superfisial.[1-3]
Dispareunia dalam atau nyeri panggul dalam yang terlokalisir saat bersenggama biasanya disebabkan oleh kelainan di vagina bagian atas dan uterus, misalnya mioma uteri, endometriosis, kista, mioma, keganasan dan inflamasi pelvis, bahkan penyebab non genital seperti kelainan usus atau kandung kemih. Sedangkan dispareunia superfisial terjadi akibat perubahan morfologis, neurokimia, dan fungsional mukosa vulva dan/atau introitus vaginal.[4,10-12]
Etiologi dispareunia superfisial di usia produktif bisa karena vulvovaginitis, dermatitis, vaginismus; di usia pre- dan post-produktif karena atrofi vulvovaginalis, kurang lubrikasi, dermatosis; serta penyebab yang lebih jarang adalah neurogenik, keganasan.[2,4,7,10-13]
Meskipun dispareunia dapat dialami baik oleh pria dan wanita, kondisi ini jauh lebih sering ditemui pada wanita. Prevalensi dispareunia di dunia sangat bervariasi yaitu berkisar 8-21,8 %, di Indonesia belum diketahui pasti.[6,14-17]
Anamnesis karakteristik nyeri dapat menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Pemeriksaan fisik utama adalah inspeksi vulvovagina dan tes rangsang sensorik menggunakan kapas/cotton swab test. Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan untuk mencari etiologi yang mendasari keluhan dispareunia.[2,5-8]
Rekomendasi penatalaksanaan dispareunia saat ini bervariasi dan harus dilakukan spesifik sesuai dengan etiologinya. Penatalaksanaan dispareunia secara umum dapat dibedakan menjadi fisioterapi dan terapi perilaku, terapi medikasi, serta terapi pembedahan.[8,22]
Prognosis dan komplikasi dispareunia bisa memburuk secara psikis maupun fisik, serta perlu diperhatikan gangguan hubungan dengan pasangan. Edukasi pasien dispareunia sangat penting agar pasien mengerti bahwa dia benar mengalami nyeri saat senggama dan harus ditangani. Adanya stigma tabu membicarakan masalah seksual di masyarakat akan menghambat penanganan optimal.[2,8,22]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja