Epidemiologi Konjungtivitis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa konjungtivitis paling banyak terjadi pada anak-anak berusia di bawah 7 tahun, dengan insidensi tertinggi yakni pada anak-anak berusia 0-4 tahun. Konjungtivitis viral adalah jenis yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-hari, diikuti dengan konjungtivitis bakterial di posisi kedua.[2,9,10]
Global
Dari beberapa jenis konjungtivitis, konjungtivitis akibat virus dan bakteri adalah yang paling sering ditemukan dalam praktik sehari-hari secara global. Konjungtivitis viral dilaporkan berkontribusi sebesar 75% kasus konjungtivitis akibat infeksi. Di Amerika Serikat, diperkirakan sebanyak 135 orang per 10.000 populasi mengalami konjungtivitis bakterial setiap tahunnya.[5,9,10]
Di Paraguay, konjungtivitis bakterial pada pasien dewasa paling banyak disebabkan oleh Staphylococcus so. Di Thailand, paling banyak disebabkan oleh Pseudomonas sp. Di India, konjungtivitis bakterial paling banyak disebabkan oleh Streptococcus sp, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Moraxella catarrhalis.
Infeksi Haemophilus influenzae lebih banyak ditemukan pada konjungtivitis yang terjadi di anak-anak. Pada neonatus dapat ditemukan konjungtivitis akibat Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis.[5,11]
Konjungtivitis alergi paling sering ditemukan pada area dengan high seasonal allergen dan polen. Khusus kasus keratokonjungtivitis vernal, paling sering terjadi pada negara dengan iklim kering dan hangat, termasuk negara tropis seperti Indonesia.[6,7,12]
Indonesia
Data epidemiologi nasional mengenai insidensi konjungtivitis di Indonesia belum tersedia.
Mortalitas
Mortalitas pada kasus konjungtivitis sangat jarang terjadi. Mortalitas pada kasus konjungtivitis mayoritas disebabkan kegagalan menangani penyakit yang melatarbelakangi, misalnya pada kasus sepsis dan meningitis akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae. Infeksi Chlamydia pada neonatus juga dapat menimbulkan komplikasi pneumonia.[5]
Konjungtivitis terkait gonorrhea dan chlamydia bisa menyebabkan oftalmia neonatorum. Persentase kebutaan akibat oftalmia neonatorum dilaporkan sebesar 8% di Kopenhagen, 20% di Berlin, 30% di Wina, dan 45% di Paris. Oftalmia neonatorum dapat dicegah dengan penatalaksanaan ibu dan profilaksis perinatal.[13]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani