Epidemiologi Kontraktur Dupuytren
Menurut data epidemiologi, prevalensi kontraktur Dupuytren atau Dupuytren contracture di Asia hanya sekitar 3%. Prevalensi paling tinggi ditemukan pada orang keturunan Eropa Utara. Di Eropa Utara, prevalensi berkisar antara 4–39%.[1]
Global
Populasi keturunan Eropa Utara memiliki prevalensi paling tinggi untuk penyakit ini. Di Asia, prevalensi hanya sekitar 3% dan lebih sering melibatkan telapak tangan daripada jari-jari tangan. Sekitar 80% kasus penyakit ini terjadi pada pria (semua ras) dan paling sering terjadi di dekade ke-5 atau ke-6 kehidupan. Penyakit pada pria juga cenderung lebih parah daripada pada wanita.
Pada pria, kontraktur Dupuytren bilateral lebih sering ditemukan daripada pada wanita, yaitu dengan prevalensi 59% berbanding 43%. Baik pada pria maupun wanita, prevalensi cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Prevalensi di usia 55 tahun adalah 12%, sedangkan prevalensi di usia 75 tahun adalah 29%. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada pasien dengan gangguan endokrin dan metabolik, seperti diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2.[1,2,5]
Indonesia
Saat ini data epidemiologi kontraktur Dupuytren di Indonesia belum tersedia. Studi epidemiologi nasional masih diperlukan.
Mortalitas
Kontraktur Dupuytren sendiri umumnya tidak menyebabkan mortalitas, tetapi dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan, karena deformitas tangan dan komplikasinya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun, terdapat studi yang menunjukkan bahwa kontraktur Dupuytren merupakan salah satu prediktor peningkatan risiko kematian, yang diperkirakan terjadi karena adanya asosiasi antara gangguan genetik pada kontraktur Dupuytren dan keganasan.[1,9]