Etiologi Spine Curvature Disorder
Etiologi spine curvature disorder dapat dibagi atas penyebab kongenital, idiopatik, kelainan neuromuskular, developmental syndrome, dan tumor. Beberapa faktor risiko terjadinya spine curvature disorder adalah jenis kelamin wanita, postur duduk yang tidak adekuat, cara membawa tas yang asimetris.
Etiologi
Spine curvature disorder dapat terjadi secara idiopatik, tetapi terdapat beberapa faktor/kondisi lain yang juga dapat menyebabkan penyakit ini.
Kongenital
Deformitas kongenital umumnya terjadi pada usia dini. Deformitas yang terlihat disebabkan kelainan pada formasi dan/atau segmentasi. Kelainan formasi terjadi akibat defisiensi dari materi embrio yang dibutuhkan untuk perkembangan vertebra normal yang dapat menyebabkan kelainan vertebra. Sedangkan kelainan segmentasi yang sering ditemukan adalah unilateral bar, dimana kelainan terjadi satu vertebra secara unilateral atau dapat meluas. Kelainan ini paling sering ditemukan pada regio toraks.[1]
Beberapa kelainan kongenital penyebab kelainan kelengkungan vertebra adalah vertebrae abnormality, formation abnormality, hemivertebra, abnormal segmentation, unilateral bar, rib fusion, spinal dysraphism, tight spinal cord syndrome, chiari malformation, syringomyelia, tethered spinal cord syndrome, dan meningocele- meningomyelocele.[1]
Idiopatik
Deformitas idiopatik umumnya terjadi pada usia remaja, dan yang paling sering ditemukan adalah skoliosis idiopatik. Diagnosis ini ditegakkan setelah mengeliminasi penyebab kongenital, inflamasi, dan kelainan lain.
Spine curvature disorder idiopatik dapat diklasifikasikan menjadi awitan awal, lambat ataupun dewasa. Meskipun penyebabnya belum diketahui dengan jelas, namun sebuah studi melaporkan adanya korelasi antara derajat skoliosis dengan kontribusi genetik, dimana prevalensi penderita skoliosis meningkat pada individu yang memiliki riwayat keluarga penyakit serupa.
Faktor lain seperti sekresi hormon, struktur jaringan ikat, sekresi melatonin, otot paraspinal juga diperkirakan sebagai penyebab, akan tetapi belum dapat dibuktikan dengan pasti.[1,10,17]
Kelainan Neuromuskular
Spine curvature disorder yang berhubungan dengan kelainan neuromuskular dapat dibagi menjadi neuropati dan miopati. Penyebab neuropati contohnya deformitas akibat cerebral palsy, syringomyelia, spinal cord trauma, poliomyelitis, dan spinal muscular atrophy. Sedangkan penyebab miopati misalnya karena myopathy congenital hypotonia dan Duchenne’s muscular dystrophy.[1,11]
Developmental Syndrome
Developmental syndrome atau sindrom perkembangan yang dapat menyebabkan deformitas spinal adalah distosia sistem skeletal pada penderita neurofibromatosis dan displasia sistem skeletal pada penderita osteogenesis imperfekta.[1]
Tumor
Tumor yang dapat menyebabkan spine curvature disorder adalah osteoblastoma, osteoid osteoma, intraspinal-intramedullary tumor dan tumor ekstra medulla.[1]
Faktor Risiko
Menurut sebuah studi cross-sectional, yang dilakukan oleh Sedrez et al. pada 59 individu berusia 7 - 18 tahun, kifosis toraks berkaitan dengan jenis kelamin wanita, berolahraga hanya 1 atau 2 kali seminggu, waktu tidur lebih dari 10 jam, postur duduk yang tidak adekuat, dan cara membawa peralatan sekolah.
Studi ini juga membuktikan beberapa faktor risiko terkait dengan lumbar lordosis, yaitu cara membawa tas yang asimetris, sedangkan faktor risiko yang berkaitan dengan terjadinya skoliosis adalah berolahraga kompetitif dan waktu tidur lebih dari 10 jam.
Selain itu, terdapat data terkait dengan adolescent idiopathic scoliosis (AIS) yang melaporkan wanita lebih berisiko terhadap penyakit ini dibandingkan laki-laki dengan rasio 5,3 : 1.[11,12]
Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya deformitas tulang belakang adalah :
- Konsumsi alkohol
- Infeksi pada tulang belakang
Osteoporosis pada tulang belakang
- Trauma pada tulang belakang[2,14,15]
Studi terkait konsumsi alkohol telah dilaporkan pasien alkoholik memiliki massa tulang yang lebih rendah dan derajat kifosis yang lebih tinggi dibandingkan studi kontrol. Semakin intensif seseorang minum alkohol, semakin tinggi Cobb angle yang terjadi dan makin banyak terjadi patah tulang (vertebra maupun non vertebra).[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja