Diagnosis Degenerasi Makula
Diagnosis degenerasi makula adalah dengan menemukan 1 atau lebih kelainan berupa lesi drusen dengan diameter ≥63 µm, perubahan lapisan epitel pigmen retina, atau kelainan lain berupa atrofi geografik lapisan epitel pigmen retina, neovaskularisasi koroidal, vaskulopati polipoid koroidal, atau proliferasi retina angiomatosa.
Degenerasi makula tahap lanjut terjadi apabila ditemukan atrofi geografik atau pembentukan membran neovaskular koroid disertai sekuel perdarahan / cairan serosa di subretina dan fibrosis.[1,2]
Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keluhan penurunan tajam penglihatan yang perlahan tanpa gejala peradangan atau mata tenang. Keluhan lain yang bisa ditemukan pada anamnesis adalah penurunan tajam penglihatan dekat, distorsi penglihatan berupa metamorfopsia atau mikropsia, skotoma, penurunan adaptasi penglihatan di ruangan yang gelap, serta keluhan-keluhan penglihatan lain yang tidak spesifik. Degenerasi makula eksudatif umumnya menimbulkan keluhan gangguan penglihatan yang lebih berat.[1,13]
Pada anamnesis, pemeriksa juga perlu menanyakan riwayat penyakit mata yang pernah diderita pasien, riwayat penyakit lain, riwayat penggunaan obat-obatan atau suplemen, serta faktor risiko degenerasi makula seperti riwayat degenerasi makula pada anggota keluarga lain, riwayat pajanan sinar ultraviolet berlebihan, dan riwayat merokok.[2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik degenerasi makula meliputi pemeriksaan mata komprehensif, pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan sensitivitas warna, pemeriksaan menggunakan Amsler grid, dan pemeriksaan fundus biomikroskopi slit-lamp.
Pada pemeriksaan Amsler grid pasien dengan gejala metamorfopsia dapat melihat distorsi pada garis-garis, yakni garis yang lurus tampak bengkok, atau bagian garis pada grid yang hilang akibat skotoma.[2,13,14]
Pada pemeriksaan fundus dapat ditemukan lesi khas degenerasi makula yakni lesi drusen pada makula. Lesi drusen berbentuk deposit multipel kekuningan di bawah retina.
Lesi drusen terbentuk dari lipid atau lipofusin, vitronectin, dan protein-protein inflamasi. Pada degenerasi makula eksudatif dapat ditemukan neovaskularisasi dengan perdarahan atau eksudat di daerah subretina. Gambaran lain yang dapat ditemukan adalah jaringan parut bentuk disciform (bulat) atau atrofi geografik pada degenerasi makula tahap lanjut.[1]
Proses penuaan normal retina ditandai dengan penurunan densitas, khususnya lapisan epitel pigmen retina dan outer segment. Proses penuaan juga dapat diamati pada membran Bruch dan lapisan koriokapilar.
Pada lapisan epitel pigmen retina terjadi penurunan jumlah granul melanin dan pembentukan granul lipofusin yang akan berdeposit membentuk lesi drusen. Proses penuaan menyebabkan penurunan aliran darah koroid, serta penurunan jumlah koriokapiler dan diameter lumen pembuluh darah.
Cedera oksidatif kumulatif berperan dalam proses degenerasi. Pada proses penuaan normal, lesi drusen dapat ditemukan namun dengan jumlah yang sedikit, berukuran kecil, dan berbatas tegas. Sedangkan lesi drusen yang menjadi tanda patognomonik degenerasi makula berukuran lebih besar, konfluen, dan batasnya kabur. Pada tahap awal degenerasi makula, keadaan patologis sulit dibedakan dengan proses penuaan normal tersebut.[1,13]
Tanda patologis yang dapat ditemukan pada degenerasi makula adalah lesi drusen, atrofi geografik, fibrosis subretina, perubahan lapisan epitel pigmen retina, dan eksudat atau perdarahan pada ruang subretina.[1]
Lesi Drusen
Lesi drusen adalah lesi patognomonik pada degenerasi makula. Pada pemeriksaan histopatologi drusen nodular menunjukkan struktur eosinofilik berbentuk kubah yang terletak antara membran Bruch dan lapisan epitel pigmen retina.
