Pendahuluan Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan suatu peradangan atau infeksi pada lapisan konjungtiva mata. Lapisan konjungtiva adalah membran mukosa transparan yang berfungsi untuk melubrikasi dan melapisi bagian luar dari mata. Konjungtivitis ditandai dengan adanya inflamasi, pembengkakan pada jaringan konjungtiva, dilatasi dari pembuluh-pembuluh darah di sekitarnya, ocular discharge, dan nyeri.[1]
Berdasarkan awitannya, konjungtivitis terbagi menjadi 2 yakni akut dan kronik. Konjungtivitis akut berlangsung selama 3–4 minggu, sedangkan konjungtivitis kronik berlangsung lebih dari 4 minggu.
Sementara itu, berdasarkan etiologinya, konjungtivitis dapat disebabkan oleh infeksi maupun non-infeksi. Konjungtivitis infeksi dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, hingga parasit. 80% kasus disebabkan oleh virus yakni Adenovirus. Konjungtivitis non-infeksi disebabkan oleh iritasi, alergen, mata kering, paparan zat kimia, ataupun toksin.[2]
Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan mata merah. Dokter perlu menanyakan mengenai keluhan yang dialami, awitan gejala, melibatkan satu atau kedua mata, riwayat pengobatan sebelumnya, gangguan penglihatan, fotofobia, hingga tipe discharge yang keluar dari mata. Pada pemeriksaan fisik, perlu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Pada inspeksi mata bisa didapatkan hiperemis, edema, dan injeksi konjungtiva. Perhatikan juga temuan spesifik berdasarkan etiologi konjungtivitis, misalnya cobblestone pada konjungtivitis alergi.
Pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan pada kasus konjungtivitis. Namun, apabila kondisi konjungtivitis sudah dialami berulang-ulang kali, resisten terhadap pengobatan, ada kecurigaan infeksi akibat chlamydia maupun gonorrhea, konjungtivitis infeksi pada neonatus, dan discharge purulen yang berlebihan pada orang dewasa, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pewarnaan Gram, kultur, dan PCR (polymerase chain reaction).[1,2]
Penatalaksanaan konjungtivitis meliputi tindakan suportif seperti kompres dingin, irigasi mata, dan tetes air mata buatan. Terapi medikamentosa dapat berupa pemberian vasokonstriktor dan antihistamin. Antibiotik tetes mata diberikan apabila memang terbukti adanya infeksi akibat bakteri.[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani