Pendahuluan Disentri
Disentri adalah infeksi pada saluran pencernaan yang dapat menyebabkan diare berdarah, lendir pada feses, dan nyeri pada saat buang air besar. Terdapat dua penyebab utama terjadinya disentri, yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Shigella atau dikenal sebagai disentri basiler, dan infeksi yang disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica atau dikenal sebagai disentri amuba.[1,2]
Disentri basiler atau yang disebut juga dengan shigellosis adalah jenis disentri yang paling banyak ditemukan. Shigella merupakan bakteri gram negatif, non-motile bacillus, berasal dari famili Enterobacteriaceae. Shigella dapat menginvasi sel epitel usus besar dan rektum. Hal ini menyebabkan peradangan yang berujung pada perdarahan saluran pencernaan sehingga menimbulkan diare berdarah. Apabila tidak segera ditangani dengan tepat, kondisi ini akan menimbulkan komplikasi yang serius, mulai dari dehidrasi, abses hepar, perforasi kolon, obstruksi usus, prolaps rektum, bakteremia, hingga hipovolemia berat yang berujung pada kematian.[1,2]
Berbeda dengan disentri basiler, penyebab disentri amuba adalah Entamoeba histolytica, parasit protozoa yang memiliki kaki semu dan tidak berflagel. Entamoeba histolytica merupakan parasit yang bersifat patogen diantara semua spesies Entamoeba. Umumnya infeksi akibat Entamoeba histolytica ini sering disebut sebagai amoebiasis.[1,3-5]
Manifestasi klinis disentri basiler biasanya akan muncul dalam 1–3 hari setelah terpapar bakteri Shigella dysenteriae. Gejala yang muncul dapat berupa demam tinggi, muntah, nyeri pada seluruh lapangan perut, diare disertai lendir dan darah, serta tenesmus. Pada disentri amuba, sebagian besar kasusnya bersifat asimtomatik.
Meskipun demikian, pada kasus ini juga dapat ditemukan manifestasi klinis yang bersifat ringan hingga berat, berupa nyeri perut, diare, hingga kolitis yang dapat menyebabkan diare disertai lendir dan darah. Masa inkubasi pada disentri amuba berkisar 2–4 minggu.[6,7]
Penyebaran disentri umumnya terjadi secara fekal–oral, khususnya melalui tangan yang terkontaminasi bakteri. Selain itu, penyebaran juga dapat terjadi melalui makanan maupun air yang kurang bersih dan terkontaminasi.[6-8]
Diagnosis disentri basiler dapat dipastikan dengan menemukan bakteri Shigella dysenteriae pada pemeriksaan kultur feses maupun darah dari pasien yang terinfeksi. Selain itu terdapat pula metode pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis disentri basiler.
Pada disentri amuba, diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan parasit Entamoeba hystolitica pada pemeriksaan mikroskopik feses. Pemeriksaan antigen dengan menggunakan metode ELISA dan PCR juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. USG atau CT Scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi amebiasis ekstraintestinal. Tata laksana untuk disentri mencakup rehidrasi cairan dan pemberian antibiotik lini pertama.[3,6,7,9]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari