Penatalaksanaan Konjungtivitis
Penatalaksanaan konjungtivitis umumnya bersifat suportif. Konjungtivitis paling banyak disebabkan oleh virus, yang mana dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-7 hari. Pengobatan antibiotik spesifik diberikan pada kasus-kasus konjungtivitis tertentu saja, misalnya pada konjungtivitis akibat gonorrhea.[2]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada penderita konjungtivitis mencakup air mata buatan, kompres dingin, dan irigasi mata.[8]
Air Mata Buatan
Obat tetes air mata yang dijual di pasaran mengandung bahan seperti gliserin atau hidroksi propil metilselulosa (HPMC). Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari.
Pemberian air mata buatan dapat membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen dan mediator-mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan mata. Sebaiknya gunakan air mata buatan yang tidak mengandung bahan pengawet dan dalam kemasan single-dose agar kemasan tetes mata tidak menjadi media penularan.[8]
Kompres Dingin
Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan terutama pada pasien dengan konjungtivitis alergi. Kompres dingin dapat dilakukan selama 5 menit. Kompres dingin yang dikombinasikan dengan pemberian obat tetes air mata buatan dapat meringankan gejala dari konjungtivitis.[1,8]
Irigasi Mata
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak, misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae. Irigasi disarankan menggunakan cairan salin normal.[2,8]
Terapi Medikamentosa Spesifik
Terapi medikamentosa spesifik dapat diberikan pada konjungtivitis dengan gejala yang berat atau berisiko menyebabkan komplikasi berat. Pemilihan terapi disesuaikan dengan penyebab yang melatarbelakangi.[2,4-6]
Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral, karena hampir sebagian besar kasus dapat sembuh sendiri (terutama Adenovirus). Terapi menggunakan antivirus topikal dilaporkan tidak efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh Adenovirus, sehingga terapi konjungtivitis viral dapat menggunakan terapi suportif saja.[2,4]
Meskipun demikian, antiviral baik oral maupun topikal seperti acyclovir, ganciclovir, valacyclovir, dan famciclovir masih bisa dipertimbangkan untuk tetap diberikan, terutama pada kasus konjungtivitis akibat virus herpes.
- Acyclovir 200-800 mg, diberikan 5 kali sehari, selama 7-10 hari, per oral
- Salep 5% dermatologik ointment acyclovir, dioles 6 kali/hari selama 7 hari
- Valacyclovir 1000 mg, 3 kali sehari, selama 7–10 hari, per oral
- Famciclovir 500 mg, 3 kali sehari, selama 7-10 hari, per oral
- Ganciclovir gel oftamlik topikal 0,15%, dioles 5 kali/hari sampai lapisan epitel konjungtiva membaik, selanjutnya 3 kali/hari selama 7 hari[8]
Pasien kemudian diminta untuk kontrol kembali setelah 2-5 hari pasca pengobatan untuk memantau adanya komplikasi. [2,8,21]
Konjungtivitis Bakterial
Tidak hanya terbatas pada konjungtivitis viral, konjungtivitis akibat bakteri ternyata juga bersifat self limiting atau dapat sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Namun, pada beberapa kasus yang disebabkan oleh bakteri, seperti gonorrhea, pemberian obat tetes mata antibiotik tetap perlu.[2,5]
Konjungtivitis Gonorrhea:
Konjungtivitis gonorrhea berisiko berkembang menjadi infeksi gonokokal diseminata. Neonatus yang mengalami konjungtivitis gonorrhea harus dianggap sebagai kegawatdaruratan dan menjalani observasi dan rawat inap. Pendekatan tata laksana yang terbaik adalah profilaksis. Selama kehamilan, ibu hamil yang berisiko perlu menjalani skrining gonorrhea dan infeksi menular seksual lainnya.
Regimen profilaksis pada neonatus adalah erythromycin 0,5% salep mata atau tetrasiklin 1% salep mata. Pada neonatus simtomatik atau risiko tinggi, dapat diberikan:
Ceftriaxone 25-50 mg/kg, maksimal 125 mg intravena (IV) atau intramuskuler (IM), dosis tunggal
Cefotaxime 100 mg/kg secara IV/IM, dosis tunggal
Konjungtivitis gonorrhea dengan gejala pada pasien non-neonatus dapat dikelola secara rawat jalan. Pilihan terapi adalah ceftriaxone 1 gram IM dosis tunggal dan azithromycin 1 gram per oral dosis tunggal yang ditambahkan karena seringnya koinfeksi dengan chlamydia.[8,14]
Konjungtivitis Chlamydia:
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan adalah doxycycline 100 mg, 2 kali sehari, selama 7 hari untuk dewasa dan remaja.
Pendekatan penanganan oftalmia neonatorum terkait chlamydia yang terbaik adalah pencegahan. Ibu hamil perlu menjalani skrining selama masa kehamilan dan diterapi adekuat jika mengalami infeksi chlamydia. Pilihan terapi selama kehamilan adalah azithromycin 1 gram per oral dosis tunggal. Sementara itu, neonatus yang mengalami infeksi chlamydia dapat diberikan erythromycin 50 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis/hari selama 14 hari.[8,20]
Konjungtivitis Alergi
Terapi utama dari konjungtivitis alergi sebenarnya adalah menghindari alergen, diikuti dengan terapi suportif seperti kompres dingin dan penggunaan air mata buatan. Pada beberapa kasus, dapat dipertimbangkan penggunaan antihistamin topikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor, kortikosteroid, dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).[2,6,12]
Antihistamin Topikal:
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine 0,05% diberikan 1 tetes, 2 kali sehari pada mata yang sakit. Pilihan lain adalah azelastine 0,05% diberikan 1 tetes 2 kali sehari, di mata yang sakit. Selain topikal, pasien juga dapat diberikan antihistamin oral seperti loratadine atau cetirizine.[6]
Mast Cell Stabilizer Topikal:
Mast cell stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah proses degranulasi sel mast akibat paparan alergen, sehingga mengurangi frekuensi terjadinya eksaserbasi akut. Mast cell stabilizer biasanya digunakan bersama dengan terapi lainnya. Regimen yang dapat digunakan adalah lodoxamide, nedocromil, sodium cromoglycate, dan alcaftadine.[6]
Vasokonstriktor Topikal:
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine, oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin. Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk sementara dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.[2,6]
Kortikosteroid Tetes Mata:
Kortikosteroid digunakan pada konjungtivitis alergi eksaserbasi akut dengan gejala berat atau bila ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam jangka waktu pendek yang kemudian memerlukan tapering off. Sediaan yang dapat digunakan adalah prednisolone 0,5%, rimexolone 1%, atau fluorometholone 0,1%. Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.[2,6]
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS):
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolac 0,5% dan diklofenak 0,1% dapat dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal bekerja menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi keluhan pasien.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani