Patofisiologi Glioblastoma
Patofisiologi glioblastoma diperkirakan berasal dari sel neural prekursor di zona subventrikular. Gejala klinis glioblastoma dapat terjadi baik akibat efek langsung berupa nekrosis, atau efek tidak langsung dari penekanan intrakranial.[2,3]
Lokasi Glioblastoma
Single-cell RNA sequencing menunjukkan bahwa glioblastoma terdiri dari campuran heterogen sel-sel neoplastik yang berdiferensiasi buruk dan dipengaruhi interaksi sel-sel imun.[2,3]
Glioblastoma umumnya berlokasi di white matter subkorteks dan grey matter bagian dalam hemisfer otak, dan dapat mengenai seluruh lobus otak. Lobus yang paling sering terkena adalah lobus temporal dan frontal.[2,3]
Meski jarang, jenis tumor otak ini juga dapat muncul di batang otak, serebelum, dan medula spinalis. Sebanyak 0,5–35% glioblastoma merupakan lesi multipel, di mana mekanisme timbulnya lesi multipel ini belum diketahui pasti. Namun, studi menunjukkan lesi multipel umumnya memiliki amplifikasi gen EGFR, TERT, dan mutasi PTEN.[2,3]
Area Hipoksia Akibat Glioblastoma
Glioblastoma memiliki banyak area hipoksia, yakni area yang kekurangan suplai oksigen. Hal tersebut disebabkan proliferasi sel dan neovaskularisasi yang sangat cepat sehingga mengakibatkan buruknya difusi oksigen. Hipoksia meningkatkan agresivitas tumor, mengakibatkan migrasi sel glioblastoma dan infiltrasi jaringan sehat di sekitarnya, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi kuratif.[2]
Proliferasi dan Metastasis
Proliferasi mikrovaskular terjadi melalui beberapa mekanisme, yakni proliferasi endotel yang diinduksi hipoksia, sekresi faktor angiogenik (seperti VEGF) oleh sel-sel tumor, dan masuknya sel-sel tumor ke endotel vaskular. Namun, terdapat hipotesis bahwa pembuluh darah yang terbentuk akibat proliferasi mikrovaskular memiliki permukaan lumen yang buruk dan mendorong thrombogenesis, sehingga jaringan sekitarnya mengalami nekrosis.[2,3]
Glioblastoma dapat bermetastasis melalui cairan serebrospinal dan muncul di permukaan ventrikel, tetapi jarang menginvasi duramater, sinus venosus, dan tulang. Metastasis ekstrakranial pun jarang terjadi, hanya ditemukan pada 0,4–0,5% kasus.[2]
Patofisiologi Gejala Klinis
Patofisiologi timbulnya gejala klinis pada pasien glioblastoma dapat disebabkan oleh salah satu atau lebih tiga mekanisme berikut:
- Efek langsung: jaringan otak hancur akibat nekrosis, mengakibatkan defisit neurologis fokal dan gangguan kognitif
- Efek sekunder: peningkatan tekanan intrakranial mengakibatkan nyeri kepala dengan progresivitas berat, papilledema, dan muntah proyektil
- Tergantung lokasi tumor, 20–40% kasus dapat disertai kejang dengan onset fokal[2,3]