Diagnosis Limfoma Non-Hodgkin
Diagnosis limfoma non-Hodgkin umumnya memerlukan biopsi jaringan yang lalu diikuti dengan konfirmasi patologis. Diagnosis hanya berdasarkan manifestasi klinis saja akan sulit dilakukan karena penyakit ini memiliki gejala yang bervariasi dan nonspesifik.
Anamnesis
Pasien limfoma non-Hodgkin umumnya datang dengan gejala B, yakni keluhan demam, penurunan berat badan, atau keringat malam. Gejala B sistemik lebih sering dijumpai pada pasien dengan varian limfoma non-Hodgkin high-grade.[1,3]
Gejala lain yang muncul biasanya berhubungan dengan area yang terlibat. Pasien limfoma gastrointestinal umumnya memiliki gejala nonspesifik seperti nyeri atau rasa tidak nyaman pada epigastrium, anoreksia, penurunan berat badan, mual-muntah, cepat merasa kenyang, dan perdarahan samar saluran cerna. Pasien limfoma susunan saraf pusat dapat datang dengan gejala nyeri kepala dan letargi.[1,3]
Penting bagi dokter untuk dapat menilai status performa pasien dengan keganasan, termasuk limfoma non-Hodgkin. Status performa merupakan penilaian fungsi dan kemampuan pasien untuk merawat dirinya sendiri, yang bermanfaat dalam menentukan terapi dan merupakan indikator prognostik. Alat yang sering digunakan untuk menilai status performa adalah skor Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) dan Karnofsky Performance Status (KPS).[6-8]
Tabel 1. Skor KPS dan ECOG
Karnofsky Performance Status | ECOG Performance Status | ||
Normal, tidak ada keluhan | 100 | 0 | Aktif, dapat melakukan semua kegiatan pre-penyakit tanpa restriksi |
Dapat melakukan aktivitas normal. Terdapat gejala minor penyakit | 90 | ||
Dapat melakukan aktivitas normal dengan usaha | 80 | 1
| Terbatas melakukan aktivitas fisik berat, tapi dapat berjalan dan melakukan aktivitas ringan seperti pekerjaan rumah tangga dan kantor yang ringan |
Dapat merawat diri sendiri. Tidak dapat melakukan aktivitas normal atau kegiatan fisik berat | 70 | ||
Terkadang memerlukan bantuan, tapi hampir dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri | 60 | 2 | Dapat berjalan, dapat merawat diri sendiri, tetapi tidak dapat bekerja. Mampu beraktivitas >50% jam bangun |
Memerlukan cukup banyak bantuan dan perawatan medis rutin | 50 | ||
Disabled, memerlukan perawatan khusus | 40 | 3 | Dapat merawat diri sendiri secara terbatas, berbaring atau duduk >50% jam bangun |
Severely disabled, perlu rawat inap, kematian tidak mengancam | 30 | ||
Sakit berat. Memerlukan rawat inap dan pengobatan suportif | 20 | 4 | Completely disabled, tidak dapat merawat diri sendiri, harus berbaring atau duduk sepanjang hari |
Moribound | 10 | ||
Meninggal | 0 | 5 | Meninggal |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2023.
Pemeriksaan Fisik
Limfadenopati perifer tanpa nyeri ditemukan pada lebih dari ⅔ pasien. Limfadenopati pada limfoma non-Hodgkin low-grade dapat hilang-timbul dan disertai gejala lain sesuai subtipenya. Limfoma non-Hodgkin low-grade dapat menimbulkan adenopati perifer, splenomegali, dan hepatomegali.[1,3]
Pada pemeriksaan fisik, limfoma non-Hodgkin yang intermediate dan high-grade dapat menunjukkan limfadenopati yang membesar cepat, splenomegali, hepatomegali, massa abdomen, massa testikular, dan lesi kulit.[3]
Dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik pada nodus limfatikus, meliputi cincin Waldeyer (tonsil, basis lidah, nasofaring), servikal, supraklavikula, aksila, inguinal, femoral, mesenterium, dan retroperitoneal, serta hepar dan lien. Pada pemeriksaan kepala dan leher, pembesaran nodus preaurikular dan asimetri tonsil menunjukkan keterlibatan nodal dan ekstranodal.[1]
Struktur-struktur sekitar mata seperti kelopak mata, otot-otot ekstraokuler, apparatus lakrimalis, dan konjungtiva dapat terlibat di beberapa jenis limfoma non-Hodgkin, seperti limfoma marginal zone, limfoma mantle cell, dan limfoma susunan saraf pusat primer. Oleh sebab itu, struktur sekitar mata perlu diperiksa saat pemeriksaan fisik.[1]
Limfoma large B cell primer atau metastasis dapat melibatkan mediastinum, yang menimbulkan tanda-tanda sindrom vena cava superior pada pemeriksaan fisik, yaitu edema wajah dan leher, distensi vena leher, edema ekstremitas atas, dan conjunctival suffusion.[1,9]
Ascites dapat timbul akibat obstruksi limfatik pada area retroperitoneal, mesenterik, dan pelvis. Massa testis dapat dijumpai pada limfoma non-Hodgkin testikular.[1,3]
Limfoma Burkitt
Pasien umumnya memiliki massa tumor yang membesar cepat. Bentuk endemik limfoma Burkitt menimbulkan tumor di rahang atau tulang-tulang wajah pada 50–60% kasus. Tumor primer di abdomen jarang ditemukan. Namun, tumor primer dapat menyebar ke area ekstranodal seperti mesenterium, ovarium, testis, ginjal, payudara, dan meninges.[1]
Bentuk sporadis atau non-endemik melibatkan abdomen dan sering menimbulkan ascites permagna. Gejala abdominal lainnya meliputi obstruksi usus dan perdarahan saluran cerna. Sekitar 25% kasus melibatkan rahang atau tulang wajah. Limfadenopati umumnya terlokalisasi. Sekitar 30% kasus melibatkan sumsum tulang, sedangkan 15% melibatkan susunan saraf pusat.[1]
Pasien dengan limfoma Burkitt terkait imunodefisiensi menunjukkan tanda dan gejala sesuai dengan penyakit yang mendasari. Organ yang sering terlibat meliputi nodus limfatikus, sumsum tulang, dan susunan saraf pusat.[1]
Limfoma Mantle Cell
Sekitar 70% pasien limfoma mantle cell memiliki penyakit tahap lanjut saat diagnosis. Gejala awal limfadenopati ditemukan pada sekitar 75% pasien, sedangkan 25% sisanya memiliki gejala awal ekstranodal. Predileksi meliputi nodus limfatikus, lien (45–60%), cincin Waldeyer, sumsum tulang (>60%), darah (13–77%), dan area ekstranodal seperti saluran cerna, payudara, pleura, dan mata.[1]
Limfoma Susunan Saraf Pusat Primer
Pada pemeriksaan fisik, dokter dapat menemukan defisit neurologis fokal, paralisis, atau tanda kompresi saraf pusat. Epidural spinal cord compression (ESCC) dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik, sensorik, dan/atau otonom yang ireversibel.[1]
Diagnosis Banding
Kondisi medis yang dapat menimbulkan limfadenopati terlokalisasi atau generalisata seperti limfoma non-Hodgkin adalah limfoma Hodgkin dan mononukleosis.
Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin menimbulkan gejala klinis yang mirip dengan limfoma non-Hodgkin, yakni limfadenopati asimptomatik, penurunan berat badan tanpa sebab jelas, keringat malam, splenomegali, dan hepatomegali. Limfoma non-Hodgkin dibedakan dari limfoma Hodgkin berdasarkan tidak adanya sel Reed-Sternberg dan berdasarkan pewarnaan Cd15 dan Cd30 pada pemeriksaan histologi.[2,10]
Mononukleosis
Mononukleosis merupakan infeksi virus Epstein-Barr atau human herpesvirus 4. Selain mengakibatkan mononukleosis, EBV juga dapat menyebabkan tumor. Infeksi EBV akut ditandai demam, fatigue, faringitis, tonsillitis, limfadenopati servikal, dan splenomegali. Pada populasi immunocompromised, gejala mononukleosis dapat menyerupai limfoma non-Hodgkin. Untuk menyingkirkan diagnosis limfoma, perlu dilakukan biopsi tonsil dan nodus limfatikus.[11,12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus limfoma non-Hodgkin dapat meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan radiologi, biopsi, dan pemeriksaan histologi.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan anemia, trombositopenia, leukopenia, pansitopenia, limfositosis, dan trombositosis. Hal ini disebabkan oleh infiltrasi sumsum tulang, hypersplenism akibat keterlibatan lien, atau perdarahan akibat keterlibatan saluran cerna. Pemeriksaan kimia darah dapat menunjukkan peningkatan kadar laktat dehidrogenase akibat infiltrasi hepar dan abnormalitas fungsi hepar akibat keterlibatan hepar, pertumbuhan tumor hipermetabolik, dan inflamasi kronis.[1,3]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada limfoma non-Hodgkin meliputi foto rontgen, CT scan, bone scan, gallium scan, PET scan, dan MRI.[1]
Pada 25% pasien limfoma non-Hodgkin, rontgen thorax dapat menunjukkan adenopati hilus atau mediastinum, efusi perikardial, dan keterlibatan parenkim. Dokter juga bisa menemukan massa mediastinum, yang dihubungkan dengan limfoma large B-cell mediastinum primer atau limfoma limfoblastik.[3]
CT scan leher, dada, abdomen, dan pelvis dilakukan untuk mendeteksi pembesaran nodus limfatikus, hepatosplenomegali, atau filling defect di hepar dan lien. CT scan digunakan secara luas untuk penilaian awal stadium, respons terhadap terapi, dan perawatan selanjutnya.[1,3]
Bone scan dilakukan pada pasien dengan nyeri tulang, peningkatan alkali fosfatase, atau keduanya. Lesi tulang umumnya dihubungkan dengan ATLL akut (adult T-cell lymphoma/leukemia) dan limfoma diffuse large B-cell.[3]
Gallium scan merupakan pilihan pada beberapa kasus limfoma non-Hodgkin. Gallium scan dapat mendeteksi predileksi awal penyakit, menilai respons terhadap terapi, dan mendeteksi rekurensi pada tahap awal. Gallium scan positif pada hampir semua pasien dengan limfoma agresif dan sekitar 50% pasien dengan limfoma indolent pada saat diagnosis.[3]
PET scan F-18 2-deoxyglucose (FDG) whole body dapat digunakan untuk evaluasi awal pasien limfoma non-Hodgkin, tetapi lebih bermanfaat untuk evaluasi pasca terapi untuk membedakan rekurensi awal atau residu penyakit dengan fibrosis atau nekrosis. PET scan memiliki predictive value lebih tinggi untuk relaps dibandingkan CT scan.[3]
MRI otak dan sumsum tulang dilakukan pada pasien yang dicurigai dengan limfoma susunan saraf pusat primer, lymphomatous meningitis, limfoma paranasal, atau ada keterlibatan vertebra. MRI juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi fokus area keterlibatan sumsum tulang pada pasien suspek yang memiliki hasil biopsi sumsum tulang negatif.[3]
Biopsi Nodus
Biopsi perlu dipertimbangkan pada nodus limfatikus dengan salah satu atau lebih karakteristik berikut: pembesaran signifikan, persisten >4–6 minggu, dan pembesaran progresif. Secara umum, nodus limfatikus berdiameter >2 cm memberikan hasil diagnostik yang paling baik. Standar baku emas untuk diagnosis adalah biopsi eksisi. Aspirasi jarum halus tidak dianjurkan.[1,3]
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang kadang bisa dilakukan untuk menentukan stadium limfoma non-Hodgkin. Namun, dengan meningkatnya penggunaan PET scan, prosedur tersebut menjadi lebih jarang dilakukan.[1,3]
Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal umumnya hanya dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi keterlibatan susunan saraf pusat, seperti limfoma non-Hodgkin agresif (limfoma Burkitt, DLBCL, limfoma sel T perifer, limfoma mantle cell, NHL dengan HIV-positif) dengan keterlibatan epidural, sumsum tulang, testikel, sinus paranasal, atau minimal dua situs ekstranodal. Cairan serebrospinal dianalisis untuk pemeriksaan sitologi dan flow cytometry.[1,3]
Pemeriksaan Histologi
Limfoma non-Hodgkin merupakan keganasan limfoproliferatif dengan morfologi yang bervariasi sesuai subtipenya. Limfosit abnormal di nodus limfatikus, sumsum tulang, atau area ekstranodal dapat berbentuk kecil ataupun besar, cleaved atau noncleaved, dan memiliki pola difus atau folikuler. Berbeda dengan reactive follicular hyperplasia, limfoma umumnya mengubah arsitektur nodus limfatikus dan menginfiltrasi kapsul.[3]
Analisis Imunofenotipik
Analisis imunofenotipik nodus limfatikus, sumsum tulang, dan darah perifer (jika positif terdapat sel neoplastik) dapat membantu menegakkan diagnosis pada pasien dengan morfologi atipikal. Analisis imunofenotipik juga dapat membantu membedakan infiltrat limfoid reaktif dan neoplastik, keganasan limfoid dan nonlimfoid, dan neoplasma limfoid spesifik.[3]
Penentuan Stadium
Penentuan stadium sangat penting untuk menentukan terapi dan prognosis. Sistem penentuan stadium limfoma non-Hodgkin yang paling sering digunakan adalah Ann Arbor staging system dengan pembagian berikut:
- Stadium I melibatkan 1 regio nodus limfatikus (I) atau keterlibatan lokal 1 organ atau area ekstralimfatik (IE)
- Stadium II melibatkan 2 atau lebih regio nodus limfatikus di 1 sisi diafragma yang sama (II) atau keterlibatan lokal organ ekstralimfatik yang berhubungan (IIE)
- Stadium III melibatkan nodus limfatikus di kedua sisi diafragma (III) yang dapat disertai keterlibatan lokal 1 organ atau area ekstralimfatik (IIIE), lien (IIIS), atau keduanya (IIISE)
- Stadium IV mewakili keterlibatan multifokal atau disseminated 1 atau lebih area ekstralimfatik dengan/tanpa keterlibatan nodus limfatikus yang berhubungan atau keterlibatan organ ekstralimfatik terisolasi dengan keterlibatan nodus limfatikus nonregional[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Steven Johanes Adrian