Pendahuluan Fraktur Ankle
Fraktur ankle atau ankle fracture adalah kondisi patah tulang pada pergelangan kaki, yang mencakup fraktur tibia distal, fibula distal, talus, atau kalkaneus. Fraktur ankle umumnya berupa cedera terpelintir atau berputar (twisting atau rotational injury) yang terjadi pada pergelangan kaki, sehingga menyebabkan terputusnya hubungan tulang yang membentuk sendi pergelangan kaki.[1-3]
Fraktur ankle merupakan salah satu cedera yang paling umum yang terjadi pada tungkai bawah, di mana insiden fraktur pergelangan kaki terjadi pada 10% dari seluruh cedera muskuloskeletal. Risiko fraktur ankle meningkat pada populasi lansia terkait dengan densitas mineral tulang yang rendah. Kebiasaan kurang berhati-hati saat beraktivitas fisik, bekerja, dan berkendara juga dapat meningkatkan risiko terjadinya fraktur ankle.[2-5]
Gambaran klinis dari fraktur ankle adalah rasa nyeri pada pergelangan kaki yang disertai dengan pembengkakan dan deformitas. Ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan sendi pergelangan kaki dan ketidakmampuan pasien dalam menopang berat badan pada pergelangan kaki yang cedera juga menjadi penanda adanya fraktur ankle.[5,6]
Pemeriksaan rontgen ankle dengan visualisasi anteroposterior, lateral, dan mortise view merupakan modalitas awal dalam membantu menegakkan diagnosis fraktur pergelangan kaki. CT scan dan MRI juga dapat dilakukan sebagai modalitas penunjang pada fraktur ankle dengan pola fraktur yang kompleks, untuk menilai adanya kerusakan jaringan lunak pada pergelangan kaki.[1,4,5]
Penatalaksanaan fraktur ankle meliputi penatalaksanaan konservatif dengan pemasangan gips pada jenis fraktur yang stabil, dan intervensi bedah yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal untuk fraktur yang tidak stabil. Pada pasien juga perlu diberikan analgesik, seperti paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) lain untuk membantu mengurangi nyeri dan inflamasi.[5,6]