Drusen yang besar dan lunak dapat terbentuk lokal di area basal laminar yang terlepas, yang terbentuk dari akumulasi materi granul di antara lapisan epitel pigmen retina dan membran basal atau bagian luar membran basal lapisan epitel pigmen retina. Ukuran dan densitas lesi drusen berhubungan dengan progresivitas penyakit.[1]
Atrofi Geografik
Atrofi geografik berbatas tegas terjadi di lapisan epitel pigmen retina, segmen luar retina, dan koriokapilar. Atrofi tampak lebih dulu di bagian perifovea yang lambat laun akan mengenai bagian fovea. Pada tahap lanjut dapat ditemukan densitas sel fotoreseptor yang berkurang dan perubahan posisi membran Bruch ke arah lapisan nuklear dalam.[1,15]
Neovaskularisasi Subretina
Neovaskularisasi subretina ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru subretina dari pembuluh darah mirip kapiler koroid yang mudah berdarah dan menyebabkan ablasio retina hemoragik (eksudatif).[1]
Jaringan Parut Disciform
Jaringan parut berbentuk disciform atau bulat biasanya timbul akibat neovaskularisasi subretina. Jaringan parut dapat terbentuk di dalam lapisan membran Bruch atau antara lapisan epitel retina dan lapisan neurosensorik. Pada lesi ini dapat ditemukan hemosiderin yang menandakan proses hemoragik yang ada sebelumnya. Hiperplasia lapisan epitel pigmen retina merupakan gambaran yang khas pada jaringan parut disciform, selain itu dapat ditemukan infiltrat limfositik di koroid. Lapisan retina mengalami degenerasi kistik dengan jumlah sel fotoreseptor yang berkurang.[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding degenerasi makula dapat dibedakan berdasarkan tipenya yakni degenerasi makula eksudatif atau non eksudatif.
Diagnosis Banding Degenerasi Makula Eksudatif
Diagnosis banding degenerasi makula eksudatif adalah neovaskularisasi koroid akibat lain seperti miopia patologis, sindrom histoplasmosis okular, ruptur koroid, dan penyebab idiopatik.
Vaskulopati koroid polipoidal juga dapat menyerupai gambaran perdarahan pada degenerasi makula, namun biasanya tajam penglihatan pasien lebih baik dan tidak dapat ditemukan lesi drusen.
Tumor koroid juga dapat memberikan gambaran perdarahan subretina atau perubahan pada lapisan epitel pigmen retina. Namun, tumor koroid umumnya terjadi unilateral, sedangkan degenerasi makula lebih sering terjadi bilateral.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendeteksi lesi tumor dan membedakannya dengan degenerasi makula. Retinopati sentral serosa merupakan diagnosis banding degenerasi makula eksudatif dengan gambaran CNVM occult.[1]
Diagnosis Banding Degenerasi Makula Non-Eksudatif
Diagnosis banding degenerasi makula non-eksudatif adalah korioretinopati serosa sentral, pattern dystrophy, drusen kutikuler, dan toksisitas obat-obatan (misalnya klorokuin). Penyakit dan keadaan-keadaan tersebut dapat memiliki gambaran patologis serupa degenerasi makula non-eksudatif.
Korioretinopati serosa sentral dapat menunjukkan perubahan pada lapisan epitel pigmen retina dan ablasio retina, namun tidak menunjukkan lesi drusen. Pattern dystrophy lebih sering terjadi pada pasien usia muda dan memiliki gambaran FFA yang khas.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang fundus fluorescein angiography (FFA) dan optical coherence tomography (OCT) pada kasus degenerasi makula bermanfaat dalam diagnosis, mendeteksi neovaskularisasi baik baru ataupun rekuren, dan memantau perkembangan terapi. Pemeriksaan laboratorium darah tidak rutin dilakukan.[2]
Fundus Fluorescein Angiography
Fundus fluorescein angiography (FFA) berguna untuk melakukan visualisasi vaskular retina, neovaskularisasi retina/koroid, serta gambaran perfusi dan eksudasi pada degenerasi makula. FFA dilakukan jika ada keluhan metamorfopsia baru atau terjadi perburukan keluhan metamorfopsia.
Metamorfopsia dapat terjadi pada kondisi neovaskularisasi koroid. FFA juga dianjurkan bila pada pemeriksaan fundus ditemukan gambaran membran neovaskularisasi koroid berupa elevasi epitel pigmen retina, perdarahan atau eksudat pada subretina.[1,4,13]
FFA dilakukan dengan menyuntikkan fluoresen natrium 25% melalui vena perifer kemudian dilakukan angiografi sekuensial. Patologi degenerasi makula yang dapat ditemukan pada FFA dibagi menjadi hiperfluoresen dan hipofluoresen.
Lesi hiperfluoresen timbul akibat lesi drusen, atropi lapisan epitel pigmen retina, choroidal neovascular membrane (CNVM), ablasio retina eksudatif, dan fibrosis subretina. Lesi hipofluoresen dapat terjadi akibat perdarahan, eksudasi lipid, dan hiperplasia pigmen.[1,4,13]
CNVM dapat muncul dalam dua bentuk berbeda yakni klasik dan occult. FFA dapat membedakan kedua bentuk CNVM tersebut. CNVM klasik ditandai dengan area hiperfluoresen pada fase awal yang berbatas tegas. Area hiperfluoresen tersebut kemudian akan meningkat intensitasnya dan meluas dari batas pada fase awal di fase pertengahan dan lanjutan FFA sehingga batas lesi menjadi kabur yang disebabkan karena kebocoran fluoresen pada perdarahan subretina.[1]
Pada CNVM occult ditemukan kebocoran koroid fase lanjutan tanpa adanya pola seperti CNVM klasik di atas. CNVM occult juga dapat muncul apabila ada pasien yang dicurigai ablasio retina fibrovaskuler pigmen epitel atau fibrovascular pigment epithelial detachment (FVPED).
Pada menit ke-1 atau 2 kondisi FVPED ditandai dengan elevasi ireguler lapisan epitel pigmen retina dengan gambaran hiperfluoresen bercak-bercak. Setelah beberapa saat dari bagian tepi dapat muncul kebocoran atau tidak sama sekali. Batas FVPED dapat tampak di menit ke-1 dan 2 FFA atau bisa juga tidak tampak pada beberapa kasus.[1]
Kebocoran fase lanjutan dari sumber yang tidak dapat ditentukan ditandai dengan area hiperfluoresen berbatas tidak tegas di fase awal atau pertengahan FFA (tidak seperti pada CNVM klasik).
Kebocoran biasanya terjadi di lapisan yang lebih dalam (koroid) atau pada lapisan epitel pigmen retina dan dapat memberikan gambaran bercak-bercak yang lebih besar (speckled) dan pengumpulan fluoresen di ruang subretina yang menutupi daerah bercak tersebut.[1]
Selain menggunakan fluoresen, angiografi juga dapat dilakukan pewarna lain yakni indocyanine green.[16]
Optical Coherence Tomography
Optical coherence tomography (OCT) merupakan pemeriksaan non-invasif dan memiliki resolusi tinggi. OCT merupakan pemeriksaan penunjang yang selalu dilakukan pada pasien degenerasi makula. OCT dapat mengevaluasi sekuel membran neovaskuler dan juga memantau respon pengobatan.
Modalitas pemeriksaan terbaru yakni OCT angiography (OCT-A) dapat digunakan untuk mengevaluasi mikrovaskular koroid dan retina tanpa perlu penyuntikan zat kontras.
Pada degenerasi makula non-eksudatif tampak penurunan sirkulasi koriokapiler dan area atrofi retina. Untuk kasus degenerasi makula eksudatif OCT-A dapat digunakan untuk mendeteksi CNVM dan memantau perkembangannya pasca terapi injeksi anti-VEGF intravitreal.[2,13,17]
Tabel 1. Kategori Degenerasi Makula berdasarkan Age-Related Eye Disease Study (AREDS)
Kategori | Tanda Klinis |
AREDS 1 – tidak degenerasi makula | Tidak ditemukan lesi drusen atau ditemukannya drusen dengan ukuran <63 µm |
AREDS 2 – degenerasi makula awal | Beberapa lesi drusen ukuran kecil, beberapa drusen ukuran sedang, yakni 63 – 124 µm, kelainan epitel pigmen retina ringan |
AREDS 3 – degenerasi makula intermediate | Beberapa drusen ukuran sedang, ≥1 drusen ukuran besar, yakni ≥125 µm, atrofi geografik epitel pigmen retina |
AREDS 4 – degenerasi makula lanjut | Terdapat 1 atau lebih kelainan berikut: atrofi geografik epitel pigmen retina yang melibatkan daerah fovea, neovaskularisasi koroidal, ablasio retina eksudatif, eksudat keras retina, proliferasi fibrovaskuler subretina dan di bawah epitel pigmen retina, jaringan parut disciform atau fibrosis subretina |
Sumber: dr. Saphira Evani, Alomedika, 2022
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri