Etiologi Chikungunya
Etiologi chikungunya adalah virus chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk genus Aedes (Ae.), paling sering Ae. aegypti dan Ae. albopictus.[1]
Karakteristik Virus Chikungunya
Virus chikungunya (CHIKV) merupakan Alphavirus yang tergabung dalam famili Togaviridae. Virus ini merupakan virus ribonucleic acid (RNA) untai tunggal, dan berukuran sekitar 11,8 kb dengan kapsid dan envelope dari fosfolipid. Terdapat 4 genotipe virus Chikungunya, antara lain East-Central-South Africa, West Africa, Asian dan Indian Ocean Lineage.[1,4]
Vektor Virus Chikungunya
Vektor utama transmisi chikungunya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sama dengan demam Dengue dan Zika. Spesies Aedes lainnya juga banyak ditemukan menjadi vektor di Asia dan Afrika.
Ae. aegypti merupakan vektor terbaik, sebab mangsa utamanya adalah manusia dan dapat menggigit beberapa kali dalam satu periode waktu. Selain itu, gigitan Ae. aegypti juga tidak dirasakan manusia dan sering ditemukan hidup berdampingan dengan manusia. Namun, Ae. aegypti tidak dapat bertahan pada cuaca dingin, sehingga distribusinya terbatas secara geografis.
Ae. albopictus lebih tersebar luas di dunia, serta dapat ditemukan pada negara dengan cuaca subtropis dan curah hujan sedang. Spesies ini mampu bertahan pada daerah urban maupun rural, berumur panjang, yaitu 4–9 minggu, dan dapat bertahan di musim dingin. Ae. aegypti dan Ae. albopictus biasa menggigit di siang hari, sehingga penggunaan kelambu berlapis insektisida kurang bermanfaat, kecuali pada pasien yang terbiasa tidur siang.[3,4]
Evolusi Virus Chikungunya
Analisis filogenetika menemukan bahwa genom virus chikungunya tetap stabil selama bertahun-tahun sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1952. Perbandingan antara dua jenis strain virus chikungunya Asia yang diisolasi selama 10 tahun menunjukkan 99,4% kesamaan identitas. Kebanyakan strain awal yang diisolasi dari wabah yang terjadi di Pulau Reunion mirip dengan kluster East-Central-South Africa.
Strain yang diisolasi dari wabah tahun 2006-2007 menunjukkan mutasi alanin-valin pada posisi 226 di glikoprotein E1. Terdapatnya alanin menunjukkan pertumbuhan dan replikasi yang dependen kolesterol dari virus chikungunya pada beberapa spesies Aedes.
Temuan ini menimbulkan ketertarikan banyak peneliti di mana replikasi dan pertumbuhan virus chikungunya dapat terjadi secara independen dari kolesterol. Temuan ini hanya didapatkan dari virus yang diisolasi dari Aedes albopictus. Mutasi ini membuat virus ini menjadi kuat dan dapat menginfeksi nyamuk lain yang secara umum memiliki kandungan kolesterol yang lebih sedikit.
Virus chikungunya tidak hanya terbatas pada daerah tropis tetapi juga dapat ditemukan pada daerah beriklim sedang, seperti Amerika, Eropa, China dan Jepang. Pada daerah-darah tersebut, Aedes albopictus lebih banyak ditemukan dan Aedes aegypti lebih jarang.[1]
Faktor Risiko
Faktor risiko infeksi virus chikungunya adalah dekatnya jarak antara lokasi nyamuk berkembang biak dengan pemukiman manusia. Untuk mencegah transmisi, perlu dilakukan pemberantasan nyamuk vektor, misalnya dengan membersihkan wadah air setiap minggu untuk mencegah nyamuk berkembang biak.[9]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra