Epidemiologi Tenosynovitis
Epidemiologi tenosynovitis meningkat pada pasien dengan rheumatoid arthritis, diabetes mellitus, dan insidensi pada wanita lebih tinggi daripada pria. Insidensi stenosing tenosynovitis sekitar 1,7–2,6% dari seluruh kasus tenosynovitis.[1,3]
Global
Secara global, wanita 6 kali lebih berisiko mengalami tenosynovitis daripada pria, dengan insidensi tertinggi pada pasien diabetes mellitus dan rheumatoid arthritis. Pada pasien dengan diabetes mellitus, insidensi stenosing tenosynovitis meningkat menjadi 10–20%. Pada pasien yang mengalami infeksi pada tangan, sekitar 2,5 – 9,4% mengalami tenosynovitis infeksi.[1–3]
Data dari the Defense Medical Epidemiology Database (DMED) berdasarkan kode diagnosis ICD-9 personel militer di Amerika Serikat menunjukkan bahwa estimasi kejadian de Quervain's tenosynovitis adalah 2,8 kasus per 1.000 person-years pada perempuan. Sedangkan pada laki-laki 0,6 kasus per 1.000 person-years. Dari data yang sama, populasi berusia >40 tahun lebih berisiko (2 kasus per 1.000 person-years) dibandingkan usia <20 tahun (0,6 kasus per 1.000 person-years).[21]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi tenosynovitis di Indonesia.
Mortalitas
Tidak ada data mengenai mortalitas terkait kondisi tenosynovitis. Akan tetapi, risiko komplikasi tenosynovitis infeksius cukup tinggi, yaitu sekitar 38%. Komplikasi tersebut berupa kekakuan jari, deformasi tulang dan sendi, dan infeksi hingga ke deep spaces of the hand, nekrosis tendon, adhesi, hingga amputasi.[1]
Sedangkan pasien yang mengalami tenosynovitis noninfeksi dapat berkembang menjadi stenosing tenosynovitis karena kontraktur kronik dan deformitas fleksi, sehingga membutuhkan tindakan bedah. Sedangkan tindakan bedah dapat menimbulkan komplikasi lain seperti infeksi, trauma saraf, deformitas tendon fleksor, dan pembentukan bekas luka pada jaringan.[1]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli