Pendahuluan Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal adalah pertumbuhan sel maligna pada jaringan kolon dan/atau rektum. Kanker ini merupakan salah satu jenis keganasan yang paling banyak ditemukan dan memiliki mortalitas tinggi. Di Indonesia, berdasarkan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari WHO tahun 2020, kanker kolorektal menempati peringkat ke-4 dengan kasus baru 34.189 pasien (8,6%).[1,2]
Terbentuknya kanker kolorektal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Riwayat adenoma kolon, inflammatory bowel disease, merokok, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi, dan riwayat keluarga dengan kanker kolorektal dilaporkan meningkatkan risiko terbentuknya kanker kolorektal. Sementara itu, aktivitas fisik moderat selama 30‒60 menit/hari dan diet tinggi serat dilaporkan mampu menurunkan risiko.[3]
Pasien dengan kanker kolorektal umumnya mengeluhkan feses berdarah, nyeri perut, perubahan pola BAB, dan gejala umum seperti lemah dan penurunan berat badan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah kolonoskopi, penanda tumor (CEA dan CA19-9), dan pencitraan seperti CT Scan, MRI, atau USG abdomen.[1,4]
Tata laksana kanker kolorektal bergantung pada stadium kanker, gambaran histopatologi, efek samping obat, serta kondisi klinis dan preferensi pasien. Terapi kanker kolorektal yang telah dikembangkan hingga saat ini adalah endoskopi, pembedahan/reseksi, kemoterapi, radioterapi, dan imunoterapi, baik terapi untuk kuratif maupun tujuan paliatif.[1,5]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini