Penatalaksanaan Strabismus
Tujuan utama penatalaksanaan strabismus adalah memperbaiki posisi kedua mata, sehingga memperbaiki penglihatan binokular, stereopsis, dan mengembalikan postur tubuh. Penatalaksanaan strabismus meliputi kacamata, prisma, operasi, olahraga melatih otot mata, dan obat–obatan. Strabismus dengan ambliopia juga dapat diterapi dengan eye patch pada mata yang sehat.[1,2,16,63]
Penatalaksanaan strabismus pada anak sebaiknya dilakukan sebelum usia 7–8 tahun, karena dapat menjadi permanen apabila dilakukan setelahnya. Hal ini karena terganggunya perkembangan visual pada anak <7 tahun dengan strabismus. Gangguan penglihatan dapat terjadi karena jaras persarafan dari mata ke otak tidak terstimulasi dengan baik. Hal ini menyebabkan gangguan persepsi “kedalaman” atau aspek 3 dimensi benda (stereopsis).
Pada strabismus sekunder, penatalaksanaan strabismus dilakukan sesuai kondisi yang mendasari.[1]
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis dan pembedahan merupakan tata laksana yang sering digunakan pada strabismus. Pada neonatus, strabismus akan diobservasi sampai usia 3 bulan, apabila setelah usia 3 bulan strabismus masih ditemukan, maka disarankan untuk merujuk pasien ke dokter spesialis mata.[13]
Terapi nonfarmakologis yang digunakan pada strabismus antara lain adalah penggunaan kacamata dan terapi oklusi untuk strabismus yang disertai dengan ambliopia. Pasien diminta untuk tetap melakukan kontrol rutin untuk melihat respon terapi dan perbaikan gejala klinis.
Kacamata
Kacamata digunakan untuk mengoptimalkan best corrected visual acuity (BCVA) kedua mata, sehingga memperbaiki penglihatan binokular dan proses fusi oleh sistem visual. Pada beberapa pasien, penatalaksanaan dengan memperbaiki visus sudah membantu memperbaiki deviasi.[3,12]
Konsep penatalaksanaan dengan kacamata ini adalah berdasarkan sistem akomodasi dan vergence. Pada pasien esotropia, pemberian lensa dengan kekuatan dioptri positif akan membantu merelaksasi sistem akomodasi dan vergence, sehingga mengurangi sudut konvergen.[3]
Eksotropia dapat dibantu dengan pemberian lensa dengan kekuatan dioptri negatif, sehingga menginduksi mata agar melakukan akomodasi konvergen. Lensa prisma juga dapat digunakan untuk mengoreksi deviasi strabismus ke berbagai arah deviasi. Kacamata prisma digunakan untuk mengubah sudut bias cahaya yang datang ke retina agar bayangan jatuh tepat di titik yang sama pada kedua mata.[3,64]
Terapi Oklusi
Terapi oklusi dilakukan dengan “menutup” (oklusi) mata yang sehat. Hasilnya dievaluasi setelah 4 bulan dilakukan oklusi. Jika terjadi perbaikan (penurunan sudut deviasi), maka oklusi dapat dilanjutkan dan dinilai kembali 4 bulan setelahnya. Apabila dengan oklusi tidak ada perbaikan sampai 4 bulan, maka terapi dihentikan.[12]
Terapi oklusi yang disarankan adalah oklusi paruh waktu secara alternatif tergantung keadaan klinis pasien. Terapi oklusi ini diindikasikan pada mereka dengan strabismus yang disertai dengan ambliopia, eksotropia intermiten pada anak <2 tahun, atau pasien preoperasi karena dapat meningkatkan keberhasilan operasi.[12,64,65]
Pembedahan
Tujuan utama dilakukan pembedahan pada strabismus adalah mengembalikan penglihatan binokular dan memperbaiki kemampuan fusi. Hal ini dilakukan dengan cara memperbaiki posisi bola mata dan kemampuan motoriknya ke posisi awal atau mendekati posisi awal tanpa membatasi pergerakan bola mata.[15,52]
Indikasi
Indikasi pembedahan pada strabismus adalah:
- Esotropia >15 derajat prisma dioptri
- Eksotropia >20 derajat prisma dioptri
- Deviasi vertikal >8-10 derajat prisma dioptri
Pembedahan dilakukan dengan melakukan reseksi dan resesi otot ekstraokular. Reseksi akan memperkuat otot ekstraokular, sedangkan otot yang di resesi akan melemah. Klinisi akan memilih prosedur sesuai dengan keadaan klinis pasien.[3]
Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul setelah dilakukan pembedahan adalah kemerahan dan nyeri pada mata. Pasien akan membutuhkan waktu beberapa minggu untuk perbaikan. Anak dapat kembali ke sekolah setelah 2–3 hari.[1]
Keberhasilan Operasi
Keberhasilan operasi pada strabismus dinilai dari posisi motorik mata, perbaikan kemampuan sensorik, dan kombinasi keduanya. Pemeriksaan lapang pandang, kebutuhan lensa prisma, atau manipulasi akomodasi dapat dilakukan setelah operasi untuk melihat keberhasilannya.[66]
Operasi strabismus dinyatakan sukses apabila deviasi post operasi berada <10 prisma dioptri dari posisi normal untuk deviasi horizontal, sedangkan untuk vertikal <4 prisma dioptri. Selain itu, pada strabismus yang didapat, perbaikan keluhan diplopia juga dapat menjadi salah satu indikator kesuksesan terapi.[3,38]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis pada strabismus dapat dipertimbangkan bersamaan dengan tindakan resesi pembedahan. Terapi farmakologis yang dapat dipertimbangkan adalah neurotoksin seperti injeksi Botulinum Toxin A (BTA) intramuskular.
Botulinum Toxin A (BTA)
Botulinum toxin A (BTA) bekerja dengan menghambat pelepasan asetilkolin dari serat saraf kolinergik tanpa menyebabkan kerusakan pada ujung serabut saraf myotendon. Otot ekstraokular yang terlalu aktif menyebabkan deviasi bola mata ke arah ipsilateral otot antagonis, BTA digunakan untuk melemahkan otot ini.[67]
Kontraksi otot terjadi dengan adanya ikatan antara asetilkolin (Ach) dengan reseptornya pada neuromuscular junction. Dengan injeksi BTA, maka pelepasan Ach tidak terjadi, sehingga menghambat terjadinya kontraksi otot dan terjadilah paralisis.
Paralisis yang ditimbulkan dari pemberian BTA bersifat temporer, kurang lebih 3 bulan. Pada saat ini, otot yang berlawanan dari otot yang diinjeksi BTA menjadi mampu untuk menggerakkan bola mata lebih bebas, sehingga terjadi perbaikan posisi mata dari yang awalnya deviasi.[10]
Pemberian BTA perlahan–lahan merubah dan memperbaiki posisi bola mata. Penggunaan BTA pada otot ekstraokular ini dapat menjadi pilihan alternatif pada penatalaksanaan strabismus orang dewasa. Pada anak, hal ini belum menjadi pilihan utama karena belum cukup bukti ilmiah yang mendukung.[10]
Baru–baru ini, BTA juga digunakan pada strabismus dengan deviasi sudut besar untuk meningkatkan perbaikan post operasi. Pada strabismus sudut besar, prosedur resesi yang dilanjutkan dengan reseksi menjadi salah satu pendekatan terapi yang digunakan, tetapi berisiko menyebabkan asimetrisitas karena restriksi pergerakan bola mata dan penyempitan fisura palpebra. Injeksi BTA mengurangi restriksi pergerakan bola mata, sehingga memaksimalkan koreksi.[67]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli