Pendahuluan Hipermetropia
Hipermetropia atau dikenal dengan hiperopia dan rabun dekat merupakan suatu gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar cahaya sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Ketajaman penglihatan lebih baik pada jarak jauh dibandingkan jarak dekat.
Penyebab dari hipermetropia terbagi menjadi empat, yakni hipermetropia aksial atau hipermetropia sederhana, hipermetropia kurvatur, hipermetropia indeks, dan hipermetropia posisional atau afakia.[1,2]
Gejala hipermetropia cukup bervariasi, dimulai dari yang tidak bergejala hingga yang bergejala berat dan mengganggu aktivitas. Pada anak-anak, hipermetropia biasanya asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, maka gejala yang dapat dialami oleh pasien yakni deviasi bola mata (esotropia), astenopia, pandangan kabur terutama ketika melihat objek dalam jarak dekat, penglihatan redup, hordeolum atau konjungtivitis berulang, presbiopia prematur, hingga sensasi “crossed eye”.
Pada pemeriksaan hipermetropia perlu dilakukan pemeriksaan visus, pemeriksaan cahaya, funduskopi, dan pemeriksaan strabismus. Pada pemeriksaan penunjang mungkin perlu dilakukan retinoskopi.[2]
Penanganan hipermetropia berupa koreksi lensa, baik dengan penggunaan kacamata ataupun lensa kontak, hingga tindakan pembedahan refraktif. Pembedahan refraktif dapat dilakukan apabila pertumbuhan mata sudah berhenti dan gangguan refraktif pada mata sudah terstabilisasi. Biasanya kondisi ini terjadi pada pasien yang berusia 30 tahun ke atas.[1,2]